TEMPO.CO, Jakarta - Bagi masyarakat Aceh, minum kopi atau ngopi di kedai menjadi telah menjadi budaya. Tidak heran kota-kota di Aceh memiliki banyak kedai kopi sehingga dijuluki Negeri Seribu Warung Kopi. Warung atau kedai kopi ini menyuguhkan nuansa sederhana dengan cara penyajian kopi yang masih tradisional.
Salah satu kedai kopi yang menawarkan racikan kopi tradisional adalah Kedai Solong di Jalan Iskandar, Ulee Kareng, Banda Aceh. Beda dengan kedai kopi modern yang menggunakan mesin, Kedai Solong masih menyeduh kopi dengan saringan. Atraksi penyajian yang unik ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.
Cara tradisional membuat kopi Aceh
Untuk menyajikan segelas kopi, pembuat kopi akan memasukkan bubuk kopi yang telah di seduh dengan air mendidih ke dalam saringan kopi lalu mengangkatnya tinggi-tinggi. Tangan kanan memegang saringan yang dimainkan ke atas lalu ke bawah.
Cara ini bertujuan untuk membuat asap dalam kopi terurai terkena embusan angin, semakin asap terurai maka rasa kopi yang disaring kian terasa lebih nikmat. Kopi yang telah disaring kemudian disajikan di cangkir.
Pembeli juga bisa meminta tambahan gula ataupun susu tergantung selera. Tapi sebagian besar pembeli memesan secangkir kopi tanpa gula atau susu karena secangkir kopi robusta yang disangrai di sini tak begitu pahit.
"Karena pakai teknik saring nanti kopi lebih merata dan lebih enak. Prosesnya itu sampai dua kali, tiga kali ditarik. Kami sebenarnya punya juga teknik penyajian kopi pakai mesin untuk pengolahan kopi arabika tapi kalau kopi robusta itu memang enak ditarik ya," kata Haji Nawawi yang akrab disapa Haji Solong, pemilik kedai ini.
Terdapat beberapa menu kopi robusta di kedai ini, di antaranya kopi pancong dan kopi sanger yang harganya dipatok sebesar 7.000 rupiah dan 15.000 rupiah.
Teknik sangrai
Selain penyajiannya yang masih mempertahankan ciri khas sejak berdirinya kedai, Kedai Solong juga tetap mempertahankan teknik pengolahan kopi dengan menggunakan teknik sangrai yang dibakar dengan tungku kayu.
"Jadi produksi pengolahan, kita masih memakai kayu pengolahannya, karena kayu ini kan tetap mempertahankan buih rasanya, sedangkan pakai mesin itu kan di uap ya jadi masaknya enggak sama rata gitu," ujar Haji Solong.
Teknik tradisional ini terus dipertahankan meski kini dikelola Haji Nawawi yang merupakan penerus generasi kedua dari pemilik pertama, Muhammad Saman, sang ayah.
Dengan semakin modernnya industri kopi, Kedai Solong juga melakukan transformasi. Kini para penikmat kopi juga bisa mendapatkan produk biji kopi kemasan dari Kedai Solong yang dijual dalam bentuk kemasan 250 gram hingga 1 kilogram.
Dengan kesederhanaan ini, para pelanggan tak pernah kehilangan cita rasa otentik juga kehangatan bercengkerama yang mungkin tak dirasakan di tempat-tempat ngopi kekinian.
Pilihan Editor: Penikmat Kopi Aceh Lebih Suka Jenis Robusta Ketimbang Arabika