TEMPO.CO, Jakarta - Saat berbagai negara menerapkan karantina wilayah atau lockdown, tak sedikit wisatawan yang terjebak di negara lain. Para wisatawan yang berkunjung ke Lord Howe Island, sebuah pulau terpencil di negara Bagian New South Wales, Australia, tak bisa balik ke nagaranya karena pandemi virus corona.
Lord Howe Island, pulau berpasir putih dengan laut biru kristal itu, terdaftar sebagai Warisan Dunia UNESCO. Nah, bagaimana nasib mereka? Para backpacker yang berjulah 350 orang itu, menurut ABC News, harus menutupi kebutuhan dengan biaya pribadi yang besar selama menunggu kepulangan mereka.
Kelompok itu memilih untuk tetap tinggal di pulau yang berlokasi di lepas pantai Port Macquarie di New South Wales, saat Australia menutup kunjungan wisatawan mancanegara. Persoalannya, lapangan kerja bagi wisatawan juga kian menipis.
Mauricio Auguin dan rekannya Paula Nas dari Chili, yang dijadwalkan meninggalkan pulau itu pada akhir Mei, telah memutuskan untuk tinggal sampai penerbangan repatriasi dapat diatur, "Bos kami menyediakan perumahan bagi kami, sehingga kami dapat tinggal di sini secara gratis. Kami bekerja dengan fasilitas akomodasi,” ujar Auguin.
Menurut mereka, kembali ke Chili sangat berisiko saat ini. Karena biaya perumahan dan makan akan lebih mahal. Selain biaya hidup relatif teratasi selama di Lord Howe Island, mereka mengakui penduduk setempat sangat akomodatif dan ramah, yang juga menjadi bagian dari daya tarik untuk tetap tinggal.
Suasana yang nyaman, asri, dan penduduk yang ramah membuat wisatawan betah di Lord Howe Island. Foto: @davidhuting
"Kami aman di sini dan orang-orang di sini sangat ramah dengan kami," kata Auguin. "Kami bukan orang Australia dan mereka melakukan hal-hal yang sangat baik dengan kami, jadi kami sangat berterima kasih untuk itu."
Sementara Nas mengaku gelisah bila harus terbang ke Chili, karena jadwal penerbangan yang tak menentu, "Kami merasa sedikit takut karena kami perlu tahu lebih dari tujuh hari sebelum penerbangan. Karena kami hanya memiliki satu penerbangan per minggu di pulau ini," katanya.
Covid-19 Memicu Eksodus Massal Wisatawan
Julia Donath, dari California, tiba di pulau itu pada bulan Februari dengan rencana berlatih selam selama empat bulan. Dua bulan setelah pelatihannya, pulau itu tiba-tiba “mati”, "Itu gila, terjebak sampai pada saat pulau itu benar-benar menutup perbatasannya," kata Donath. Mulanya ia hendak kembali ke Amerika Serikat, namun setelah berpikir selama dua hari, keinginannya itu ia batalkan.
"Ada banyak ketakutan di sekitar pulau dan banyak orang berkemas dan pergi," katanya. "Saya punya teman yang berkemas dalam kurun waktu 20 menit dan segera meninggalkan pulau itu - pasti akan membuat panik,” ujarnya. Menurutnya, saat pengumuman mengenai pandemi Covid-19, dalam sepekan terjadi eksodus wisatawan, yang menyisakan hanya 350 orang.
Meskipun Kedutaan Besar AS menyuruhnya pulang, Donath memutuskan untuk tinggal, "Aku ingin tinggal di pulau itu, senang berada di sini," katanya. Menurutnya, masyarakat sangat peduli dengan pendatang, itu membuat semuanya baik-baik saja.
Wisatawan yang lain, Leyton akhirnya memutuskan ingin tinggal di Australia dan dapat memperpanjang visa dan kemungkinan ingin tinggal secara permanen. "Kami tahu apa yang terjadi di sini berkaitan dengan virus corona, dan kami membandingkannya dengan apa yang terjadi di negara kami," kata Leyton kepada ABC.
Kepala kantor pos setempat dan operator sebuah kafe, Stephen Sia, mengatakan Lord Howe Island dianggap sebagai tujuan yang aman dari wabah. Pulau itu juga sangat pas untuk tujuan wisata bulan madu.
Destinasi sederhana ini terbiasa menerima kelompok kecil pelancong, dengan batas maksimum 400 wisatawan pada waktu tertentu. Menjadikannya menarik sebagai alternatif yang aman untuk tujuan perjalanan internasional.
Kondisi alam yang masih asri membuat ikan mudah dijumpai di pantai dan cenderung jinak dengan wisatawan. Foto: @scott.portelli
Karena alasan itu, penduduk setempat seperti Sia berharap pembatasan wilayah atau lockdown akan dicabut pada bulan September, tepat pada musim liburan tahun 2020, sehingga ekonomi pariwisata pulau itu dapat dengan mudah bangkit kembali.