TEMPO.CO, Yogyakarta - Tumpukan sampah kembali tampak menyebar di sejumlah titik di Yogyakarta pasca-liburan panjang kenaikan Isa Almasih akhir pekan lalu. Di Kota Yogyakarta, timbunan sampah itu tampak di Jalan Kusumanegara yang meluber hingga ruas jalan, persisnya timur jembatan Kebun Binatang Gembira Loka.
Ada juga tumpukan sampah di dekat Malioboro seperti Jalan Mataram, utara pintu timur Teras Malioboro 2 dan seberang Masjid Quwwatul Islam.
Bahkan, gunungan sampah juga meluber di Depo Pengok, Kota Yogyakarta, setinggi hampir empat meter. Selain di pusat kota, tumpukan sampah juga bisa ditemukan ketika melintas di Ring Road Selatan, Tamanan, Banguntapan, Bantul.
Sampah Diolah di TPS 3R Nitikan
Di tengah maraknya sebaran sampah belum terangkut itu, Pemerintah Kota Yogyakarta memastikan, proses desentralisasi pengolahan sampah secara mandiri dilakukan pasca Tempat Pengelolaan Akhir atau TPA Piyungan ditutup permanen sejak 1 Mei 2024 lalu.
Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta Ahmad Haryoko mencontohkan proses awal penghancuran sampah digarap di Tempat Pengolahan Sampah Reduce Reuse Recycle (TPS 3R) Nitikan. Dengan kapasitas 75 ton/hari, sampah yang masuk (TPS 3R) Nitikan itu diolah menjadi bahan bakar alternatif Refused Derived Fuel (RDF).
"Di TPS 3R Nitikan kami menyiapkan dua jenis mesin pengolah sampah yaitu satu modul mesin RDF dan 3 mesin gibrig (pemilah sampah)," kata dia pada Rabu, 15 Mei 2024.
Di lokasi itu, tumpukan sampah bercampur dan berbau pertama-tama dibongkar di atas mesin conveyor belt lalu dipilah para petugas. Conveyor belt itu lalu membawa sampah ke mesin penghancur untuk dipisahkan lagi antara sampah organik dan sampah anorganik seperti plastik.
Setelah itu, sampah anorganik masuk ke mesin penggilingan untuk dicacah menjadi bahan bakar alternatif RDF.
"Mesin RDF ini menghasilkan produk RDF sebagai bahan bakar alternatif sedangkan mesin gibrig untuk memilah sampah organik dari sampah anorganik dan hasilnya bisa langsung digunakan sebagai pupuk," kata dia.
Sampah dari depo-depo di Kota Yogyakarta yang masuk TPS 3R Nitikan semua dicatat berat dan asalnya lalu dilakukan pemilahan.
"Dipilah, diambil (sampah) yang tidak bisa masuk ke mesin misalnya karet, kain, besi dan kayu-kayu besar,” kata Haryoko.
Dia menjelaskan sampah yang telah dipilah petugas di atas mesin conveyor lalu masuk ke mesin crusher untuk memisahkan sampah yang ringan dan berat. Sampah organik yang berat akan dibawa mesin conveyor ke area organik.
Sedangkan yang anorganik ringan seperti plastik akan keluar terlempar masuk ke mesin penggilingan RDF. Sampah anorganik plastik yang telah dicacah itu lalu didiamkan dalam suhu ruang selama dua hari. Setelah itu sampah siap menjadi RDF.
“Di lokasi ini kami maksimalkan pengolahan sampah baru. Kalau sampah lama kami kerjasamakan dengan swasta,” kata dia.
Dari sampah yang diolah itu, yang langsung bisa dijadikan bahan RDF sekitar 35 ton dan sekitar 20 ton membutuhkan proses pengeringan, serta sisanya adalah residu. Ada sekitar 165 orang yang bertugas di TPS 3R Nitikan yang terbagi dalam dua shift dari pukul 06.00-18.00 WIB.
Sampah RDF jadi Bahan Bakar Pabrik Semen
Hasil pengolahan sampah menjadi RDF tersebut lalu dikirim ke Cilacap, Kendal dan Pasuruan untuk digunakan sebagai bahan bakar alternatif di pabrik semen. Pemkot Yogyakarta sudah bekerja sama dengan perusahaan di Cilacap untuk penggunaan RDF.
Haryoko menyatakan, produksi sampah di Kota Yogyakarta sekitar 180 ton/hari. Oleh sebab itu Pemkot Yogyakarta juga tengah membangun TPS 3R seperti Nitikan di Kranon dan di Karangmiri yang ditargetkan segera beroperasi. Selain itu, Pemkot Yogyakarta mengupayakan bekerja sama dengan pihak swasta dalam pengolahan sampah sejak April sekitar 30 ton dan akan ditingkatkan.
PRIBADI WICAKSONO
Pilihan Editor: TPA Piyungan Yogya Ditutup Permanen, Ini Jurus Bantul Cegah Aksi Buang Sampah Sembarangan