Mengenal Julukan dan Keseharian Suku Bajo yang Jadi Inspirasi Film Avatar: The Way of Water

Reporter

Antara

Kamis, 22 Desember 2022 07:37 WIB

Suasana kampung suku Bajo di Desa Leppe, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. TEMPO/Irmawati

TEMPO.CO, Jakarta - Suku Bajo tengah menjadi perbincangan setelah James Cameron, sutradara film Avatar: The Way of Water mengungkapkan bahwa salah satu suku di Indonesia itu menjadi inspirasinya menciptakan Suku Metkayina.

Melansir National Geographic, Cameron mengatakan ia melakukan riset dan meneliti budaya dari suku-suku yang hidup berdampingan dengan laut. Salah satu inspirasinya ternyata adalah suku dari Indonesia, yakni Suku Bajo atau dikenal dengan nama Suku Bajau dan Suku Sama.

Klan Metkayina dalam film Avatar: The Way of Water. Foto: 20th Century Studios

"Ada (orang Sama-Bajau), orang di Indonesia yang tinggal di rumah panggung dan hidup di atas rakit. Kami melihat hal-hal seperti itu," kata Cameron.

Tentang Suku Bajo

Advertising
Advertising

Menurut laman Kemdikbud, Suku Bajo merupakan etnis asal Asia Tenggara yang memiliki karakteristik kemaritiman cukup kental. Asalnya konon dari Kepulauan Sulu Filipina yang biasa disebut juga Suku Bajau atau Suku Sama.

Di Indonesia, Suku Bajo bisa dijumpai di sekitar perairan Sulawesi, Kalimantan Timur, Maluku, Nusa Tenggara, hingga ke pantai timur Sabah (Malaysia).

Rumah suku Bajo kebanyakan berdiri di tepian pantai atau di atas perairan laut dangkal yang dipasang tiang pancang agar terhindar dari gelombang pasang. Dinding rumahnya berbahan dasar kayu dan atapnya terbuat dari rumbia.

Karena tinggal di perairan laut, kegiatan sehari-hari suku Bajo didukung oleh transportasi air berupa perahu. Selain sebagai alat transportasi, perahu-perahu digunakan oleh masyarakat suku Bajo untuk mencari nafkah.

Karena sangat dekat dengan laut, mata pencaharian mayoritas Suku Bajo adalah nelayan. Mereka berburu ikan dengak beragam cara, mulai dari memancing, menjaring hingga memanah dengan tongkat kayu dan anak panah atau tombak. Memanah itu yang menjadi keahlian andalan orang Suku Bajo. Salah satunya Taharudin yang tinggal di Pulau Wangi-wangi Wakatobi.

Cerita keseharian Suku Bajo

Taharudin adalah seorang dari sejumlah nelayan dengan keahlian menangkap ikan di bawah laut menggunakan tongkat kayu dan anak panah. Saat berburu ikan, Taha hanya membawa kacamata bawah laut tradisional yang terbuat dari kayu, sepatu katak kreasi sendiri untuk melindungi telapak dari tajamnya karang dan alat penangkap ikan yang terbuat dari kayu, besi tajam sebagai anak panah dan karet untuk melontarkan panah.

Taha biasa berangkat mencari ikan di pagi hari, saat air laut surut dan pulang saat air laut mulai naik. Waktu mencari ikan itu ditentukan karena air laut cenderung tenang saat surut dan mulai berarus saat pasang yang tentu saja membuat sulit berenang di kedalaman.

Ikan yang dicari oleh Taha hanya ikan besar, seperti kerapu, tongkol, gurita, baronang atau tuna yang bisa berukuran setengah badan Taha. Saat berburu ikan, Taha bisa menyelam dan mengendap-endap di antara terumbu karang.

Ia berenang sangat perlahan agar tidak ketahuan ikan. Taha biasa berburu menuju kedalaman hingga 20 meter untuk mencari ikan atau sekadar berjalan perlahan di atas pasir putih yang menjadi dasar lautan dangkal.

"Tadi saya tembak ikan sebesar ini," Taha menunjukkan ukuran dari ujung jari tangannya hingga bahu, setengah depa. "Terlepas, dia."

Taha melaut setiap hari. Biasanya, ia pulang membawa lima hingga tujuh ekor ikan besar-besar. Jika sedang beruntung dia bisa menangkap tuna seberat 50 kilogram dengan cara memanahnya di dalam laut.

Dari hasil tangkapan itu, sebagian ikan diolah oleh keluarga untuk makan malam dan esok hari. Kemudian sisanya dibawa ke pasar ikan untuk dijual.

Julukan manusia laut

Suku Bajo lahir dan besar di laut. Tak heran jika mereka memiliki adaptasi terhadap kehidupan laut.

Anak-anak Suku Bajo sudah pandai berenang dan tumbuh tanpa melewati hari untuk berenang di laut. Tumbuh besar di laut membuat orang Suku Bajo memiliki kemampuan tersendiri hasil tubuh yang beradaptasi.

Para nelayan pemanah di Suku Bajo bisa tahan berada di bawah laut hingga 13 menit tanpa bantuan alat pernapasan. Orang biasa umumnya hanya bisa menahan nafas di dalam air sekitar satu menit.

Baca juga: Inilah Pulau Bungin, Salah Satu Pulau Terpadat di Dunia Ada di Sumbawa

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.

Berita terkait

Terpopuler: Airlangga dan Menteri Perdagangan Inggris Bahas Produk Susu, Gunung Ruang Erupsi 5 Bandara di Sulawesi Kemarin Masih Ditutup

23 jam lalu

Terpopuler: Airlangga dan Menteri Perdagangan Inggris Bahas Produk Susu, Gunung Ruang Erupsi 5 Bandara di Sulawesi Kemarin Masih Ditutup

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat melakukan kunjungan kerja di London, bertemu dengan Menteri Perdagangan Inggris The Rt. Hon. Greg Hands MP

Baca Selengkapnya

KJRI Kuching Minta Malaysia Bebaskan 8 Nelayan Natuna yang Ditangkap

7 hari lalu

KJRI Kuching Minta Malaysia Bebaskan 8 Nelayan Natuna yang Ditangkap

KJRI mengatakan, APPM mengatakan 3 kapal nelayan Natuna ditangkap karena melaut di dalam perairan Malaysia sejauh 13 batu dari batas perairan.

Baca Selengkapnya

Bamsoet Dukung Rencana Touring Kebudayaan

9 hari lalu

Bamsoet Dukung Rencana Touring Kebudayaan

Bamsoet mendukung rencana touring kebudayaan bertajuk "Borobudur to Berlin. Global Cultural Journey: Spreading Tolerance and Peace".

Baca Selengkapnya

Tiga Kapal Nelayan Tradisional Indonesia Kembali Ditangkap Otoritas Malaysia

10 hari lalu

Tiga Kapal Nelayan Tradisional Indonesia Kembali Ditangkap Otoritas Malaysia

Tiga kapal nelayan Indonesia asal Natuna ditangkap oleh penjaga laut otoritas Malaysia. Dituding memasuki perairan Malaysia secara ilegal.

Baca Selengkapnya

Pantau Pemanfaatan Kuota BBL, KKP Manfaatkan Sistem Canggih

10 hari lalu

Pantau Pemanfaatan Kuota BBL, KKP Manfaatkan Sistem Canggih

Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik yang memuat hulu-hilir pengelolaan pemanfaatan BBL.

Baca Selengkapnya

Ingin Jadi Pusat Seni dan Budaya, Hong Kong Dirikan Museum Sastra

13 hari lalu

Ingin Jadi Pusat Seni dan Budaya, Hong Kong Dirikan Museum Sastra

Museum Sasta Hong Kong akan dibuka pada Juni

Baca Selengkapnya

Asal-usul Tradisi Lomban Setiap Bulan Syawal di Jepara

14 hari lalu

Asal-usul Tradisi Lomban Setiap Bulan Syawal di Jepara

Tradisi Lomban setiap bulan Syawal di jepara telah berlangsung sejak ratusan tahun lalu.

Baca Selengkapnya

Polisi Gagalkan Penyelundupan Sabu dari Malaysia, Pelaku yang Menyamar Nelayan Diupah Rp 10 Juta per Kg

15 hari lalu

Polisi Gagalkan Penyelundupan Sabu dari Malaysia, Pelaku yang Menyamar Nelayan Diupah Rp 10 Juta per Kg

Bareskrim Polri menangkap lima tersangka tindak pidana narkotika saat hendak menyeludupkan 19 kg sabu dari Malaysia melalui Aceh Timur.

Baca Selengkapnya

Profil Dave Bautista dan Eric Nam yang Mengisi Suara Film Avatar: The Last Airbender

15 hari lalu

Profil Dave Bautista dan Eric Nam yang Mengisi Suara Film Avatar: The Last Airbender

Dave Bautista, badan kekar dengan smack andalan Bautista Bomb ini bakal mengisi suara salah satu penjahat di Avatar: The Last Airbender.

Baca Selengkapnya

Walhi dan Pokja Pesisir Kaltim: Teluk Balikpapan Rusak akibat Pembangunan IKN

21 hari lalu

Walhi dan Pokja Pesisir Kaltim: Teluk Balikpapan Rusak akibat Pembangunan IKN

Walhi dan Pokja Pesisir Kalimantan Timur sebut kerusakan Teluk Balikpapan salah satunya karena efek pembangunan IKN.

Baca Selengkapnya