TEMPO.CO, Jakarta -Kabupaten Purwakata Jawa Barat kini memiliki diorama arsip. Diorama arsip yang dimiliki pemeritah kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, ini diklaim sebagai yang pertama dan tercanggih di Indonesia. "Bukan klaim, tapi, realitanya memang begitu," kata Kepala Kantor Arsip Daerah Kabupaten Purwakarta, Nina Meinawati, saat ditemui Tempo di lokasi Diorama Bale Panyawangan di jalan Kolonel Kornel Singawinata, Rabu, 2 September 2015.
Diorama arsip yang mulai dioperasikan sejak Juni 2015 tersebut, menurut Nina, menghapus kesan bahwa museum atau tempat penyimpanan arsip itu selalu statis dan jadul. "Di diorama Bale Panyawangan, semua kontennya dikemas melalui sentuhan seni dan teknologi canggih," ia menjelaskan.
Ada pun komponen keilmuan yang ada di dalamnya memadukan enam disiplin ilmu yakni desain arsitektur, interior, grafis, tehnik sivil, teknologi informasi, seni rupa dan sejarah yang dikolaborasikan oleh sejumlah pakar dari ITB, Unpad, Unpar dan pemahat dari Bali.
Nina berceritera, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi berkunjung ke Diorama Bale Panyawangan beberapa waktu lalu. Menuurt Nina, Yudhy menyatakan keberadaan diorama tersebut lebih bagus dan lebih canggih dari museum arsip nasioal.
Makanya, ia kemudian menjadikan diorama Bale Panyawangan sebagai referensi model pembangunan, penyimpanan dan pengelolaan arsip buat semua pengelola kantor arsif daerah di seluruh Indonesia. "Sebab dari sisi konsep, konten, desainnya sangat detil dan lengkap dan pengelolaannya profesional," kata Nina menirukan pujian Yuddy.
Baca Juga:
Konten arsip yang ditampilkan di diorama Bale Panyawangan menghimpun arsip mulai dari sejarah kerajaan di Indonesia, masa prakemerdekaan, perang kemerdekaan, pasca kemerdekaan hingga Indonesia masa kini. Diorama ini juga menyimpan arsip seni-budaya daerah yang bisa ditampilkan secara audio-visual.
Diorama ini pun dijadikan ajang wisata arsip dan pendidikan buat anaik-.anak pelajar dan mahasiswa. "Makanya setiap hari tak pernah sepi dari pengunjung," ujar Wulan, seorang pemandu diorama Bale Panyawangan. Ia pun tampak tampil dan mahir dalam menjelaskan semua konten arsip termasuk memandu konten yang dikemas dengan menggunakan teknologi canggih.
Salah satu konten arsip yang memanfaatkan teknologi canggih tersebut yakni arsip tentang lagu-lagu daerah di Indonesia. Pengunjung yang ingin menyaksikan lagu dan daerah asalnya secara audio-visual serta penataan suara yang sempurna, cukup dengan menempelkan bayangan tangan ke sebuah layar digital maka langsung bisa menikmatinya dengan nyaman.
Lalu ada teater mini berkapasitas 45 tempat duduk dengan desain arsitektur perpaduan tradisional dan modern. Di tempat itu, pengunjung bisa memesan atau menonton langsung tayangan arsip bersejarah secara audio-visual gambar dan suaranya sempurna.
"Kami dan anak-anak sangat betah berada di sini (diorama Bale Panyawangan)," kata Kandang, seorang guru pembimbing salah satu SMPN di Subang yang berkunjung ke diorama Bale Panyawangan. "Di sini, anak-anak mempelajari arsip bukan hanya dengan membaca, tetapi juga menonton dan mendengarkannya. Jadi, lebih cepat difahami."
Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, mengatakan, pendirian diorama Bale Panyawangan dilatarbelakangi keinginan yang kuat buat mewariskan pengetahuan tentang segala hal-ikhwal yang berkaitan dengan sejarah, seni dan kebudayaan terutama kepada kalangan generasi muda.
"Sebab, dengan mengingat sejarah, sebuah bangsa tidak akan kehilangan arah," ujar Dedi. Ada pun seni membimbing hidup untuk selalu saling mencintai dan menghargai satu sama lain dan dengan budaya akan mencapai kemandirian, kearifan dan karakter pribadi yang kuat.
Makanya, Dedi mengaku tak merasa rugi mengeluarkan dana Rp 1,2 miliar buat merehabilitasi total gedung kembar peninggalan Belanda dengan tetap mempertahankan seni arsitek art deconya yang kini dijadikan diorama Bale Panyawangan itu.
Termasuk menginvestasikan dana Rp 3,5 miliar buat membiayai konten arsip, desain, grafis dan digitalisasi semua konten arsipnya yang bersumber dari APBD kabupaten itu.
"Buat kepentingan sejarah dan pendidikan yang didedikasikan buat generasi muda, semuanya menjadi tak berarti," Dedi memberikan alasan.
NANANG SUTISNA