TEMPO.CO, Yogyakarta - Kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta resmi ditetapkan sebagai warisan budaya dunia melalui sidang UNESCO di Riyadh, Arab Saudi Senin, 18 September 2023. Sumbu filosofi Yogyakarya atau yang disebut The Cosmological Axis of Yogyakarta and It's Historic Landmark itu diajukan sebagai warisan budaya dunia tak benda sejak 2014 silam.
"Kami menyampaikan terima kasih kepada pihak UNESCO dan seluruh lapisan masyarakat, yang telah mendukung upaya pelestarian Sumbu Filosofi sebagai warisan dunia," kata Raja Keraton yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X, kemarin. Ia menuturkan, Sumbu Filosofi memiliki nilai-nilai universal yang luhur bagi peradaban manusia di masa kini dan mendatang.
Sumbu Filosofi Yogyakarta Mahakarya Sultan HB I
Sumbu Filosofi Yogyakarta, ujar Sultan, merupakan mahakarya Sri Sultan Hamengku Buwana I atau Pangeran Mangkubumi dan menjadi sebuah warisan budaya yang penuh dengan filosofi tinggi. Oleh karena itu, kata Sultan, Sumbu Filosofi Yogyakarta wajib dilestarikan dengan segala atribut yang menyertainya.
"Kami berharap penetapan ini dapat dijadikan ajang pembelajaran bersama akan nilai-nilai universal yang diperlukan, untuk menciptakan dunia baru yang lebih baik di masa depan," kata Sultan.
Kawasan sumbu filosofi yang diusulkan sebagai warisan budaya tak benda dunia itu merujuk garis imajiner landmark atau kawasan yang menghubungkan titik Panggung Krapyak dan Tugu Yogyakarta. Di antara garis itu, turut melintasi Malioboro dan Keraton Yogyakarta.
Sejarah dan Makna Sumbu Filosofi Yogyakarta
Lantas apa dan bagaimana sejarah sumbu filosofi itu sendiri? Melansir laman Dinas Pariwisata DIY, visitingjogja.jogjaprov.go.id, di masa silam, pembangunan Yogyakarta dirancang oleh Sultan Hamengku Buwana I dengan landasan filosofi yang sangat tinggi. Sultan Hamengku Buwana I menata Kota Yogyakarta membentang arah utara-selatan dengan membangun Keraton Yogyakarta sebagai titik pusatnya.
Sultan juga mendirikan Tugu Golong-gilig (Pal Putih) di sisi utara keraton, dan Panggung Krapyak di sisi selatannya. Dari ketiga titik tersebut apabila ditarik suatu garis lurus akan membentuk sumbu imajiner yang lantas dikenal sebagai Sumbu Filosofi Yogyakarta.
Secara simbolis filosofis poros imajiner ini melambangkan keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhannya (Hablun min Allah) dan manusia dengan manusia (Hablun min Annas). Selain itu, sumbu filosofis juga keselarasan manusia dengan alam termasuk lima anasir pembentuknya yakni api (dahana) dari Gunung Merapi, tanah (bantala) dari bumi Ngayogyakarta dan air (tirta) dari Laut Selatan, angin (maruta) dan akasa (ether).
Demikian juga tiga unsur yang menjadikan kehidupan (fisik, tenaga dan jiwa) telah tercakup di dalam filosofis sumbu imajiner tersebut. Sri Sultan Hamengku Buwana yang menyandang gelar Sayidin Panatagama Kalifatullah mengubah konsep filosofi sumbu imajiner yang Hinduistis menjadi konsep filosofi Islam Jawa yakni Hamemayu Hayuning Bawana dan Manunggaling Kawula lan Gusti.
Selanjutnya Keberadaan Tugu Jogja...