TEMPO.CO, Yogyakarta - Raja Keraton yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta pedih melihat kondisi sekitar lereng Gunung Merapi yang kini tak elok lagi. Sultan berkunjung ke kawasan lereng Gunung Merapi pada akhir pekan lalu bersama permaisuri, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas.
Pada kesempatan itu, Sultan terkejut karena bongkahan tanah masuk ke area Sultan Ground atau wilayah milik Kesultanan Yogyakarta di kaki Merapi, terutama di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Kondisi ini merupakan cermin kian parahnya penambangan pasir liar secara membabi buta.
Selama sekitar empat jam, Sultan menginspeksi wilayah terdampak pertambangan dan lokasi-lokasi yang selama ini dinilai cukup tersembunyi. Di antaranya di Sungai Gendol, Sungai Opak, Sungai Kuning, serta wilayah Umbulharjo, Argomulyo, Glagaharjo, Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan. "Saya terkejut dan tak membayangkan kerusakan di lereng Gunung Merapi ini begitu parah," kata Sultan di Yogyakarta, Senin 13 September 2021.
Dari pengamatannya, menurut Sultan, bekas-bekas tambang ilegal itu dibiarkan menganga tanpa reklamasi. Penambangan pasir berlangsung setiap hari oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab dan menyisakan lubang-lubang besar dengan kedalamanan 50 sampai 80 meter. "Penambang itu hanya mencari duitnya saja, bentuk keserakahan yang saya maksud, tanpa upaya reklamasi, iki nambang opo, golek pasir opo golek opo (ini menambang apa, cari pasir atau mencari apa?)," ujar Sultan.
Petugas Satpol PP merazia truk pengangkut pasir di kawasan Kali Gendol, Sleman, Yogyakarta, (4/12). Bagi pengendara truk yang tidak memiliki surat lengkap harus menjalani sidang di tempat. ANTARA/ Wahyu Putro
Sultan menolak jika alasan penambangan karena hanya ingin memanfaatkan material muntahan erupsi Merapi yang terus terjadi. "Kalaupun digali sedalam 100 meter, ya tetap akan bertemu karena di Yogyakarta ini lava semua," kata Sultan yang sudah menginstruksikan aksi penambangan liar di tanah Sultan Ground itu disetop.
Selama ini Keraton Yogyakarta dan Pemerintah DI Yogyakarta tak pernah mengeluarkan izin penambangan pasir liar di kaki Gunung Merapi. "Saya tutup semua, ada 14 titik penambangan di situ," ujar Sultan yang merinci dari 14 titik itu, sebanyak delapan titik di area Sultan Ground dan sisanya di luar tanah Sultan Ground.
"Yang di luar tanah Sultan Ground juga tak ada izin. Jadi yang menutup Dinas Dinas Energi Sumber Daya Mineral," ujarnya. Sultan juga telah mengumpulkan dan memberi titah kepada warga di lereng Gunung Merapi, khususnya kelompok tani Desa Hargobinangun Pakem hingga Pemerintah Kabupaten Sleman di Desa Hargobinangun, Pakem Sleman, pada Sabtu, 11 September 2021.
"Ingsun kagungan kersa. Gunung bali gunung. Kuwi opo sing bisa tak andhareke marang sliramu kabeh, muga-muga bisa kelaksanan," demikian titah Sultah kepada warga di lereng Gunung Merapi. Jika diterjemahkan, "Saya punya keinginan. Gunung harus kembali ke gunung. Itu yang aku pesankan kepadamu semua, semoga bisa dilaksanakan."
Puluhan warga bantaran Kali Code yang merupakan hilir dari Sungai Boyong di lereng Gunung Merapi panen pasir yang terbawa arus sungai di Krikilan, SInduharjo, Ngaglik, Sleman. TEMPO/Arif Wibowo
Sultan pun memerintahkan agar Kawasan Gunung Merapi harus dijaga kelestariannya seperti sedia kala dan tidak diperkenankan mengeksploitasi sumber daya alam di sekitarnya. Ini sesuai semboyan Hamemayu Hayuning Bawana atau turut memperindah keindahan dunia, yang menjadi falsafah atau pegangan hidup masyarakat Jawa sebagaimana diajarkan pendiri Kasultanan Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Menurut Sultan, alam tidak butuh manusia, melainkan manusia yang butuh alam. Untuk itu, manusia sejatinya harus memperlakukan alam dengan baik. Sri Sultan juga menegaskan kepada masyarakat yang terdampak penambangan pasir liar berupaya mengembalikan kelestarian lingkungan di lereng Gunung Merapi setelah pemerintah menutup seluruh praktik tambang pasir ilegal.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DI Yogyakarta, Biwara Yuswantana menuturkan, hingga kini Gunung Merapi belum berhenti mengeluarkan lava pijar. Sebagai langkah antisipasi, pemerintah telah menutup 14 tambang ilegal di hulu sungai Gunung Merapi. "Penutupan itu atas permintaan penduduk Kecamatan Cangkringan," kata Biwara.
Penutupan 14 tambang pasir ilegal tersebut berada di kawasan rawan bencana. Kondisi tambang juga mengkhawatirkan karena menyisakan lubang-lubang yang begitu dalam sehingga rentan runtuh. Penutupan tambang ilegal dengan cara memasang portal setinggi dua meter dan lebar empat meter. Dengan begitu, tiada alat berat dan truk pengangkut pasir yang bisa masuk.
"Penutupan tambang ilegal tersebut mengurangi bahaya ancaman erupsi Gunung Merapi," kata Biwara. "Setidaknya akses penyelamatan masyarakat lebih lancar karena selama ini truk-truk pasir tersebut lalu lalang melewati jalur evakuasi."
Baca juga:
Rekomendasi Uji Coba Buka Destinasi Wisata Yogyakarta PPKM Level 3 Berubah Semua