TEMPO.CO, Jakarta - Minangkabau merupakan salah satu suku di Indonesia yang kaya akan khazanah budaya dan ditandai dengan beragamnya tradisi atau kebiasaan yang ada di dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Mendekati momen Idul Adha suku Minangkabau juga memiliki tradisi unik untuk menyambutnya.
Berikut beberapa tradisi atau kebiasaan yang sering ditemui pada masyarakat Minangkabau pada saat Idul Adha.
1. Malamang
Dilansir dari laman penelitian dengan judul Lamang dan Tradisi Melamang Pada Masyarakat Minangkabau yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Kebudayaan Sumatra Barat salah satu tradisi atau kebiasaan masyarakat Minangkabau pada masa Idul Adha yang juga sudah jarang ditemui adalah tradisi Malamang.
Malamang merupakan proses membuat lamang. Lamang sendiri merupakan sebuah makanan dari ketan (puluik) yang dimasak menggunakan santan kemudian dikemas dalam wadah yang terbuat dari bambu, dan dimasak dengan perapian atau unggun yang memang dibuat khusus untuk memasak lamang.
Tradisi ini bisa ditemui diseluruh wilayah Sumatera Barat, baik itu daerah darek (darat) seperti Solok, Payakumbuh, Agam, Tanah datar, maupun di pesisir pantai seperti Padang, Pariaman, dan Pesisir Selatan. Selain itu, tradisi ini juga terdapat di dearah yang dahulunya adalah daerah rantau Minangkabau seperti Tapak Tuan (Aceh), Mukomuko (Bengkulu), Kerinci (Jambi), Tebing Tinggi (Sumatera Utara, dan negeri Sembilan (Malaysia).
Selain dilakukan pada masa Idul Adha, tradisis ini juga dilakukan menjelang bulan Ramadhan, lebaran Idul Fitri, peringatan Maulid Nabi, baralek (pesta pernikahan), perayaan hari kematian, dan lain sebagainya. Jadi, malamang tidak hanya dilakukan menjelang Idul Adha, tetapi juga menjadi tradisi di waktu-waktu tertentu oleh masyarakat Minangkabau. selain itu, malamang juga mempunyai niai ekonomis atau juga bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Semarak Malamang sangat dirasakan oleh masyarakat sekitar pada masa dahulu (sebelum tahun 1980-an) karena Malamang pada masa itu dilakukan oleh setiap warga di halaman rumahnya pada waktu-waktu tertentu dan dilakukan secara bersama-sama dan saling tolong menolong. Laki-laki dan perempuan akan bekerja sama dalam mempersiapkan lamang, mulai dari persiapan bahan, waktu pembakaran (memasak) hingga lamang tersebut selesai dimasak untuk dimakan dan dihidangkan pada para tamu.
Di beberapa kabupaten di Provinsi Sumatera Barat, lamang akan dijadikan sebagai makanan yang dibawa oleh keluarga perempuan ketika mengunjungi keluarga laki-laki (manjalang), ataupun ketika seorang menantu perempuan mengunjungi rumah mertuanya.
2. Bakawu Obiang
Dilansir dari antaranews.com Bakawu Obiang merupakan kebiasaan masyarakat nagari Sikabau, kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat yang menjadi tanda bahwa masyarakat akan memulai aktivitas bercocok tanam yang biasa dilakukan setelah Idul Fitri atau sebelum Idul Adha. Pada tradisi ini, kaum perempuan atau dikenal dengan kaum kanduang akan membawa rantang untuk makan bersama, dan dilanjutkan dengan acara panjat pinang.
Tradisi bakawu obiang merupakan bagian dari bakawu adat. Tradisi ini masih bertahan sampai sekarang dan dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai sarana untuk menjalin tali silaturrahmi serta bentuk syukur atas nikmat dan rezeki yang diberika oleh sang pencipta.
Tradisi ini merupakan acara rutin tahunan yang sudah dilaksanakan oleh leluhur Sikabau sejak ratusan tahun yang lalu. Pada saat tradisi ini, masyarakat akan berziarah ke makam leluhur penggagas berdirinya nagari Sikabau atau biasa disebut oleh masyarakat sebagai leluhur cancang latiah, yaitu Datuak Gadang Tuanku Dauli Sikabau. Beliau merupakan orang yang dahulunya mencarikan tempat yang bagus untuk bercocok tanam dan menjalankan aktivitas sosial lainnya, yaitu tanah yang datar dan dingin.
3. Menghiasi hewan kurban
Melansir dari penelitian yang dilakukan oleh Edriagus Saputra dengan judul Tradisi Menghiasi Hewan Qurban Pada Masyarakat Bawan yang terbit di jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan pada 1 Mei 2019 tradisi menghiasi hewan kurban dilaksanakan sebelum menyembelih hewan kurban pada masyarakat kenagarian Bawan kecamatan Ampek Nagari kabupaten Agam. Tradisi ini telah lama berkembang ditengah masyarakat dan menjadi tradisi turun temurun, sehingga apabila tradisi ini tidak dijalankan, maka ibadah yang mereka lakukan tidak akan sempurna, bahkan bisa dikatakan tidak sah. Seperti pendapat salah seorang warga setempat berikut ini.
“Dalam pelaksanaan penyembelihan hewan kurban tersebut, maka orang yang berkurban wajib menyediakan alat-alat untuk menghiasi hewan kurban itu, seperti kaca, sisir, parfum dan lain-lain sebagainya. Jika semua itu tidak disediakan, maka pelaksanaan penyembelihan hewan kurban belum bisa dilaksanakan, karena tidak sah suatu ibadah kurban tanpa dihiasi terlebih dahulu,” dikutip dari jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan dengan judul penelitian Tradisi Menghiasi Hewan Qurban Pada Masyarakat Bawan.
Masyarakat kenagarian Bawan sendiri memiliki landasan dan dalil dalam melaksanakan tradisi ini, seperti yang dijelaskan oleh Imam Damril yang merupakan Imam Masjid di kenagarian Bawan. Isi dalilnya seperti berikut: berkurban merupakan kewajiban setiap umat muslim bagi yang mampu, karena berkurban merupakan salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah Swt. dan menjadi tanda ketaatan hamba kepada tuhannya. Selain itu, hewan kurban juga disebut akan menjadi kendaraan bagi setiap umat Muslim yang melaksanakannya pada yaumil akhir nanti. Sehingga hewan kurban tersebut wajib dihiasi terlebih dahulu oleh orang yang bersangkutan sebelum disembelih.
Selain itu, landasan lain yang digunakan masyarakat dalam menghiasi hewan kurban ini adalah ajaran nabi Ibrahim ketika akan menyembelih anaknya untuk disembahkan kepada Allah Swt.. Sebelumnya nabi Ibrahim meminta Siti Hajar untuk menghiasi Nabi Ismail terlebih dahulu, karena sebelum diberikan kepada Allah Swt. yang dikurbankan tersebut harus dalam keadaan baik, bersih, dan indah.
Itulah 3 tradisi unik yang ada di Minangkabau saat momen Idul Adha. Beberapa kebiasaan atau tradisi yang ada pada masyarakat Minang pada masa sekarang terkadang sudah mulai jarang ditemui. Kalaupun masih ada, bisa dikatakan tradisi atau kebiasaan tersebut mengalami perubahan atau tata cara pelaksanaannya tidak lagi sama seperti dahulu. Oleh sebab itu, tradisi atau kebiasaan yang sudah ada sejak dahulu tersebut jarang dikenal secara tepat oleh penerus muda Minangkabau.
Pilihan Editor: 45 Link Twibbon Ucapan Idul Adha, Silakan Unduh dan Unggah