Kebanjiran order
Kepala Bidang Promosi Wisata Kota Bima Buana Eka Putra mengatakan bahwa pengrajin Kota Bima mulai kebanjiran orderan, terutama kain tenun.
"Kami promosinya hanya di media sosial, tetapi kadang kami tak sanggup mengerjakan semuanya," kata Buana, disela-sela acara pawai Rimpu Mbojo, Sabtu, 27 April 2024.
Kelompok kerajinan ini menggunakan sistem bagi hasil. Ketika karya mereka laku terjual mereka akan mendapatkan uang. Hasil kerajinan tersebut juga menambah pemasukan warga Kota Bima yang kebanyakan bertani.
"Ya bersyukurlah bisa nambah pemasukan, biasanya saya ke ladang bantu suami saja," kata Hodijah, salah seorang penenun di Ntobo.
Pembuatan Tenun Bima
Pembuatan tenun atau disebut "muna ro medi" sudah lama dikenal oleh masyarakat Bima. Menurut berbagai sumber yang dapat dipercaya, sejak awal abad ke-15, hasil kerajinan "muna ro medi" menjadi barang dagangan yang laris di beberapa wilayah Nusantara. Tome Pires, orang Portugis yang pernah ke Mbojo pada 1513, menuliskan bahwa ketika itu banyak pedagang Mbojo yang membawa berbagai jenis barang dagangan sampai ke Malaka dan Maluku.
Dari sekian banyak jenis barang hasil kerajinan "muna ro medi", yang paling terkenal adalah tembe (sarung), sambolo (destar), dan weri (sejenis ikat pinggang).
Setelah memiliki sentra tenun dan rajut, Kampung Tenun mulai dikenal banyak orang, tidak hanya warga Bima tetapi wisatawan mancanegara.
"Dulu kampung kami mana ada dikunjungi orang, sekarang sudah banyak yang berkunjung ke sini," kata Hadijah.
Tidak setiap hari turis datang ke Ntobo, tetapi dalam sebulan bisa satu rombongan, terdiri dari 4 sampai 10 orang. "Otomatis ketika turis datang ke sini, mereka pasti membeli hasil kerajinan kami, apalagi rajut, turis suka sekali topi rajut ini," kata Yuli, saah satu perajut di Bima.
AKHYAR M.NUR
Pilihan Editor: Angkat Tenun Tradisional Sasambo, Nusa Tenggara Barat Gelar Kenari Fashion Street