TEMPO.CO, Yogyakarta - Penutupan Tempat Pengolahan Akhir (TPA) Piyungan membuat tiga kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengalami situasi darurat sampah.
Kondisi darurat sampah itu menyusul sampah sampah rumah tangga di Kabupaten Bantul, Sleman dan Kota Yogyakarta yang tak terangkut hingga berserakan ke berbagai sudut ruang publik dan jalanan sejak 23 Juli hingga akhir Agustus ini.
Di balik situasi pelik sampah itu, ada situasi berbeda di destinasi populer keluarga Taman Pintar Yogyakarta, yang tak pernah sepi kunjungan wisatawan dan kelompok study tour berbagai daerah Indonesia.
Taman Pintar mampu mengelola dan menyelesaikan sampah yang diproduksi hingga 60 persen dengan metode yang disebut Integrative Eco Management.
"Metode ini sudah dilakukan sejak akhir 2018 lalu, prinsipnya ramah lingkungan dalam pengelolaannya," kata Kepala Seksi Kerjasama dan Pemasaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelolaan Budaya Kota Yogyakarta, Karmila, selaku pengelola Taman Pintar Kamis 24 Agustus 2023.
Pengolahan sampah integratif
Karmila menjelaskan cara kerja metode itu dilakukan dengan pengelolaan berbeda tiap jenis sampah yang masuk. Baik dari rumah tangga maupun yang dari wisatawan yang datang.
Sampah organik dikelola menggunakan metode biopori, komposter dan budidaya lalat hitam. Sedangkan sampah anorganik dikelola oleh pihak ketiga yaitu Rapel, dan sampah residu diangkut petugas kebersihan.
"Sebagian besar sampah di Taman Pintar itu anorganik, seperti botol minum dan kardus makanan," kata dia. Sedangkan sampah organik berupa daun dan sisa makanan dari pengunjung yang membawa bekal maupun dari food court.
Zona Pengelolaan Sampah Taman Pintar Yogyakarta. (dok. Istimewa)
Dalam satu hari, jumlah sampah yang diproduksi Taman Pintar pada hari biasa antara 200 sampai 300 kilogram. Sementara di akhir pekan, saat ada pameran, ataupun high season mencapai 1.000 hingga 1.200 kilogram.
"Dari metode ini, kami terus mengajak dan mengedukasi masyarakat dan wisatawan yang datang, agar tumbuh kemauan memilah sampah hingga mengelolanya dimulai dari cara sederhana,” kata Karmila.
Masyarakat belajar cara pengelolahan sampah
Taman Pintar terbuka dan siap memberikan pelatihan secara langsung, tentang berbagai cara pengelolaan sampah mandiri di salah satu wahanya yakni Zona Pengelolaan Sampah tanpa dipungut biaya. "Ini juga bagian dari pariwisata berkelanjutan, jadi sampah yang ada bisa diolah secara mandiri," kata dia.
Penanggung Jawab Pengelolaan Sampah Taman Pintar, Anggi Fanani mengatakan, sejak TPA Piyungan ditutup bulan lalu, makin banyak masyarakat yang datang ke Taman Pintar untuk belajar cara pengolahan sampah terutama sampah organik.
Mulai dari Karang Taruna, PKK dan juga sekolah-sekolah di Yogyakarta banyak yang belajar di Zona Pengelolaan Sampah. "Materi edukasinya seputar jenis sampah, bagaimana pemilahannya, hingga praktik mengolah sampah organik,” katanya
Sampah organik di Taman Pintar bisa dikatakan sudah 90 persen dapat teratasi. Dengan adanya 24 lubang biopori, tabung komposter juga peternakan lalat hitam. Bahkan hasil dari olahan sampah organik, seperti pupuk kompos, maggot dan lalat hitam dapat dimanfaatkan langsung untuk tanaman, ikan dan burung di Taman Pintar.
Siklus pemanfaatan sampah terus berputar. Sampah organik yang ada diolah, kemudian hasilnya dimanfaatkan kembali. Misalnya untuk sampah sisa makanan yang diolah dengan budidaya lalat hitam bisa menampung hingga 200 kilogram. Sementara lubang biopori mampu menampung 150 kilogram sampah daun dan ranting yang telah dicacah.
Anggi juga menambahkan, Zona Pengelolaan Sampah Taman Pintar dapat memberikan edukasi dan pelatihan secara gratis bagi masyarakat umum. Caranya tinggal mengajukan surat permohonan, kemudian nanti akan dihubungi waktu pelaksanaannya.
PRIBADI WICAKSONO
Pilihan editor: Jaga Destinasi Bersih, Ini Jurus Yogya Tangani Darurat Sampah Jelang Pembukaan TPA Piyungan