TEMPO.CO, Surakarta--Perayaan Imlek biasanya diakhiri dengan cap go meh, yang sekaligus menandai berakhirnya perayaan Imlek selama 15 hari. Di Surakarta, menjelang cap go meh banyak warga keturuan Tionghoa yang mencari makanan khas saat cap go meh yaitu lontong cap go meh.
Menurut salah seorang pembuat lontong cap go meh di Jalan Sutan Syahrir, Lenni Lianawati, dalam sehari dia bisa menjual 800 porsi lontong cap go meh. "Lontong cap go meh banyak dicari setelah Imlek sampai 15 hari setelahnya," katanya ketika ditemui, Senin, 25 Februari 2013.
Dia mulai menjual lontong cap go meh pada 18 Februari dan rencananya hanya 10 hari berjualan. Di luar perayaan Imlek, dia tidak menjual lontong cap go meh. "Kecuali ada yang pesan minimal 50 porsi. Karena satu resep untuk 50 porsi," ujarnya.
Seporsi lontong cap go meh yang dijual Rp 17.500 sekilas tidak berbeda dengan lontong opor. Ada irisan telur, suwiran daging ayam, dan taburan bubuk kedelai. Hanya saja, "Kuahnya coklat. Kalau lontong opor kuahnya kuning," ujarnya. Selain itu kuah lontong cap go meh dicampur dengan parutan kelapa muda, daun jeruk, dan sambal goreng ebi.
Kuah coklat berasal dari parutan kelapa yang disangrai lalu dipepes dan dimasukkan dalam kaldu ayam kampung. Bumbu tersebut bisa tahan hingga setahun asalkan tidak kena air. "Saya sudah buat bumbu sejak sebulan sebelumnya. Jadi pas cap go meh tinggal digunakan," katanya.
Lenni sudah sepuluh tahun berjualan, meneruskan usaha keluarganya sejak puluhan tahun lalu. Bagi masyarakat Tionghoa, makan lontong cap go meh agar panjang umur dan panjang rezeki.
Sebenarnya tidak ada budaya makan lontong di Cina. Budaya tersebut hanya ada di Indonesia. "Ini akulturasi budaya Indonesia dengan Cina," ucapnya.
Tidak hanya etnis Tionghoa yang membeli lontong cap go meh. Dia mengatakan masyarakat Jawa juga banyak yang ingin mencoba. Biasanya dia melayani pesanan keluarga dan acara reuni. "Tahun ini lebih ramai. Saya sudah bikin 22 resep dan masih kurang. Tahun lalu hanya 16 resep," katanya.
Salah seorang pengunjung, Maya, mengaku selalu menyantap lontong cap go meh bersama keluarganya selama perayaan Imlek. "Sudah tradisi. Seperti tradisi makan ketupat saat Lebaran," ucapnya. Jika tak sempat membuat sendiri, dia membeli di warung-warung yang menjual lontong cap go meh.
Salah seorang tokoh Tionghoa di Solo, Adjie Chandra mengatakan lontong cap go meh sebagai bukti akulturasi budaya Indonesia dan Cina. Sebab di Cina tidak ada lontong. "Lontong di Indonesia biasanya disajikan saat Lebaran atau hari besar lainnya. Etnis Tionghoa yang lama tinggal di Indonesia lantas mengikuti dengan memakannya saat perayaan Imlek," katanya.
UKKY PRIMARTANTYO
Baca juga:
Yogyakarta Segera Punya Diorama Tugu Golong Gilig
Keris Indonesia Dipamerkan di Moskow
Ada Lomba 315 Kuda Pacu di Takengon
Pemkab Malang dan Perhutani Rebutan Obyek Wisata
Universitas Negeri Semarang Bangun Kampung Budaya