TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah maskapai mencatatkan minat masyarakat untuk menikmati penerbangan tanpa tujuan sangat tinggi selama masa pandemi. Bahkan tiket yang ditawarkan terjual dalam hitungan menit.
Penerbangan wisata Qantas Airlines di Australia misalnya, terjual habis hanya dalam 10 menit pada September lalu. Penjualan itu pun tercatat sebagai salah satu penerbangan dengan penjualan tercepat dalam sejarah maskapai.
Sementara itu di Jepang, lebih dari 50.000 orang memesan kursi di penerbangan bertema Hawai dari All Nippon Airways atau ANA pada Agustus.
Tidak hanya itu, sebanyak 300 kursi untuk penerbangan bertema Hello Kitty dengan EVA Air di Taiwan dengan cepat dipesan setelah maskapai mengumumkan penerbangan tersebut pada Agustus.
Penerbangan wisata semacam itu merupakan bentuk adaptasi maskapai menghadapi pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh dunia. Seperti penerbangan pada umumnya, penumpang mendapatkan pengalaman bandara dan maskapai penerbangan secara menyeluruh.
Namun, alih-alih mendarat di tujuan baru pada akhir penerbangan, penumpang akan tiba di bandara yang sama dengan tempat berangkat.
Seperti banyak industri, Covid-19 memaksa industri perjalanan untuk beradaptasi pada 2020. Negara-negara menutup perbatasan mereka sehingga dewan pariwisata mulai memasarkan perjalanan virtual.
Dengan cepat, travel bubble terbentuk sehingga orang punya tempat baru untuk dikunjungi. Perjalanan domestik pun mengalami peningkatan.
Seiring berlalunya waktu berbulan-bulan, perbatasan tetap ditutup dan pembatasan perjalanan pun terus berlanjut.