TEMPO.CO, Makassar - Perhatian sebagian besar pengunjung Pameran Bahan Makanan di gedung Celebes Convention Center (CCC), Minggu, 9 September 2012, tertuju pada replika perahu pinisi. Perahu yang menjadi ciri khas suku Bugis di Sulawesi Selatan itu berwarna cokelat.
Sekilas tampak disusun dari bata berwarna kuning dengan tanah liat sebagai perekat. Namun ternyata, pembuatan perahu tersebut menggunakan cokelat asli berkualitas tinggi. Pengunjung pun tampak mencicipi serbuk-serbuk cokelat yang berjatuhan di sisi perahu. Replika perahu pinisi ini baru pertama kali ditampilkan di Makassar.
Cokelat yang digunakan adalah produksi Cokelat Tulip, Jakarta. Bahan dasar cokelat tersebut dilumerkan kemudian dibekukan kembali. Replika ini menggunakan tiga jenis bahan, yakni cokelat hitam, cokelat putih, dan susu. Itu sebabnya replika perahu pinisi tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung pameran terbesar di kawasan Indonesia timur yang berlangsung 6-9 September tersebut.
Project Manager Pameran, Vera Ngiam, mengatakan bahwa ditampilkannya replika perahu pinisi itu agar pameran memberikan nuansa baru. “Kami ingin menampilkan sesuatu yang lain,” katanya.
Vera menambahkan, penyelenggara pameran bertekad memecahkan rekor sebagai ukiran cokelat terbesar di Asia. Replika perahu tersebut panjangnya 2 meter, lebar 60 sentimeter, dan tinggi 2 meter. Perahu dengan berat 6,5 ton itu dikerjakan selama tiga hari.
Ambasador Cokelat Tulip, Louis Tanuhadi, menjelaskan, ditampilkannya replika perahu pinisi dari bahan cokelat bertujuan mempromosikan produksi kakao Sulawesi Selatan. ”Kita semua tahu bahwa Sulawesi Selatan adalah produsen kakao terbesar di Indonesia,” ujarnya.
Kendati demikian, meski produksi kakao Sulawesi Selatan melimpah, industri cokelat di dalam negeri belum mampu menampung dan mengolahnya. Industri coklat dalam negeri belum berkembang, seperti di Swiss, Prancis, dan Amerika. Akibatnya, produksi kakao Sulawesi Selatan lebih banyak diekspor ke luar negeri dalam keadaan mentah.
Kenyataan ini, menurut Louis, sungguh ironis. Sebab, kakao dari Sulawesi Selatan dan dari daerah lain di Indonesia diolah dalam bentuk makanan jadi di luar negeri, lalu diklaim oleh negeri produsen tersebut sebagai cokelat milik mereka. ”Hal ini harus diubah, semestinya kita sendiri yang mengolahnya,” ucapnya.
Itu sebabnya Cokelat Tulip bersedia menjadi sponsor utama pembuatan replika perahu pinisi berbahan cokelat tersebut. Bahkan, untuk membuat perahu yang menghabiskan biaya Rp 150 juta tersebut, Cokelat Tulip mendatangkan tiga seniman dari Malang, Jawa Timur. Tujuannya agar pada masa mendatang, produksi kakao dari Sulawesi Selatan bisa diolah sendiri dan tidak lagi diekspor ke luar negeri dalam keadaan mentah.
Seusai pameran, menurut Louis, ia akan mencari hotel di Makassar yang bersedia memajang replika perahu tersebut. Karena menggunakan cokelat berkualitas tinggi, replika perahu tersebut bisa bertahan hingga dua tahun jika disimpan di dalam sebuah ruangan dengan suhu dingin.
Kepala Dinas Perkebunan Sulawesi Selatan Burhanuddin Mustafa menjelaskan, tidak adanya sarana produksi membuat kakao dalam negeri diekspor ke luar negeri dalam keadaan mentah. Pihaknya sudah berusaha meminta Nestle, salah satu produsen cokelat terbesar di dunia, untuk mendirikan pabrik di Sulawesi Selatan. Namun belum membuahkan hasil.
Burhanuddin mengakui kualitas kakao Sulawesi Selatan masih rendah karena tidak melalui proses fermentasi. Proses ini tidak disukai petani karena membutuhkan waktu yang lama. Petani merasa tidak bisa menjual kakaonya dengan cepat. ”Padahal, petani butuh uang dalam waktu cepat,” tuturnya.
Saat ini, luas lahan kakao di Sulawesi Selatan mencapai kurang-lebih 270 ribu hektare, dengan total produksi mencapai 170 ribu ton biji kakao pada 2011. Sebagian besar kakao dari Sulawesi Selatan diekspor ke Amerika.
ANISWATI SYAHRIR
Berita Lainnya:
Wisatawan Harus Perhatikan Ini Sebelum ke Sail Morotai
Menjelang Sail Morotai, Harga Makanan Melonjak
Rawan Kebakaran, Pendakian Gunung Lawu Ditutup
Festival Budaya Kotagede Digelar Akhir Pekan Ini
Trik Jualan Pariwisata Ala Korea
Teror Pengaruhi Pariwisata Solo
Plang Malioboro Bukan Sekadar Penunjuk Arah
Yogyakarta Diusulkan Jadi Kota Budaya Dunia
11 Negara Ikuti Festival Perahu Naga di Makassar
Mari Ramaikan Museum Bahari Jakarta