Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Dengan Pancing Kedo-Kedo, Suku Bajo Menjaga Kelestarian Laut

image-gnews
Seorang warga menggunakan perahu Jollloro di Pualu Jinato, Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate, Selayar, Sulsel, 27 Oktober 2014. Penduduk di daerah tersebut dari tiga kelompok etnik yaitu suku Bajo, Bugis dan Buton. TEMPO/Iqbal Lubis
Seorang warga menggunakan perahu Jollloro di Pualu Jinato, Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate, Selayar, Sulsel, 27 Oktober 2014. Penduduk di daerah tersebut dari tiga kelompok etnik yaitu suku Bajo, Bugis dan Buton. TEMPO/Iqbal Lubis
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Nelayan Suku Bajo di Desa Mola, Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, tetap menggunakan kedo-kedo saat menangkap ikan. "Alat pancing ini dipakai sejak jaman kakek-nenek kami dulu,” kata  kata Ketua Kelompok Nelayan Kedo-kedo Sanggeh Kami Hartono, 45 tahun, Senin, 11/4.

Baca: Kunjungi Wakatobi, Susi Usulkan Revitalisasi Kampung Suku Bajo

Alat ini terbuat dari benang sutra, marlo, dan benang emas. Dahulu kedo-kedo terbuat dari serabut kelapa. Saat ini tinggal satu kelompok Suku Bajo yang terdiri atas 14 nelayan yang masih berkaitan saudara di Mola yang mempertahankan kedo-kedo untuk menangkap ikan.

“Ini ramah lingkungan, kami pakai untuk menangkap ikan di wilayah karang," kata Hartono. Ikan yang mereka tangkap, antara lain, ikan sunu merah atau tung sing, ikan putih, sunu hitam, moraba, kakap hingga barakuda.

Dengan cara tangkap ini, menurut dia, penghasilan bersih yang diperoleh cukup lumayan. “Bisa mencapai Rp40 juta hingga Rp50 juta per tahun atau sekitar Rp4 juta per bulan.”

Pendapatan ini, katanya, sebenarnya mengalami penurunan dibanding 2010. Saat itu sudah banyak yang mulai menggunakan kompresor dan potasiun untuk menangkap ikan. Jika sebelum 2010 per hari bisa mendapat hingga empat ekor ikan dengan ukuran enam kilogram (kg), kini hanya mendapat dua ekor saja. Harganya Rp110 ribu hingga Rp195 ribu per kg sesuai jenis ikan.

Baca: Cerita Menteri Susi Blusukan di Wakatobi

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut Fasilitator WWF Indonesia di Wangi-wangi sekaligus pendampingan di Kelompok Sanggeh, Kami Samran, saat ini memang sulit mengajak nelayan Bajo lainnya untuk ikut bergabung dalam kelompok ini.  “Padahal dengan ikut dalam kelompok ada kepastian untuk melaut,” kata dia.

Kepastian itu diperoleh karena bahan bakar dan alat tangkap tersedia saat kondisi keuangan mereka belum ada.  Keuntungan lain adalah nelayan akan mendapat posisi tawar untuk penetapan harga ikan dari pengepul.

"Karenanya kita coba dekati lagi ke mereka. Sejauh ini ada empat kelompok yang terbentuk dengan berbagai jumlah anggota, dan mereka menggunakan cara-cara ramah lingkungan untuk menangkap ikan," ujar dia.

Selain Kedo-kedo, juga ada cara tangkap yang merupakan kearifan lokal yang ramah lingkungan seperti nonoke, ulur-ulur, dan mbuang-mbuang.

ANTARA

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Teluk Kendari Akan Dikembangkan Seperti Kawasan Wisata Ancol Jakarta

7 Februari 2023

Anjungan Teluk Kendari. ANTARA/La Ode Muh Deden Saputra.
Teluk Kendari Akan Dikembangkan Seperti Kawasan Wisata Ancol Jakarta

Langkah pengembangan Teluk Kendari itu merupakan bagian dari rencana kegiatan strategis mengenai penanganan Teluk Kendari.


Hari Nusantara 2022, Mewujudkan Ekonomi Biru untuk Indonesia Lebih Kuat

13 Desember 2022

Peringatan Hari Nusantara 2022 di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, pada 13 Desember 2022. Dok. Istimewa
Hari Nusantara 2022, Mewujudkan Ekonomi Biru untuk Indonesia Lebih Kuat

Hari Nusantara 2022 bertema "Penguatan Ekonomi Maritim Melalui Kolaborasi Investasi Berkelanjutan untuk Indonesia Bangkit Lebih Kuat" dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebagai ketua pelaksana. Acara ini berlangsung pada 10-14 Desember 2022 di Wakatobi, Sulawesi Tenggara.


Potensi Wisata Bendungan Ladongi yang Diresmikan Jokowi, Bisa Main Perahu Naga

29 Desember 2021

Pemandangan Bendungan Ladongi yang telah diresmikan Presiden Joko Widodo di Kabupaten Kolaka Timur, Provinsi Sulawesi Tenggara, Selasa, 28 Desember 2021. Bendungan itu dibangun untuk mengairi sawah-sawah di beberapa kabupaten. ANTARA FOTO/Jojon
Potensi Wisata Bendungan Ladongi yang Diresmikan Jokowi, Bisa Main Perahu Naga

Bendungan Ladongi berkapasitas 45,9 juta meter kubik dengan luas lahan 222 hektare.


Pesona Pasir Timbul di Buton Tengah yang Raih Penghargaan Destinasi Terpopuler

25 Mei 2021

Wisata Pasir Timbul Bone Labunta di Desa Tanailandu Kecamatan Mawasangka Kabupaten Buton Tengah (Buteng), merupakan salah satu wisata vavorit di daerah itu dan kini masuk juara tiga pada ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) award 2020. (Foto Antara/HO-Dinas Pariwisata Buton Tengah)
Pesona Pasir Timbul di Buton Tengah yang Raih Penghargaan Destinasi Terpopuler

Wisata pasir timbul itu merupakan semacam daratan yang timbul di tengah laut.


50 Homestay Dibangun di Pulau Labengki Sulawesi Tenggara

25 April 2018

Homestay Balkondes binaan PT TWC di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. (Foto: ANTARA/Anis Efizuddin)
50 Homestay Dibangun di Pulau Labengki Sulawesi Tenggara

Pemerintah Kabupaten Konawe Utara bekerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia membangun 50 homestay di Pulau Labengki.


Dengan Aplikasi Marina Buddies, Turis Diajak Merawat Wakatobi

12 April 2017

Seorang penyelam menikmatik terumbu karang bawah laut di salah satu spot Wakatobi Dive Trip, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, 7 Agustus 2015. Di dasar laut Wakatobi ditemukan lebih dari 112 jenis karang dari 13 famili, dan 93 jenis ikan laut. TEMPO/Iqbal Lubis
Dengan Aplikasi Marina Buddies, Turis Diajak Merawat Wakatobi

WWF-Indonesia mengajak pelaku sektor pariwisata turut aktif mengawasi wilayah konservasi perairan Wakatobi dengan aplikasi Marine Buddies.


Prancis akan Bangun Akuarium Raksasa di Teluk Kendari

31 Maret 2017

Petugas kebersihan membersihkan kaca akuarium raksasa di Sea world Ancol, Jakarta, 1 Oktober 2014. Sea world terpaksa tutup karena masih terjadi sengketa kontrak perjanjian antara PT Pembangunan Jaya Ancol dan PT Sea World Indonesia. Tempo/M IQBAL ICHSAN
Prancis akan Bangun Akuarium Raksasa di Teluk Kendari

Prancis melalui Pemerintah Kota La Rochelle membantu pemerintah Kota Kendari membangun akuarium raksasa di kawasan Teluk Kendari.


Dibuka, Feri Rute Baru di Wakatobi  

27 Februari 2017

Kapal Menami milikThe Nature Conservancy dan World Wildlife Fund  membuang sauh dekat pulau Hoga, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, (12/4). TEMPO/Rully Kesuma
Dibuka, Feri Rute Baru di Wakatobi  

Kementerian Perhubungan berencana membuka rute baru kapal feri lintas Wanci-Kaledupa-Tomia-Binongko, Kabupaten Wakatobi.


Ada Wahana Wisata Di Kompleks Pemrosesan Sampah

2 Januari 2017

Anak-anak menjajal permainan Flying Fox di Hutan Pinus puncak Malinio, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, 6 Mei 2016. Permainan ini dapat dinikmati wisatawan dengan membayar Rp 25.000 untuk sekali bermain. TEMPO/Iqbal Lubis
Ada Wahana Wisata Di Kompleks Pemrosesan Sampah

Untuk mengubah stigma bahwa TPA sampah itu selalu identik dengan
kotor, busuk, dan lain sebagainya.


Tim Kesenian Wakatobi Meriahkan Festival Budaya Jeju Korsel  

25 Mei 2016

Tradisi ini menjadi ajang mencari jodoh pemuda-pemudi di Wakatobi. TEMPO/ Nita Dian
Tim Kesenian Wakatobi Meriahkan Festival Budaya Jeju Korsel  

Tim kesenian dan kebudayaan Kabupaten Wakatobi diundang Pemerintah Provinsi Jeju untuk memeriahkan Festival Budaya Jeju pada November 2016.