TEMPO.CO, Yogyakarta - Tren perilaku wisatawan yang menyambangi Yogyakarta di masa pandemi Covid-19 mengalami perubahan.
Wisatawan yang datang itu tak hanya lebih menyukai kunjungan ke destinasi terbuka atau bernuansa alam namun juga mulai banyak memanfaatkan transaksi non tunai.
Perubahan perilaku dari penggunaan uang tunai menjadi cashless itu setidaknya terekam dalam beberapa momentum masa liburan di Yogyakarta yang terjadi mulai Agustus hingga Oktober lalu.
“Kesadaran wisatawan yang menggunakan transaksi nontunai di berbagai destinasi dan pusat perbelanjaan saat pandemi Covid-19 ini terus meningkat,” ujar Direktur Utama Bank BPD DIY, bank milik Pemerintah DIY, Santoso Rohmad, Rabu, 18 November 2020.
Santoso mencontohkan pada periode Agustus atau saat kunjungan tertinggi wisatawan di Yogya, pengguna transaksi nontunai di berbagai destinasi dan pusat belanja di Yogya melalui mobile banking tercatat sebesar 44.606 atau naik sekitar 62 persen. Sedangkan transaksi mobile banking yang terjadi dalam kurun waktu satu bulan saja ada 599.586 transaksi atau meningkat menjadi 57 persen.
Transaksi nontunai pun meningkat lebih tinggi di bulan-bulan berikutnya pasca destinasi yang diizinkan ujicoba beroperasi lebih banyak, yakni mencapai 93 destinasi hingga November 2020. Pada Agustus, Yogya baru membuka 51 destinasi wisata.
Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata DIY, Marlina Handayani menuturkan selama masa new normal, kunjungan wisatawan ke Yogyakarta yang tertinggi memang terjadi pada Agustus lalu yang mencapai 40 ribu wisatawan. Sedangkan rata-rata kunjungan wisatawan pada akhir pekan berkisar 30 ribu hingga 36 ribu pengunjung.
"Para wisatawan yang ke Yogya cenderung mengunjungi daerah terbuka, bernuansa alam dan tidak bergerombol," kata Marlina.
Santoso menambahkan pergerakan pelaku usaha di kawasan wisata Yogyakarta sejak Oktober lalu juga mulai menggeliat pasca terpuruk akibat pandemi Covid-19 ini. Hal itu terukur dari kembali meningkatnya permohonan pengajuan modal usaha khususnya dari kelompok usaha mikro di kawasan wisata perkotaaan seperti pedagang di Malioboro dan destinasi wisata lain di kabupaten-kabupaten Yogyakarta.
“Hanya saja pertumbuhan kredit yang lebih gencar saat pandemi Covid-19 ini justru terjadi pada pelaku-pelaku usaha di destinasi pinggiran, bukan perkotaan,” ujar Santoso.
Ia menuturkan pemerintah saat ini berfokus memacu bangkitnya sektor usaha, khususnya wisata melalui salah satunya bantuan modal usaha.
Dari total 6.339 jumlah debitur di Yogyakarta yang mengakses bantuan senilai total Rp 1 triliun dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020 pemerintah melalui BPD DIY itu, sebanyak 1.319 debitur merupakan kelompok pedagang skala kecil hingga besar dengan total penyaluran sebesar Rp 124 miliar.