Selama Covid-19, Badak Yatim Piatu Dirawat Para Sukarelawan
Reporter
Antara
Editor
Ludhy Cahyana
Kamis, 23 April 2020 13:58 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Rimba belantara dan padang stepa adalah wilayah yang ganas bagi gajah dan badak. Mereka diburu untuk cula mereka. Terutama badak-badak kecil, menghadapi risiko kematian yang besar bisa orangtuanya mati.
Untunglah ada yang peduli terhadap nasib anak badak sebatang kara. Yolande van der Merwe (38) membuat panti asuhan badak pertama di dunia di Limpopo, Afrika Selatan, hampir satu dekade lalu.
Menjaga bayi badak yang tak punya orangtua adalah kerja keras. Seseorang harus memberlinya botol susu sepanjang waktu. Bahkan bisa menenangkan mereka saat ketakutan dan melewati malam panjang, ketika anak-anak itu berteriak mencari induk mereka. Umumnya, mereka melihat sendiri induknya mati ditembak pemburu liar.
"Bayi yang lebih tua lebih terpukul. Mereka memanggil-manggil induk selama hingga dua pekan," kata Yolande van der Merwe. "Mereka mulai menangis dan itu benar-benar membuat hatimu sedih."
Kerja keras merawat badak itu bisa dilihat dari jam kerja. Yolande membuat 72 jam kerja, yag dibagi dalam shift. "Relawan mendapat waktu tidur dua hingga tiga jam" kata van der Merwe. Mereka mengandalkan para sukarelawan yang terbang dari luar negeri dalam rotasi tiga bulan.
Tugas ini kian berat, saat pandemi virus corona melanda. Tiga visa sukarelawan asing dicabut, yang akhirnya mempengaruhi jam kerja relawan lainnya, "Saya khawatir kami tak bisa mengatasinya," kata dia.
Manajer dan pendiri panti asuhan, Arrie van Deventer (66), mencari bantuan kepada orang-orang di Afrika Selatan lewat telepon dan media sosial. Peminat ternyata banyak, "Kami kebanjiran sukarelawan," kata dia.
Dua orang sukarelawan akhirnya dipilih dari ratusan calon. Mereka kini tinggal bersama empat staf permanen sejak karantina wilayah diberlakukan di sana. Salah satunya, Deidre Rosenbahn (37) adalah koki restoran di Inggris selama 14 tahun, lalu ia melancong ke Australia, tapi ingin pulang kampung.
"Saya kembali ke Inggris saat muncul virus corona. Sulit sekali mencari kerja, jadi saya langsung mengambil kesempatan ketika pekerjaan ini muncul," kata dia sembari memberi susu Mapimpi, bayi badak termuda.
Pemburu liar membunuh induk Mapimpi ketika badak itu baru berusia tujuh hari. Saat ditemukan Mapimpi mengalami dehidrasi dan muram. Para relawan menemukannya sedang mencoba memakan pasir. Kini Mapimpi mendapat makan yang cukup, santai dan suka bermain-main.
Biasanya, pada umur lima tahun, para badak di panti asuhan dilepasliarkan, "Kami sudah kedatangan puluhan ekor badak, dan 95 persen datang akibat pandemi perburuan liar," kata Deventer. Lokasi pasti suaka ini betul-betul dirahasiakan untuk melindungi mereka dari pemburu liar.
Populasi badak Afrika turun drastis selama beberapa dekade belakangan karena ada peningkatan permintaan cula badak untuk hiasan dan obat di Asia Timur.