TEMPO.CO, Jakarta - Jepang memiliki tiga jembatan terbaik yang dibanggakan di negeri matahari terbit itu. Salah satunya adalah Jembatan Shinkyo yang berada di Kamihatsuishimachi, Nikko, Prefektur Tochigi 321-1401 di area Kanto bagian utara. Jembatan berbentuk melengkung ini merupakan bangunan bersejarah yang menjadi warisan dunia UNESCO dan menjadi pintu masuk ke Kuil Futarasan.
Pemandangan yang elok bak lukisan memancing wisatawan berbagai negara untuk mengunjungi sekadar berfoto atau melewati jembatan meski harus membayar tiket sebesar 300 Yen atau sekitar Rp 30 meter guna menyeberangi Sungai Daiya yang mengalir deras. Keindahan jembatan cantik ini saya nikmati saat mendapatkan ajakan dari Japan National Tourism Organisation atau JNTO untuk berkeliling Jepang selama sepekan pada November tahun lalu.
Ratusan orang berkerumunan, mengambil spot terbaik untuk berfoto dengan latar Jembatan Shinkyo, Sungai Daiya, dan Pegunungan Nantai di Nikko National Park. Sekalipun hujan rintik dan harus berhati-hati lantaran jembatan itu dekat dengan pertigaan jalan raya, wisatawan tetap berusaha mendapatkan kesempatan berfoto.
Sejarah Jembatan Shinkyo
Shinkyo, yang berarti suci, berukuran panjang 28 meter, lebar 7,4 meter, dan berdiri 10,6 meter di atas Sungai Daiya. Dari legenda yang dipercaya masyarakat Jepang, kisah jembatan ini bermula dari biksu bernama Shodo dan pengikutnya saat mendaki Gunung Nantai pada 766 Masehi untuk mendoakan kemakmuran Jepang di masa lampau. Mereka kebingungan lantaran tidak bisa menyeberangi Sungai Daiya yang berarus deras.
Jembatan Shinkyo atau jembatan suci di Nikko, Jepang. Foto: TEMPO| Istiqomatul Hayati
Di tengah doa itu, ada dewa raksasa dengan tinggi 10 kaki tiba-tiba muncul dengan dua ular yang melilit di lengannya. Dewa bernama Jinja-Daiou itu melepaskan dua ular biru dan merah lalu mengubahnya menjadi jembatan berwarna pelangi untuk memudahkan biksu dan pengikutnya untuk menyeberangi sungai. Legenda ini juga yang membuat jembatan ini terkadang disebut sebagai Yamasugeno-jabashi atau Jembatan Ular Sedge.
"Ini satu dari tiga jembatan terbaik di Jepang," kata Nikko City Tourism Association Manager Yoshihiro Niraida saat kami berkunjung ke sana. Dua jembatan lainnya adalah Kintaikyo di Iwakuni Prefektur Yamaguchi dan Saruhashi di Otsuki, Prefektur Yamanashi.
Menurut Yoshihiro, Shinkyo sudah berulang kali direnovasi. Tapi tarikh yang jelas pembangunan jembatan itu tercatat pada 1636 ketika datang perintah shogun Tokugawaa Iemitsu yang memerintah Jepang untuk membangunnya. Hingga 1973, jembatan itu hanya dapat digunakan pemerintah dan biksu. Adapun rakyat biasa mulai dapat menggunakannya setelah 1973.
Menjadi Jembatan Cinta
Shinkyo yang menjadi pintu masuk Kuil Futarasan kerap digunakan para pengantin untuk merayakan cintanya. Para pengantin yang menikah di kuil itu akan melewati jembatan itu. Tak lupa mereka akan mengabadikan cinta dengan berfoto berlatar belakang Jembatan Shinkyo. "Ada banyak pernikahan di kuil ini, lama-lama Shinkyo juga dikenal sebagai jembatan cinta," kata Yoshihiro.
Cara ke Jembatan Shinkyo
Jembatan Shinkyo tepat berada di tengah Nikko. Keberadaannya ada di antara stasiun kereta api dan Kuil Toshogu, sehingga untuk ke sana mudah sekali. Tinggal berjalan kaki sekitar 30 menit dari stasiun atau menggunakan bus dan turun di Halte Bus Shinkyo selama 5 menit dengan ongkos 220 Yen.
JAPAN GUIDE
Pilihan Editor: Surga Musim Gugur di Shoyoen Garden, Menikmati Taman Buatan Zaman Edo