TEMPO.CO, Yogyakarta - Halaman Masjid Mataram Kotagede, Jagalan, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta, tampak riuh selama tiga hari, Jumat hingga Minggu, 15-17 September 2023. Keriuhan itu terjadi karena adanya event Pasar Lawas Mataram yang kembali digelar sebagai pengobat rindu, rasa penasaran, dan nostalgia tentang hal-hal jadul khususnya kuliner.
Ada 52 tenant mulai dari kuliner lawasan, dolanan anak, dan pertunjukan seni tradisi hadir memeriahkan gelaran itu.
"Pasar Lawas Mataram ini ingin membawa pengunjung berwisata masa lalu lewat dolanan dan jajanan lawas yang sudah jarang ditemui," kata Ketua Panitia Pasar Lawas Mataram, Sulton Abdul Aziz, Ahad, 17 September 2023.
Aziz menuturkan, dalam event bertajuk Nggugah Sepi Sarana Ngupadi Rejeki itu, pengunjung bisa menemukan kudapan jadul legendaris.
Suasana Pasar Lawas Mataram yang digelar di halaman Masjid Kotagede, Yogyakarta, pada Jumat, hingga Ahad, 15-17 September 2023. (Dok. Istimewa)
Misalnya ada manuk enom yang dalam bahasa Indonesia artinya burung muda. Ini bukan makanan berbahan daging burung, melainkan puding khas Keraton Yogyakarta berbentuk burung kecil yang dibuat dari olahan tape ketan hijau dan singkong, disajikan di atas daun pisang. Manuk enom atau manuk nom ini sudah disajikan sebagai hidangan penutup pada masa Sultan Hamengku Buwono VII (1877-1921).
Adapula jajanan jadul legomoro yakni sejenis lemper atau olahan ketan dengan isian daging ayam yang dibungkus dengan daun pisang.
Pengunjung juga bisa menemukan meniran yang terbuat dari beras padi patah (menir), dikemas seperti arem-arem namun tanpa isi dengan cita rasa yang gurih karena campuran santan di dalamnya.
Ada juga roti kembang waru yang dikenal sebagai salah satu kuliner warisan Kerajaan Mataram Islam. Roti ini memiliki bentuk bulat serta memiliki delapan sisi di pinggirannya seperti bunga pohon waru. Kedelapan sisi tersebut merupakan personifikasi delapan elemen unsur alam yakni tanah, air, angin, api, matahari, bulan, bintang, dan langit. Jika seorang dapat menerapkan delapan laku tersebut, maka ia dipercaya akan menjadi seseorang yang berwibawa, dan jika ia jadi pemimpin akan mampu mengayomi semua rakyat.
Tak ketinggalan, ada pula kue kipo yang legendaris dan biasanya hanya bisa ditemui saat Ramadan di Yogyakarta. Ciri khas kue ini bentuknya mungil berwarna hijau kecokelatan, yang terbuat dari tepung ketan, di dalamnya diisi enten-enten atau unti kelapa.
Kue kipo dikemas dengan daun kelapa dengan cara dibungkus gaya tempelangan. Tempelangan adalah cara membungkus makanan yang ditata di atas selembar daun kemudian ditutup dengan selembar daun lainnya.
Abdul Aziz mengatakan, Pasar Lawas Mataram tahun ini diharapkan dapat menggugah dan menggeliatkan UMKM dan pelaku seni di wilayah itu.
Para pengunjung pun tidak perlu khawatir merogoh kocek terlalu banyak karena panitia telah membatasi harga kuliner yang dijajakan.
"Harganya camilan dan minuman berkisar antara Rp 2 ribu hingga Rp 5 ribu, sementara makanan berat seperti aneka nasi, bubur dan bakmi maksimal Rp 10 ribu," kata dia.
Tahun lalu, pedagang Pasar Lawas Mataram bisa meraup omzet sekitar Rp 400-an juta.
Pasar Lawas Mataram juga menjadi wadah untuk mengingatkan kembali atau bernostalgia tentang memori masa kecil.
Salah satu perintis Pasar Lawas Mataram, Sabar Riyadi menyatakan Pasar Lawas Mataram lebih spesifik pada kuliner lawas khas Kotagede.
Adapun kuliner jadul itu pernah menjadi santapan sehari-hari warga Kotagede saat era kejayaan produksi perak sekitar 1970-an hingga 1980-an.
PRIBADI WICAKSONO
Pilihan Editor: Mlampah Ing Kitha Ageng, Jalan Kaki Susuri Kotagede Sambil Belajar Sejarah