TEMPO.CO, Sukoharjo - Pemandangan yang berbeda kini terlihat di sekitar makam Gesang Martohartono, maestro keroncong Indonesia. Sebuah monumen berdiri cukup megah di pelataran pemakaman umum Pracimaloyo Sukoharjo, tempat peristirahatan terakhir pencipta lagu Bengawan Solo itu.
Tidak sekadar bangunan biasa, monumen itu dilengkapi dengan enam buah keran memancarkan air yang cukup jernih. Air tersebut boleh dimanfaatkan siapa saja tanpa perlu membayar. Monumen yang diresmikan pada Sabtu, 18 Februari 2012 itu dinamakan Monumen Tirta Gesang.
Adalah sebuah perusahaan pipa asal Jakarta yang mendirikan monumen tersebut. Selama ini, perusahaan itu telah menggunakan penggalan lagu Bengawan Solo untuk dijadikan semboyan. “Kami merasa memiliki ikatan yang kuat dengan Mbah Gesang,” kata General Manager PT Wavin Duta Jaya, Putra Wijaya.
Monumen Tirta Gesang itu tidak seberapa besar, namun cukup indah. Di dalamnya terdapat taman kecil serta enam keran air. Gambar wajah Gesang yang tengah meniup seruling bambu terpahat di prasasti yang menempel di dinding.
Pembangunan monumen tersebut terinspirasi dari lagu ciptaan Gesang yang berjudul Sebelum Aku Mati. Dalam lagu tersebut, Gesang ingin memberikan sebuah warisan yang abadi. “Selain warisan berupa karya besar, kami juga ingin mewujudkannya dalam bentuk monumen yang bermanfaat bagi sesama,” kata Putra.
/Sekali ku hidup, sekali ku mati,
Aku dibesarkan di Bumi Pertiwi,
Akan kutinggalkan warisan abadi,
Semasa hidupku sebelum Aku mati.
Lambaian tanganku panggilan abadi,
Semasa hidupku sebelum aku mati/
(Lirik Sebelum Aku Mati karya Gesang)
Perusahaan pipa PVC tersebut memang telah menggunakan penggalan lagu Gesang sebagai slogan sejak 1990 lalu. Hingga saat ini, pihaknya masih terus menggunakannya. Putra mengaku masih terus membayar royalti melalui PT Gema Nada Pertiwi.
Salah satu seniman keroncong legendaris, Waldjinah, mengaku sangat terharu dengan keberadaan monumen tersebut. “Ini adalah bukti jika Gesang masih terus dicintai,” katanya. Monumen tersebut juga merupakan penghargaan yang cukup tinggi untuk seniman.
Hanya dia berharap monumen yang terletak di kompleks pemakaman itu dirawat. “Jangan sampai disalahgunakan untuk hal-hal yang negatif,” kata pelantun Walang Kekek itu. Waldjinah mengingatkan, selama ini telah berdiri Taman Gesang di tepi Bengawan Solo, tepatnya di kompleks Taman Satwa Taru Jurug. Kondisi taman yang didedikasikan untuk Gesang tersebut tidak terawat dengan baik.
AHMAD RAFIQ