TEMPO.CO, Jakarta - Hari Raya Nyepi adalah salah satu momen penting bagi umat Hindu dalam memperingati Tahun Baru Saka, sebuah sistem penanggalan Saliwahana dari India. Nyepi jatuh pada Maret, tanggalnya dapat berbeda-beda sesuai kalender Hindu. Sebagai perayaan tahun baru, Nyepi bisa dibilang unik sebab awal tahun umumnya dirayakan dengan meriah, bukan justru bermeditasi tanpa melakukan apa-apa.
Notabene, Nyepi hanya diperingati oleh umat Hindu di Indonesia saja, baik itu Bali maupun daerah lain. Hari-hari menjelang Nyepi dimaknai sebagai waktu yang paling suci untuk melakukan pemujaan atau ritual penghormatan bagi dewa dan leluhur mereka. Selama masa itu, umat Hindu melakukan rangkaian upacara mulai dari Melasti, Tawur Agung Kesanga, hingga Pengerupukan.
Rangkaian Nyepi Hari Suci Bagi Umat Hindu
Melasti disebut juga “Melis” atau “Mekiyis” di Bali. Berpakaian serba putih, umat Hindu setempat bakal membawa ratusan Pratima dan Pralingga—sebuah wadah atau media berbentuk manusia dan binatang untuk mengadakan hubungan dengan Ida Sang Hyang Widhi—turun ke pantai. Percikan air laut (tirta amarta) dipercaya dapat menambah kesucian Pratima dan Pralingga tersebut.
Setelah Melasti, ada Tawur Agung Kesanga yang bertujuan untuk membersihkan Bhuana Agung (alam semesta) serta Bhuana Alit (manusia, hewan, dan tumbuhan) berdasarkan konsep Tri Hita Karana (hubungan manusia dengan Tuhan, alam, dan manusia lainnya. Tawur Agung Kesanga sejatinya dilakukan di candi atau tempat lapang lain, tetapi ada pula umat Hindu yang menerapkan dalam skala kecil di rumah-rumah dengan nama upacara Mecaru.
Pada malam setelah Tawur Agung Kesanga terlaksana, umat Hindu akan membakar sebuah seni patung raksasa dari bambu dan kertas alias “ogoh-ogoh”, visualisasi elemen buruk (semacam roh jahat atau kegelapan) yang harus dihancurkan oleh umat manusia. Patung itu memiliki perawakan yang menakutkan untuk menggambarkan segala keburukan yang ada di dunia. Ogoh-ogoh lantas diarak keliling desa dengan iringan obor, tarian tradisional, hingga musik dari gamelan baleganjur.
Baca juga:
Usai rangkaian upacara khidmat dan meriah berakhir, umat Hindu pun memasuki inti dari Hari Raya Nyepi itu sendiri. Sesuai namanya, Nyepi berasal dari kata “sepi”, sunyi dan lengang. Mereka menunaikan puasa dan meditasi selama 24 jam tanpa ada kegiatan apapun. Umat Hindu wajib mengamalkan Catur Brata Penyepian, empat pantangan yang mencakup amati geni (tidak ada api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak ada hiburan).
Daerah yang mayoritas penduduknya beragama Hindu bakal menjadi sangat senyap nan gelap karena semua suara dan suara dimatikan total. Bagi umat Hindu, makna Nyepi adalah merenungkan hidup dan memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk kembali menyempurnakan kesucian Bhuana Agung maupun Bhuana Alit.
Tradisi ini juga memiliki makna yang sangat dalam secara filosofis. Umat Hindu mengimani Hari Raya Nyepi sebagai giliran alam semesta beristirahat dengan meniadakan aktivitas manusia sama sekali, termasuk membungkam pikiran dan emosi mereka. Keheningan dan ketenangan dianggap sebagai jalan menuju kedamaian batin dan kesempurnaan hidup.
Tak hanya sampai di situ, Hari Raya Nyepi juga dianggap sebagai momen di mana umat Hindu membersihkan diri mereka dari segala macam dosa dengan melakukan refleksi kesalahan masa lalu. Melalui rangkaian upacara pemujaan dan meditasi Nyepi, umat Hindu di Indonesia dapat menenangkan diri serta merenungkan setiap keburukan maupun kebaikan yang ada pada diri mereka.
Pilihan editor: Menjelang Nyepi, Umat Hindu di Yogyakarta Gelar Upacara Giri Kerti di Kaliurang Merapi
SYAHDI MUHARRAM