Petaka Bila Mendaki Semeru Hanya Modal Nekat dan Semangat
Reporter
Abdi Purmono (Kontributor)
Editor
Ludhy Cahyana
Rabu, 31 Juli 2019 14:32 WIB
Dalam pengalaman TEMPO, rute Kalimati-Mahameru lewat Pos Arcopodo merupakan rute tersusah dan terberat. Banyak pendaki yang urung naik ke puncak gara-gara sudah kehabisan tenaga saat melintasi Arcopodo sampai batas vegetasi—disebut Kelik (nama seorang pendaki yang tewas)—hingga Cemoro Tunggal. Nama Cemoro Tunggal diambil dari sebatang pohon cemara yang sudah tumbang yang dulunya sering dijadikan pendaki untuk rehat sejenak untuk kemudian kembali menapaki punggung Semeru yang berpasir dan berbatu-batu.
Sebenarnya, Balai Besar TNBTS sudah membuat pengumuman bahwa pendakian Gunung Semeru dibatasi hingga Kalimati saja. Pembatasan dibuat berdasarkan imbauan dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung bahwa jarak dua kilometer dari Kalimati puncak Semeru sangat berisiko tinggi alias membahayakan pendakian. Pembatasan dilakukan karena kondisi Gunung Semeru masih labil. Kawah Semeru masih rutin meletup-letup.
Namun, sudah banyak sekali pendaki yang mengabaikan imbuan tersebut dan akibatnya sejumlah pendaki mengalami kecelakaan. Kecelakaan beberapa kali terjadi di area Blank 75, nama jurang sedalam 75 meter yang terkenal sebagai “zona tengkorak” karena banyak pendaki terluka dan meninggal, bahkan hilang di sana.
Kejadian terkini terkait pelanggaran imbauan tersebut dialami Galuh Cahyani saat menuruni Gunung Semeru, Minggu, (28/7). Galuh terjatuh ke dalam sebuah jurang kecil di sekitaran Cemoro Tunggal. Galuh berhasil dievakuasi oleh tim pencari dan penolong ke Ranupani, pos pertama pendakian Semeru. Ia mengalami sejumlah luka berat sehingga harus ditandu.
Sebelum kejadian, ia nekat melanjutkan pendakian sendirian ketika empat temannya memilih berkemah di Pos Kalimati pada Sabtu, (27/7).
Kepala Kepolisian Resor Lumajang Ajun Komisaris Besar Muhammad Arsal Sahban memastikan insiden yang dialami Galuh murni akibat kesalahan sendiri. Galuh telah melanggar imbauan PVMBG tentang batas aman pendakian. Keluarga Galuh bersedia menanggung semua biaya pengobatan.
Selain pelanggaran semacam itu, banyak lagi pelanggaran yang berkaitan dengan etika pendakian seperti tidak membuang sampah sembarangan dan mengambil tanaman dari dalam kawasan TNBTS.
Kejadian yang dialami Galuh dan insiden sejenis membuat John Kenedie amat prihatin. John meminta seluruh pengunjung untuk sepenuhnya menaati semua peraturan yang berlaku. Mereka diingatkan untuk membawa turun sampah logistik yang mereka bawa untuk dikumpulkan di Ranupani.
“Jangan juga menyalakan api dengan kayu hutan yang diambil di dalam kawasan. Tolonglah kelestarian Gunung Semeru dijaga dan taati peraturan demi keselamatan bersama. Jangan hanya bermodal nekat dan semangat saja kalau mendaki,” ujar John.