Rubel Jatuh, Saatnya Vodka Jadi Mata Uang

Senin, 28 Oktober 2019 14:00 WIB

Museum Vodka di Moskow memaparkan sejarah vodka. Foto: John Kannenberg/Flickr.com

TEMPO.CO, Jakarta - Uni Sovyet runtuh dan rubel, mata uang negeri itu jatuh pada titik terendah. Orangtua Evgeniia Pletneva yang sedang membangun rumah, kesulitan mendapatkan bahan bangunan. Saat itu, tahun 1990, St Petersburg, Rusia, ekonominya sedang sekarat. Bahan bangunan tak tersedia di toko-toko.

Namun orangtua Pletneva tak kehabisan akal. Ibunya menggantung selebaran yang ditulis tangan berisi daftar panjang bahan bangunan yang mereka butuhkan, dengan imbalan vidka. Tak butuh lama, pintu rumah orangtua Pletneva diketuk warga yang menawarkan paku, papan, pintu dan lain-lain.

Ayah Pletneva, seorang pelaut, sepulang dari Jerman membawa lima liter vodka bermerek Royal. Vodka dari fermentasi sulingan gandum itu, berkadar alkohol luar biasa, 96 persen. Dengan lima liter vodka itu, mereka membeli bahan bangunan dan zakuski — makanan yang dikonsumsi saat minum.

Pletneva, yang berusia sekitar sembilan tahun saat itu, mengenang ia membantu ibu dan saudara perempuannya membawa salah satu pintu rumah. “Saling menukar vodka dengan barang-barang tidak aneh di Rusia, karena banyak orang melakukannya,” ujarnya kepada Atlas Obscura.

Para pria meminum vodka saat mengendarai kereta di Kalach, Sverdlovsk, Rusia, 18 Oktober 2015. REUTERS/Maxim Zmeyev

Advertising
Advertising

“Bahkan di desa-desa, warga menggunakan vodka sebagai gaji, karena uang tidak benar-benar dibutuhkan,” tambahnya. Lagipula di zaman krisis, uang tidak bisa digunakan untuk membeli apapun.

Vodka bukanlah pengganti uang yang masuk akal. Ketika Uni Soviet runtuh dan terjadi hiperinflasi, Rusia menyebut rubel sebagai “uang”. Transaksi dengan vodka hanya diterima sementara di kalangan pemilik toko. Mereka lalu hanya menerima dolar, poundsterling, dan mark.

Namun praktik itu akhirnya dilarang pemerintah Rusia pada 1993, dan mereka diwajibkan menerima rubel. Namun di kalangan bawah, vodka tetap mata uang utama, "Saya punya lebih dari 20 botol di rumah, dan saya tidak minum sama sekali," kata seorang petugas laboratorium Moskow bernama Dmitri Shmidrik kepada The Baltimore Sun pada Desember 1991. "Mata uang cair ini," demikian ia menyebutnya, memainkan peran penting dalam transaksi sehari-hari.

Sebagai analogi, pada tahun itu, seorang montir bermalas-malasan mendengar jasanya dihargai 20 rubel. Namun dengan sebotol vodka bisa membuat mobil Anda beres dengan cepat. Ancaman terhadap vodka satu-satunya sebagai mata uang adalah bila Rusia bersitegang dengan Belarusia, negeri tetangga yang memproduksi botol vodka. Namun begitu persoalan politik dua negara selesai, mata uang vodka lancar kembali.

Dua petani meminum vodka hasil buatan sendiri di pedesaan Rusia pada 1990-an. Foto: ITAR-TASS/Vladimiri Smirnov

Vodka menjadi alat tukar tentu dengan persetujuan Pemerintah -- setidaknya pemerintah tak melarang praktik ini. Pada tahun 1998 misalnya, pihak berwenang di satu distrik Siberia memberi 8.000 guru sekolah masing-masing 15 botol vodka, sebagai pengganti upah. Kisah-kisah seperti ini menjadi berita utama pers Barat, untuk menggambarkan kekacauan Rusia pasca runtuhnya komunis.

Pers Barat tak paham, praktik barter vodka telah berlangsung selama ratusan tahun. Seperti yang ditulis Mark Schrad dalam Vodka Politics: Alcohol, Autocracy, and the Secret History of the Russian State, “Ketika masa sulit, vodka selalu ada di sana — tidak hanya sebagai produk yang akan dibeli untuk menghilangkan kesedihan seseorang, tetapi juga sebagai mata uang yang digunakan dalam pertukaran.”

Pada abad ke-16, Schrad menjelaskan, perbaikan pertanian menghasilkan panen yang melimpah. Daripada membawa kelebihan gandum dan sejenisnya ke pasar yang harganya jenuh dan cenderung murah, banyak pemilik tanah Rusia mengolahnya menjadi vodka -- produk bernilai lebih tinggi yang juga lebih mudah diangkut. Para tsar Rusia mendorong praktik itu, dengan mengeluarkan kebijakan mengganti bir dengan minuman buatan petani, vodka. Bahkan kedai-kedai minum milik pemerintah menjual vodka.

Di daerah pedesaan Rusia, para petani penggarap dibayar dengan vodka. Praktik itu disebut sebfao pomoch. Pada akhir pekan, tuan tanah menyediakan makanan berlimpah dan tentu saja vodka yang mengalir tanpa henti kepada para petani. Dan sebagian vodka itu diperbolehkan dibawa pulang. Tradisi ini menguntungkan dua belah pihak. Tuan tanah tak keluar uang, sementara petani bisa menyimpan vodka sebagai alat tukar.

Botol vodka berbentuk boneka yang ditampilkan di Museum Vodka, Moskow. Foto: Browen Lee/Flickr.com

Di era modern, vodka kerap datang sebagai penyelamat ekonomi. Pada 2014, invasi Rusia ke Krimea dan ketegangan dengan Ukraina, membuat rubel menukik. Sanksi keras Eropa dan Amerika, memperburuk ekonomi. Pemerintah Rusia sigap dengan menurunkan harga vodka. Hasilnya, vodka menjadi pemasukan terbesar negara. Vodka pun punya julukan baru "Russkaya Valyuta," yang diterjemahkan menjadi "Mata Uang Rusia”.

Nah bila berwisata ke Rusia, kunjungilah museum vodka. Pasalnya, tak ada negeri seunik Rusia dalam berurusan dengan minuman keras tradisional.

Berita terkait

5 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia

6 hari lalu

5 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia

Daftar negara dengan mata uang terlemah menjadi perhatian utama bagi para pengamat ekonomi dan pelaku pasar.

Baca Selengkapnya

Inilah 7 Mata Uang dengan Nilai Tukar Tertinggi di Dunia

6 hari lalu

Inilah 7 Mata Uang dengan Nilai Tukar Tertinggi di Dunia

Meskipun daftar ini dapat berubah seiring waktu, sejumlah mata uang ini tetap menjadi pilihan yang stabil dan kuat dalam ekonomi global.

Baca Selengkapnya

Terkini: Strategi Sri Mulyani Antisipasi Dampak Ekonomi Serangan Iran ke Israel, Rupiah dan IHSG Melemah Dampak Geopolitik Timur Tengah

20 hari lalu

Terkini: Strategi Sri Mulyani Antisipasi Dampak Ekonomi Serangan Iran ke Israel, Rupiah dan IHSG Melemah Dampak Geopolitik Timur Tengah

Ketegangan situasi geopolitik Timur Tengah dapat berdampak kepada Indonesia di berbagai indikator ekonomi.

Baca Selengkapnya

Rupiah Kian Melemah, Pengamat Soroti Imbasnya terhadap Kenaikan Harga Impor

23 hari lalu

Rupiah Kian Melemah, Pengamat Soroti Imbasnya terhadap Kenaikan Harga Impor

Hampir tidak ada sentimen positif yang dapat mendukung penguatan rupiah.

Baca Selengkapnya

Petinggi Negara-negara Baltik Masuk DPO Rusia, Ada Perdana Menteri Estonia

14 Februari 2024

Petinggi Negara-negara Baltik Masuk DPO Rusia, Ada Perdana Menteri Estonia

Perdana Menteri Estonia dan Menlu Estonia termasuk petinggi negara-negara Baltik yang dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh Rusia

Baca Selengkapnya

Gubernur Bank Sentral Italia Minta Mata Uang Euro Jangan Jadi Alat untuk Jatuhkan Sanksi

28 Januari 2024

Gubernur Bank Sentral Italia Minta Mata Uang Euro Jangan Jadi Alat untuk Jatuhkan Sanksi

Gubernur Bank Sentral Italia menilai menggunakan mata uang euro sebagai alat untuk menjatuhkan sanksi bisa berdampak negatif pada Euro.

Baca Selengkapnya

Rupiah Anjlok Menjelang Rilis Data Ekonomi AS

25 Januari 2024

Rupiah Anjlok Menjelang Rilis Data Ekonomi AS

Nilai tukar rupiah besok diprediksi masih melemah.

Baca Selengkapnya

Mengenal Apa Itu Forex, Fungsi, dan Jenis-Jenisnya

23 Januari 2024

Mengenal Apa Itu Forex, Fungsi, dan Jenis-Jenisnya

Forex adalah jual beli mata uang asing yang cukup populer dan berpeluang memberikan keuntungan besar. Ketahui pengertian, fungsi, dan jenisnya.

Baca Selengkapnya

Uang Penumpang Hong Kong Airlines Dicuri, Ditukar dengan Pecahan Rupiah 2.000-an

19 Januari 2024

Uang Penumpang Hong Kong Airlines Dicuri, Ditukar dengan Pecahan Rupiah 2.000-an

Seorang penumpang Hong Kong Airlines mengaku uangnya dicuri dan ditukar dengan pecahan rupiah 2.000-an.

Baca Selengkapnya

Rupiah Berpotensi Menguat di Level Rp15.550 - Rp16.550 per Dolar AS

18 Januari 2024

Rupiah Berpotensi Menguat di Level Rp15.550 - Rp16.550 per Dolar AS

Rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi naik 21 poin atau 0,13 persen menjadi Rp15.622 per dolar AS

Baca Selengkapnya