TEMPO.CO, Yogyakarta - Musim kemarau panjang tak menyurutkan kunjungan wisata di Yogyakarta. Rombongan bus bus wisata seolah tak berhenti lalu lalang di pusat perkotaan, meski cuaca terpantau sangat terik terutama saat siang hingga jelang sore.
Di balik tingginya suhu musim kemarau panjang itu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta menggencarkan pemantauan kualitas udara awal pekan ini.
Pemantauan dilakukan di beberapa destinasi yang kerap dipadati wisatawan dan ruang publik, seperti destinasi Taman Sari di area dekat Keraton Yogyakarta, Tugu Yogyakarta, area Kampung Wisata Purbayan Kotagede dekat Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, dan kawasan dekat Stadion Mandala Krida, persisnya Dinas Kebudayaan DIY.
Dari hasil pemantauan itu, kualitas udara dalam kategori baik-sedang.
"Salah satu penyebab kualitas udara mencapai sedang diakibatkan oleh musim kemarau berkepanjangan," kata Analis Kebijakan DLH Kota Yogyakarta Intan Dewani pada Senin, 25 September 2023.
Pemantauan dilakukan menggunakan mobil laboratorium kualitas lingkungan, untuk melihat kualitas udara dan air.
Intan mengatakan, pengambilan sampel dilakukan dengan metode active sampler menggunakan alat impinger untuk parameter gas NO2, SO2, O3.
Selain parameter gas, dilakukan juga pengukuran parameter meteorologis untuk mengetahui suhu, kelembapan, tekanan udara, kecepatan angin maupun arah angin menggunakan thermo hygrometer dan anemometer.
Dia mengatakan, sejak Agustus hingga akhir September 2023, beberapa parameter indikator menunjukkan masih di bawah angka 50 Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU). Sedangkan untuk parameter PM2,5 atau partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron (mikrometer) melampaui angka 50 IPSU dengan hasil baik-sedang.
Pemantauan sesaat satu jam tidak dapat menjadi acuan kualitas udara untuk seluruh kota Yogyakarta. Namun, DLH Kota Yogyakarta memiliki alat Air Quality Monitoring System (AQMS) atau sistem pemantau kualitas udara dengan jarak 5 kilometer selama 24 jam yang lebih efektif untuk mengukur kualitas udara itu.
Ia mengungkapkan, aktivitas industri, transportasi, dan urbanisasi bisa menyebabkan peningkatan emisi polutan di Kota Yogyakarta.
Untuk itu, perlu dilakukan mitigasi polusi udara, seperti mengurangi emisi kendaraan maupun meningkatkan kesadaran masyarakat.
"Saya berharap, semua pihak terkait, perlu membuat kebijakan untuk saling melengkapi menjaga kualitas udara khususnya di Kota Yogyakarta," ungkapnya.
Untuk mengetahui seberapa besar tingkat polusi suara di lokasi seperti permukiman dan jalanan dilakukan juga uji kebisingan menggunakan alat sound lever meter.
“Jika sudah memiliki sample maka selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dilakukan proses pengujian lebih lanjut," kata dia.
Seluruh hasil uji nantinya akan digunakan Pemerintah Kota Yogyakarta sebagai dasar perumusan berbagai kebijakan dalam upaya pengendalian pencemaran udara di wilayah kota Yogyakarta.
PRIBADI WICAKSONO
Pilihan Editor: Antisipasi Kejahatan Jalanan, Lima Kawasan di Yogyakarta Ini Jadi Sasaran Operasi Malam