TEMPO.CO, Yogyakarta - Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mulai mengkaji rencana revitalisasi Beteng Keraton Yogyakarta. Pengkajian itu terutama pada jagang atau parit yang mengelilingi beteng keraton berdinding tebal.
"Beteng dan jagang atau parit yang mengelilinginya merupakan satu kesatuan sistem pertahanan di masa silam, di Keraton Yogyakarta ini dipertegas lebih kompleks dengan bangunan permanen yang dilengkapi bastion dan plengkung," kata Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Lakshmi Pratiwi, Senin, 18 September 2023.
Tidak banyak masyarakat yang mengetahui keberadaan jagang yang didesain mengelilingi beteng itu. Selama ini jagang itu tertutup bangunan dan juga tanah atau jalan.
Jagang Kelilingi Beteng Keraton Jadi Garda Terdepan
Padahal di masa silam, parit yang mengelilingi beteng itu merupakan garda depan atau pertahanan pertama dalam strategi peperangan. Penggunaan jagang pada awalnya merupakan pertahanan utama pada beteng dengan tujuan mengantisipasi serangan dari berbagai arah.
Di masa silam, parit itu dibuat cukup dalam dan jernih airnya. Bagian sisi luarnya diberi pagar bata setinggi satu meter. Pohon gayam ditanam sebagai peneduh di sepanjang jalan yang mengelilingi benteng.
"Berdasar ekskavasi yang dilakukan, jagang Beteng Keraton itu berada di salah satu titik di depan Plengkung Gading, jarak tiga sampai enam meter dari plengkung tersebut merupakan bibir jagang," kata Dian. "Jagang itu menjadi parit pertahanan, dari beberapa catatan naskah, kuda musuh kala itu meloncat sekitar tiga sampai enam meter tidak sampai," ujarnya menambahkan.
Dinas Kebudayaan membandingkan saat melakukan ekskavasi jagang di Benteng Vredeburg Yogyakarta, yang jagangnya mempunyai jarak lebih lebar yakni 11-13 meter. "Kami belum dapat memastikan apakah jagang Beteng Keraton Yogya memiliki jarak seperti Vredeburg," tuturnya.
Dinas Kebudayaan DIY Hidupkan Peran Jagang
Sebagai langkah awal jangka pendek Disbud DIY mencoba menghidupkan kembali salah satu jagang tersebut untuk menunjukkan kepada publik bentuk asli bangunan cagar budaya kawasan beteng itu di masa silam. Hal itu untuk menunjukkan peran jagang ketika Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengamankan masyarakat di dalam benteng.
Meski demikian, upaya pelestarian jagang tak semudah membalikkan tangan. Dian mengaku butuh upaya lebih dan kajian terutama biaya untuk menghidupkannya kembali. Terlebih, area jagang sekarang sudah banyak dihuni bangunan-bangunan.
Namun setidaknya Disbud DIY memulai dulu dengan menghidupkan minimal mengutuhkan beteng menjadi satu kesatuan lengkap dengan plengkung, bastion dan jagang.
Pihaknya tengah mengkaji pembukaan jagang sebagai pilot project atau salah satu perwakilan untuk dibuka. " Minimal satu kesatuan komponen beteng itu bisa kita tampilkan untuk generasi mendatang, " kata Dian menambahkan.
Dalam proses tersebut, Disbud DIY melakukan pengecekkan kembali status tanah yang ditempati, perjanjian hak dan kewajibannya. Ini bagian dari upaya Pemda DIY dan Keraton Yogyakarta mengedukasi masyarakat untuk sadar terhadap hak dan kewajibannya. Sehingga proses revitalisasi ini coba dilakukan dan membutuhkan waktu yang panjang.
Revitalisasi Beteng Keraton Yogyakarta
Upaya revitalisasi beteng Keraton Yogyakarta ini sesuai regulasi Perwal Kota Yogyakarta Nomor 118 Tahun 2021 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota Yogyakarta Tahun 2021-2041 dimana harus ada buffer space beteng antara 1,5 atau 2,5 meter. "Jadi tidak menggusur tetap hanya menegakkan regulasi saja," kata Dian.
Dian menyebut konsep beteng ini menjadi bagian historis, ilmu pengetahuan dan nilai masa apabila dikupas. Posisinya beteng sekarang itu sedang terancam kerusakan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Disbud DIY. Beteng keraton rusak karena intervensi bangunan-bangunan, dinamika kota dimana ada beteng yang harusnya tertutup menjadi terbuka hanya untuk memudahkan mobilitas orang keluar masuk.
Pilihan Editor: Mau Lihat Prajurit TNI AL Main Karawitan dan Tari, Singgah ke Keraton Yogyakarta Selasa Ini