Kisah Sukses Sugeng Handoko Penggerak Desa Wisata Nglanggeran
Reporter
S. Dian Andryanto
Editor
S. Dian Andryanto
Rabu, 8 September 2021 09:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Desa Wisata Nglanggeran sebelum hari ini. Sugeng Handoko melihat kawan sekampungnya satu per satu seusai tamat SMP atau SMA meninggalkan desa. Mereka pergi merantau mencari penghidupan, bukan saja ke kota terdekat tapi juga ke luar negeri menjadi TKI. Sehingga Desa Nglanggeran, Gunungkidul menjadi desa yang sunyi, Tak banyak lagi anak-anak muda. Kondisi kemiskinan warga begitu memprihatinkan. Tanah gersang. Seakan tak ada harapan.
Sugeng terus memikirkan bagaimana memberikan kontribusi untuk kampung halamannya yang terpencil di balik perbukitan. Setelah menamatkan Teknik Industri Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, dan sempat menjadi asisten dosen di Teknik Industri UAD.
Dan, harta itu tak jauh-jauh dari tempat tinggalnya, Gunung Api Purba Nglanggeran itu yang kemudian ia bersama karang taruna desa mengembangkannya. “Ide mungkin sejak para senior kami dulu di Karang Taruna, sejak 1999, saat saya masih duduk dibangku SD, namun sudah diajak dan dilibatkan dalam kegiatan konservasi dan ditanamkan rasa mencintai lingkungan dan mencintai desa,” kata Sugeng.
Lelaki kelahiran Yogyakarta, 28 Februari 1988 ini, kemudian terus berupaya mengenalkan kampung halamannya. Berbagai prestasi pun menghampirinya, antara lain Juara II Festival Blog Tahun 2010 Tingkat nasional, Pemuda Pelopor Tingkat Nasional 2011 dalam bidang seni budaya dan pariwisata serta Ketua Umum Pemuda Pelopor Tahun 2011 Tingkat Nasional, YCM (Young Change Maker) Tahun 2011, Juara I Kader Konservasi Tingkat Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2013, Penghargaan dari Kemenkokesra sebagai Pelaku PNPM Mandiri Terbaik Tahun 2014, The Winner Hilo Green Leader 2015 dan Penerima Penghargaan Culturepreneur Award 2016.
Seiring dengan itu, Gunung Api Purba Nglanggeran seluas 48 hektare ini menjadi destinasi wisata unggulan di Kabupaten Gunungkidul. Banyak wisatawan datang, bahkan dari mancanegara untuk melakukan penelitian keberadaan gunung batu ini. Bukan hanya obyek wisatanya yang berkembangm tapi juga berbagai kegiatan masyarakat pun bergulir. Fasilitias dibangun dan dikembangkan antara lain kamar mandi, area outbond, homestay, Internet, transportasi lokal, toko oleh-oleh, panggung terbuka, glamping, dan lainnya.
Desa Wisata Nglanggeran meraih berbagai penghargaan antara lain Organisasi Karang Taruna meraih predikat “Juara 1 Penyelamat Lingkungan” Seleksi Kalpataru 2009 Propinsi DIY, Bersama Pengelola Gunung Api Purba mendapatkan penganugrahan CIPTA Award dari Kemenbudpar RI Tahun 2011 sebagai presentator saat lomba dan penerima penghargaan, bersama Sentra Pemuda TPM, Menjadi UKM Terbaik dalam Program Lomba Wirausaha Inovatif Berbasis Lingkungan dan Sosial oleh Yayasan Inovasi Teknologi Indonesia (INOTEK) kerjasama PT Sampoerna. Tbk Tahun 2015.
Selain itu juga, bersama Pokdarwis Nglanggeran, menjadi Pemenang Desa Wisata Terbaik Asean konsep CBT Tahun 2017, dan bersama Pokdarwis Nglanggeran, menjadi Pemenang ASTA (Asean Sustainable Tourism Award) Tahun 2018. Dan, pada 2021 ini mewakili Indonesia dalam ajang Desa Wisata Terbaik atau Best Tourism Village dari organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO). Berikut wawancara Tempo.co dengan Sekretatis Pengelola Desa Wisata Nglanggeran, Sugeng Handoko:
Bagaimana awal mengembangkan Gunung Api Purba Nglanggeran ini?
Kegiatan ini dimulai dari Lembaga Pemuda atau Karang Taruna dan melakukan kegiatan-kegiatan kecil, aksi nyata dan mendapatkan dukungan dari masyarakat serta banyak pihak, sampai sekarang. Kami intens mengembangkan Nglanggeran setelah terjadi gempa Jogja 2006, jadi tahun 2007 kami kemudian fokus pengembangan Desa Wisata.
Sebenarnya, sejak kapan Nglanggeran menjadi desa wisata?
Saya sendiri bingung ketika ditanya kapan menjadi Desa Wisata, rintisan sejak 1999 sejak para senior kami dulu di Karang Taruna melakukan gerakan konservasi. Saat itu saya masih SD dan juga dilibatkan. Kami intens pengembangan Desa Wisata sejak tahun 2007. Kami mengenali potensi, baik SDM (sumber daya manusia-Red) maupun SDA (sumber daya alam-Red), mengelola potensi itu dan mengenalkan keluar agar menarik untuk dikunjungi.
Bagaimana kesulitan meyakinkan warga untuk mengembangkan bersama?
Kami berupaya membangun mimpi bersama, menjadikan anak-anak muda sebagai satu virus perubahan dalam satu rumahtangga, memegang tokoh kunci dan mengajak mereka untuk terlibat dalam proses pengembangan.
Bagaimana pula suka dan duka mengajak pemuda desa turut aktif dalam kegiatan ini?
Tentu ada dua kepentingan, memilih sukses sendiri, atau sukses bersama-sama, apalagi kita melakukan sesuatu yang belum ketahuan akan seperti apa hasilnya nanti. Dilema itu yang akan “menghantui” anak-anak muda yang terlibat dalam pengembangan desa. Kita juga akan berkorban waktu, tenaga, dan pikiran bahkan keuangan pribadi untuk bisa mewujudkan cita-cita pengembangan desa.
Singkat cerita, bagaimana bisa melibatkan seluruh elemen di kampung untuk bersama mengembangkan desa?
Kami memiliki keyakinan bahwa ini adalah kegiatan dan usaha bersama, sehingga harus membuat ikatan dan menumbuhkan rasa memiliki di semua lapisan masyarakat desa. Sebisa mungkin mereka kita libatkan dan perankan sesuai profesi, passion dan ketertarikan masing-masing, kemudian kami jahit menjadi sebuah atraksi wisata.
Alhamdulillah, Gunung Api Purba menjadi salah satu Geosite di Gunung Sewu UNESCO Global Geopark, diakui ditingkat dunia dan menjadi kebanggaan kita bersama.
Apa rencana pengembangan Desa Wisata Nglanggeran ini ke depan?
Selalu ada Inovasi setiap 2 atau 3 tahun sekali, semakin banyak melibatkan dan membuat pemberdayaan masyarakat. Pengembangan ekonomi kreatif, Wellness Tourism dan pemafaatan digital untuk pengelolaan yang semakin efektif dan transparan.
Baca: Desa Wisata Nglanggeran Wakil Indonesia di Best Tourism Village Pariwisata Dunia