Kelenteng-kelenteng di Jalan Raya Pos Daendels

Reporter

Tempo.co

Senin, 12 Februari 2018 18:01 WIB

Warga Tionghoa membersihkan patung Dewa-Dewi di Klenteng Hok Tek Bio, Salatiga, Jawa Tengah, 9 Februari 2018. Ritual pembersihan patung Dewa-Dewi yang berada di klenteng yang telah berusia 146 tahun itu untuk menyambut Tahun Baru Imlek 2569 yang jatuh pada 16 Februari mendatang. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho

TEMPO.CO, Jakarta - Jalan Raya Pos yang panjangnya sekitar 1.000 kilometer terbentang sepanjang utara Pulau Jawa, dari Anyer sampai Panarukan. Jalan ini dibangun pada masa pemerintahan Gubernur-Jenderal Herman Willem Daendels.

Ketika baru menginjakkan kaki di Pulau Jawa, Daendels berharap membangun jalur transportasi sepanjang pulau Jawa guna mempertahankan Jawa dari serangan Britania. Angan-angan Daendels itu diwujudkan dengan mewajibkan setiap penguasa pribumi lokal untuk memobilisasi rakyat. Di beberapa jalur, banyak kuli yang tewas kelaparan dan terserang malaria.

Baca juga: Vihara Avalokitesvara, Inilah Kelenteng Terunik di Indonesia

Gubernur Jenderal Daendels dikenal menakutkan. Dengan tangan besinya jalan itu diselesaikan hanya dalam waktu setahun saja (1808). Suatu prestasi yang luar biasa pada zamannya. Karena itulah nama Daendels dan Jalan Raya Pos dikenal dan mendunia.

Pada tiap-tiap 4,5 kilometer didirikan pos sebagai tempat perhentian dan penghubung pengiriman surat-surat. Tujuan pembangunan Jalan Raya Pos adalah memperlancar komunikasi antar daerah yang dikuasai Daendels di sepanjang Pulau Jawa dan sebagai benteng pertahanan di Pantai Utara Pulau Jawa.

Advertising
Advertising

Majalah Tempo pernah menyusuri kelenteng-kelenteng di sepanjang Jalan Pos, yang sudah ada jauh sebelum Jalan Pos dibuat. Pada Cap Go Meh, arak-arakan joli yang diikuti liong dari kelenteng-kelenteng itu ada yang melewati jalan Daendels.

1. Kelenteng Tjoe Hwie Kiong

Kelenteng ini berada di Jalan Pelabuhan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Kelenteng Tjoe sudah ada sebelum Jalan Pos dibangun Daendels pada 1808. Bangunan yang ada sekarang merupakan bangunan kedua, didirikan pada 1841. Bangunan ini berdiri membelakangi jalan raya.

Sebelum berdiri di tempat yang sekarang, kelenteng ini terletak di Desa Jangkungan, Kecamatan Kaliori. Desa itu menjadi tempat awal berlabuhnya kapal-kapal saudagar dari Cina pada abad ke-15. Tak ada keterangan tertulis sejak kapan Kelenteng Tjoe Hwie Kiong dibangun di Jangkungan dan alasan pemindahannya ke tempat yang sekarang.

"Yang jelas, pada 1740-an, Belanda memecah pecinan," ujar Eddie Soesanto, Ketua Yayasan Dwi Kumala, pengelola Kelenteng Tjoe sejak masa Orde Baru dalam Majalah Tempo, 25 Mei 2015.

Satu kawasan pecinan tetap ada di Jangkungan, sebelah barat Rembang. Satu lagi berada di Desa Dresi, sebelah timur pusat Kota Rembang kini. Terbagi duanya pecinan dan dibangunnya Jalan Raya Pos membawa dampak bagi Kelenteng Tjoe.

"Kirab pasti selalu melewati jalan buatan Daendels ini setelah melewati jalan kampung," kata Sekretaris Yayasan, Julianto. Tujuannya berbagi keberkahan bagi masyarakat sekitar.

2. Kelenteng Hok Hien Bio

Kelenteng yang berdiri sejak 1750-an itu menghadap persis ke Jalan Ahmad Yani, bagian dari Jalan Raya Pos di Kudus. Kelenteng ini dikenal memuja Dewa Bumi Hok Tek Tjing Sien, yang berulang tahun tiap bulan 12 tanggal 16 kalender Imlek.

Seperti perayaan akbar di kelenteng lain, kimsin Dewa Bumi diarak di dalam tandu berkeliling jalan Kota Kudus melalui Jalan Ahmad Yani itu. Daun pohon beringin perlambang kepatuhan menghiasi tandu dewa. Di atap dan kiri-kanan tandu njagong naga emas yang diibaratkan sebagai pengawal dewa.

Rombongan barongsai mengawal prosesi kirab tersebut. Sebanyak 32 "dewa-dewi" undangan datang dari seluruh Indonesia. Sebelum menjalani kirab, para pengangkut tandu patung dewa akan mengitari halaman kelenteng. "Sebagai tanda penghormatan kepada para dewa," kata Bambang Goenarto, ketua panitia kirab.

Para pengangkut tandu itu, menurut Bambang, baru akan melakukan perjalanan sejauh dua kilometer setelah merasa kekuatan gaib dari Yang Mahakuasa masuk ke tubuh. Rute arak-arakan bermula dari kelenteng menuju Alun-alun Kota Kudus untuk mengitari pusat pertemuan tujuh jalan. "Entah apa maknanya, kami hanya menjalani yang sudah ada sejak dulu," ujarnya.

3. Kelenteng Po Ang Hio dan Kelenteng Hok Khing Bio

Di Jawa Tengah, sebetulnya ada dua kelenteng lain yang bersanding dengan Jalan Raya Pos, yakni Kelenteng Po Ang Hio di Jalan Sultan Fatah, Demak, yang memuja Dewi Samudra, dan Kelenteng Hok Khing Bio di Desa Bumirejo, Kecamatan Juwana, Pati, dengan Dewa Buminya. Namun jarang sekali orang beribadah di dua kelenteng ini sejak kegiatan peribadahan Tionghoa dilarang pemerintah Orde Baru.

"Padahal sebelumnya, kedua kelenteng yang sudah berdiri sejak awal abad ke-16 ini selalu ramai pengunjung," kata Tony Hartono, penjaga Kelenteng Hok Khing Bio. Sepinya kegiatan peribadahan itu membuat Tony lebih sering menggembok gerbang kelenteng.

"Dalam seminggu belum pasti ada yang sembahyang," kata pria 50 tahun itu. Sedangkan Go Eng Lok, 55 tahun, penjaga Kelenteng Po Ang Hio, Demak, sering menitipkan kimsin sang Dewi ke Kelenteng Tjoe Hwie Kiong, Rembang, saat merayakan hari lahirnya. Ini berarti kimsin sang Dewi penjaga kelenteng Demak itu ikut juga mengitari jalan Daendels.

4. Kelenteng Kwan Sing Bio

Arak-arakan dewa kelenteng yang paling langsung menyusuri jalan Daendels ada di Jawa Timur, tepatnya di Kelenteng Kwan Sing Bio, Tuban. Kelenteng yang terletak di Jalan R.E. Martadinata ini menggelar upacara akbar ulang tahun Dewa Kwan Kong setiap lima tahun. Dalam kalender Imlek, Dewa Kwan Kong lahir pada bulan 6 tanggal 24.

Khing Hien, 77 tahun, sesepuh kelenteng, menceritakan bentuk awal kelenteng itu. "Saya dengar secara turun-temurun dari kakek buyut, kelenteng pertama kali dibangun pada 1714. Luasnya hanya 60 meter persegi, persis menghadap ke laut. Bangunan inilah yang menjadi altar sembahyang sekarang," kata Hien. Jarak antara Kelenteng Kwan dan laut hanya 50 meter. Menurut Hien, berdasarkan hong shui, bangunan khas Cina biasanya menghadap ke sungai atau laut.

Jalan Raya Pos Daendels sepanjang empat kilometer, yang kini membentang dari Jalan Sudirman ke Jalan R.E. Martadinata, kemudian dibuat di depan kelenteng itu. Jalan raya ini seolah-olah memotong "hubungan" antara kelenteng itu dan laut utara Jawa. Akibatnya, kelenteng itu menghadap ke jalan raya Daendels.

Menurut Hien, Belanda memiliki nama lain untuk kelenteng ini, yakni Gereja San See Hu Cu, yang berarti "Yang Mulia dari San See". San See adalah salah satu provinsi di Cina, tempat kelahiran Kwan Kong. Semasa hidupnya, 162-220 Masehi, pria ini dikenal sebagai jenderal pemberani dan jujur dari Dinasti Han. Itu sebabnya, pada zaman Dinasti Song (960-1279 Masehi), Kwan Kong dipuja sebagai salah satu dewa kepercayaan Taois di Kuil Yam Auw, di tepi danau di Provinsi San See.
­­­
5. Kelenteng Hok Tek Bio

Kelenteng Hok Tek Bio di Bogor dibangun pada 1860-an atau 30 tahun setelah Jalan Raya Pos selesai dikerjakan. Mulanya, kelenteng ini hanya berupa bangunan gubuk. Pada 1872, gubuk tersebut dilebarkan menjadi bangunan seluas 180 meter persegi dengan tiga ruang sembahyang. Sejak saat itulah pihak kelenteng selalu menggelar perayaan Cap Go Meh, yang jatuh pada hari ke-15 bulan Cia Gwee, bulan pertama kalender Cina.

Arak-arakan barongsai dan liong yang mengikuti dewa memang paling ditunggu warga saat Cap Go Meh tiba. "Keduanya menjadi daya tarik utama," kata Karta Lugina, sesepuh kelenteng dan penasihat Perguruan Bangau Putih. Tiap tahun, Perguruan Bangau Putih menyediakan para jago kungfu untuk memainkan barongsai.

Mengharukan, setelah mengelilingi rute panjang yang sebagian melalui rute Jalan Pos itu, saat sampai kembali di Kelenteng Hok Tek Bio, kita bisa melihat bahwa yang dilakukan pertama kali oleh berbagai barongsai dan liong itu adalah berlutut, sujud takzim di depan joli atau tandu patung Hok Tek Ceng Sin dan Houw Ciong Kun, sang macan, yang lebih dulu sampai.

Majalah Tempo

Artikel Lain: Imlek Kian Dekat, Ini 3 Pernak-pernik Paling Dicari di Glodok

Berita terkait

Catatan Sejarah Paris van Java Menjadi Julukan Kota Bandung

26 September 2022

Catatan Sejarah Paris van Java Menjadi Julukan Kota Bandung

Julukan Paris van Java untuk Kota Bandung mulai mencuat ketika acara Kongres Internasional Arsitektur Modern di Swiss pada Juni 1928.

Baca Selengkapnya

Hari Ini 212 Tahun Lalu, Kota Bandung Diresmikan Daendels

25 September 2022

Hari Ini 212 Tahun Lalu, Kota Bandung Diresmikan Daendels

Herman Williem Daendels meminta Bupati Bandung dan Bupati Parakanmuncang memindahkan ibu kota kabupaten melalui surat tanggal 25 Mei 1810.

Baca Selengkapnya

Senja yang Sempurna di Jalur Daendels

28 Mei 2015

Senja yang Sempurna di Jalur Daendels

Nyaris tak ada jejak kejayaan pelabuhan di ujung Jalan Raya Pos Daendels ini.

Baca Selengkapnya

Kisah Seniman Pembuat Lukisan Bak Truk di Jalur Pantura

27 Mei 2015

Kisah Seniman Pembuat Lukisan Bak Truk di Jalur Pantura

Tren lukisan di bak truk bergeser ke model stiker. Tetap khas dengan gambar nakal dan kalimat jail.

Baca Selengkapnya

Kisah Mayat di Alas Roban

27 Mei 2015

Kisah Mayat di Alas Roban

Jalan Daendels membelah Alas Roban yang terkenal angker dan rawan kejahatan. Jadi tempat pembuangan mayat.

Baca Selengkapnya

Prostitusi Pantura di Jalan Raya Pos

27 Mei 2015

Prostitusi Pantura di Jalan Raya Pos

Prostitusi di jalur Pantura tumbuh sejak zaman Belanda. Titik lokalisasi mengikuti tempat istirahat para sopir truk.

Baca Selengkapnya

Jembatan Ini Dulu Bertiang Pancang Manusia

27 Mei 2015

Jembatan Ini Dulu Bertiang Pancang Manusia

Jadi alat untuk menghukum penduduk karena jembatan tak kunjung selesai

Baca Selengkapnya

Misteri Makam Diduga Korban Kerja Paksa Jalan Daendels

27 Mei 2015

Misteri Makam Diduga Korban Kerja Paksa Jalan Daendels

Korban kerja paksa pembangunan Jalan Raya Pos diperkirakan juga dikubur langsung di sekitar Cadas Pangeran.

Baca Selengkapnya

Daendels Tak Begitu Dikenal di Kota Kelahirannya

27 Mei 2015

Daendels Tak Begitu Dikenal di Kota Kelahirannya

Di kota kelahirannya sendiri, Hattem, jejak jenderal bertangan besi ini hanya terdapat di Museum Voerman, museum sejarah Kota Hattem.

Baca Selengkapnya

Menjelajah Keindahan Pasir Putih Situbondo  

27 Mei 2015

Menjelajah Keindahan Pasir Putih Situbondo  

Pantai Pasir Putih di Kecamatan Bungatan, Situbondo, Jawa Timur, cukup strategis, di sisi Jalan Raya Pos karya Gubernur Jenderal Daendels.

Baca Selengkapnya