Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Di Tasmania, Ada Karantina Rasa Pelesiran Sejak 200 Tahun Lalu

Reporter

Editor

Ludhy Cahyana

image-gnews
Stasiun Karantina Pulau Bruny dibangun pada pertengahan 1800-an. Lokasi karantina diperlukan Australia, untuk mencegah penyebaran penyakit menular seperti tipus dan cacar. Foto: @thecolonialgastronomer
Stasiun Karantina Pulau Bruny dibangun pada pertengahan 1800-an. Lokasi karantina diperlukan Australia, untuk mencegah penyebaran penyakit menular seperti tipus dan cacar. Foto: @thecolonialgastronomer
Iklan

TEMPO.CO, JakartaKarantina menjadi kata yang populer saat wabah virus corona. Metode memisahkan yang sakit dengan yang sehat sudah dilakukan sejak abad pertengahan. Karantina memang tak selalu nyaman, pasalnya, si pasien disendirikan di sebuah ruang yang jauh dari kehidupan sosial. Hal itu dilakukan di Dubrovnik, Kroasia, yang dijadikan tempat karantina para pelaut sebelum masuk ke Venesia, Italia. Tapi di Tasmania beda.

Australia punya pula karantina di Pulau Bruny, Tasmania. Menurut situs Australian War Memorial Pada saat Perang Dunia I pecah, Australia yang memiliki ikatan kuat dengan sekutunya di Eropa, pada tahun 1914 menangkap kapal dagang Jerman SS Oberhausen.

Penangkapan itu dilakukan oleh 11 tentara cadangan Australia, yang dipimpin Kapten Johann Meir dan para pelautnya. Saat ditangkap kapal SS Oberhausen berada di Port Huon, Tasmania, untuk mengisi bahan bakar.

Rupanya, terjalin percakapan instens antara orang-orang Jerman dengan serdadu Australia. Orang-orang Jerman itu lalu menawarkan tong-tong minuman keras. Walhasil, satu grup tentara Australia dan awak kapal SS Oberhausen mabuk. Bahkan sampai mereka berlabuh di Hobart, ibu kota Tasmania, semuanya masih teler.

Menurut BBC, para awak kapal SS Oberhousen lalu dikirim ke kamp interniran di Stasiun Karantina Pulau Bruny. Kondisi di kamp cukup baik, bahkan Kapten Meirr menyebut Pulau Bruny tempat terbaik untuk menghabiskan waktu dalam masa perang.

Pulau mungil yang terletak di lepas pantai tenggara Tasmania itu, memainkan peran penting dalam sejarah Australia. Keterasingannya, membuat Pulau Bruny sempurna untuk karantina. Mereka yang dikarantina bisa menghabiskan waktu 40 hari, untuk bekerja maupun bersantai.  

Penerapan karantina 40 hari – dalam bahasa Italia disebut quaranta giorni – merupakan prosedur lazim yang harus dijalani para awak kapal yang berlayar lintas samudera. Mereka membuang sauh di lepas pantai selama 40 hari, sebelum berlabuh untuk mencegah penyebaran penyakit seperti tipus.

Ruangan bangunan karantina di Pulau Bruny yang kini dijadikan museum. Foto: @thecolonialgastronomer

Nah, prosedur ini juga dilakukan Tasmania mulai 1884. Para penumpang kapal dan awaknya, harus bebas penyakit sebelum diizinkan bersua masyarakat umum. Tapi, alih-alih dikurung di sebuah kapal, mereka menjalani masa isolasi dan menjalani pemeriksaan kesehatan di darat di Stasiun Karantina Pulau Bruny – yang bangunannya masih ada di pulau itu sampai sekarang.

Penghuni Awal Pulau Bruny

Pulau Bruny sebelumnya merupakan milik Suku Aborigin Nuenonne, yang tinggal di kawasan Tasmania dan sekitarnya sejak 6.000 tahun lalu. Sampai sekarang, pulau itu adalah tempat yang indah tertutup hutan perawan dan dikelilingi oleh perairan yang dipenuhi ikan.

Penduduk asli itu bersua dengan orang-orang Eropa pada 1777. Kapal-kapal penjelajah Eropa kerap menggunakan Adventure Bay di Pulau Bruny sebagai tempat berlabuh yang aman. Mereka mengisi kembali persediaan seperti air dan kayu. Orang-orang Eropa memang sekadar singgah sampai 1856, hingga suatu ketika datanglah keluarga Cox.

Anthony Cox diangkut dari Inggris ke Hobart sebagai narapidana pada tahun 1833 karena mencuri. Ia diberikan grasi bersyarat pada Mei 1849 dan menikah dengan terpidana Jane Daly. Prilaku yang baik dan suka terhadap industri, membuat Cox dihadiahi sebidang tanah seluas 19 acre dari pemerintah Austrlia di lokasi yang akan menjadi Stasiun Karantina Pulau Bruny.

Cox dan keluarganya meskipun memiliki tanah luas di Pulau Bruny, mereka mengawali semuanya dari nol. Mereka berhasil membangun rumah yang dinamai, Shellwood Cottage. Rumah itu dipagari dengan rapi dan dikelilingi oleh bunga-bunga. Dibandingkan kehidupan pada masa menjadi narapidana, kebebasan dan ketenangan Pulau Bruny mirip dengan surga.

Anna Woods sukarelawan tenaga medis yang berada di Pulau Bruny pada awal 2020, mengatakan ia bisa membayang kehidupan keluarga Cox, “Terkucil di lingkungan seperti itu sambil menumpuk kayu, memberi Anda waktu untuk menyerap seperti apa kehidupan yang seharusnya bagi para pemukim awal,” ujar Woods kepada BBC.

Tanah itu akhirnya dijual oleh keluarga Cox, dan Stasiun Karantina Pulau Bruny dibangun pada pertengahan 1800-an. Lokasi karantina diperlukan Australia, untuk mencegah penyebaran penyakit menular seperti tipus dan cacar yang lazim pada saat itu. Karantina juga diperlukan, karena pembukaan Terusan Suez pada tahun 1869 meningkatkan jumlah perjalanan internasional, dan ribuan imigran berdatangan ke Australia. Mereka memulai kehidupan baru di koloni Inggris itu, dan dikarantina di Pulau Bruny.

Pulau Bruny kini menjadi destinasi wisata, untuk berkemah, memancing, dan berbagai kegiatan wisata bahari. Di beberapa bagian memiliki resor yang nyaman. Foto: @brunyislandaustralia

Beberapa tinggal di Tasmania, tetapi banyak yang pergi ke daratan Australia begitu mereka dinyatakan bebas dari penyakit. Setibanya di Stasiun Karantina, penumpang kelas satu yang kaya ditempatkan di gedung yang terpisah dari penumpang biasa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tiga dari bangunan asli pada masa karantina masih bisa dilihat hingga kini. Ruang pembersihan menyediakan akses pejalan kaki ke blok isolasi dan dikelilingi oleh pagar setinggi 3 meter, yang juga mengelilingi asrama petugas kesehatan, rumah sakit, bangsal observasi, binatu dan kamar mayat.

Untungnya, tak banyak yang meninggal di Pulau Bruny, yang membuat kamar mayat jarang dipakai. Di pulau itu hanya ada dua nisa di pemakaman kecil, satu untuk Charles Loaney dan yang lainnya untuk John Johanson. Keduanya adalah awak di kapal penumpang SS Oonah, yang meninggal karena influenza pada tahun 1919.

Karantina Rasa Pelesiran

Ketika Kapten Johann Meir dan para pelautnya tiba di Stasiun Karantina pada Januari 1915, tempat itu didirikan sebagai kamp interniran Jerman. Ada sekitar 70 tawanan dan hanya 15 penjaga untuk berpatroli hampir sepanjang 2 km dari garis pantai dan pagar panjang. Tak perlu penjagaan ketat, karena para tawanan juga malas melarikan diri.

Menurut Kathy Duncombe, peneliti dan anggota komite dari Stasiun Karantina Pulau Friends Bruny, salah satu tantangan terbesar mereka adalah rasa bosan. “Mereka menghabiskan waktu menebang pohon, yang dijual, tetapi juga karena memberi mereka sesuatu untuk dilakukan. Beberapa dari mereka membuat kapal dalam botol untuk menghabiskan waktu.” Dua karya mereka dipamerkan di pusat interpretasi Stasiun Karantina Pulau Bruny, yang dibuka pada 2015.

Wisatawan menikmati ketenangan dan keasrian alam di Pulau Bruny. Foto: @brunyislandau

Setelah tawanan Jerman dipindahkan ke Holsworthy Internment Camp di Sydney pada tahun 1915, kamp karantina itu hanya sepi sesaat. Akhir Perang Dunia Satu bertepatan dengan awal pandemi influenza Spanyol. Prajurit Tasmania-Australia yang pulang dari front Eropa, sebelum kembali kepada keluarga diinapkan di pulau itu bersama ratusan pria lainnya.

"Di sini kami berada di rumah lagi pada akhirnya atau lebih tepatnya hampir di rumah," tulis Prajurit Edward Reynardson Wilson kepada ibunya. “Orang pertama yang saya temui di sini adalah Chris (saudaranya). Saya tidak pernah berharap untuk melihatnya pulang begitu cepat. Kamu bisa menebak betapa senangnya aku melihatnya. ”

Bersantai di pulau memang tepat, setelah berbulan-bulan mengalami kengerian perang di Eropa. Mereka berenang, memancing, sepak bola, menonton film dan bermain tinju, yang membantu tentara melepaskan kemarahan dan frustrasi. Mereka bisa bersantai dengan kiriman paket perawatan dari Palang Merah yang berisi barang-barang mewah seperti rokok, buku, dan buah.

Setelah bahaya pandemi influenza telah berlalu, Stasiun Karantina sebagian besar menganggur sampai tahun 1950-an. Lalu, fungsi karantina diubah, dari karantina manusia menjadi karantina tanaman.

Pepohonan buah dari tanah asing yang akan ditaman di Australia, ditanam terlebih dahulu di Pulau Bruny, seperti raspberry, apel, dan hop. Selama periode ini bahwa banyak bangunan asli di situs Stasiun Karantina tersebut dijual kepada petani.

“Pada 1960-an, para pekerja tahu bangunan mana yang mereka gunakan dan yang tidak mereka miliki. Rumah sakit ini masih digunakan sebagai rumah di Pulau Bruny dan banyak barak dari tahun 1919 dijual dan diubah menjadi rumah susun,” kata Duncombe.

Pada tahun 1986, karantina tumbuhan dipindahkan ke Kingston di daratan Tasmania dan situs tersebut tetap tidak aktif. Hingga Pemerintah Tasmania mendeklarasikannya sebagai Cagar Negara pada tahun 2003.

Pada 1950-an, Pulau Bruny sempat menjadi pusat karantina untuk tanaman sebelum ditanam secara luas di daratan Australia. Foto: @GlenShackcloth

Taman Tasmania dan Layanan Margasatwa (PWS) kini menjadi pengelola situs tersebut. Mereka dibantu lembaga swadaya Friends of Bruny Island Quarantine Station (FOBIQS). Para sukarelawan kini menempati asrama, yang dulunya merupakan tempat tinggal para tenaga medis.

Menurut Duncombe, Pulau Bruny terbuka bagi wisatawan yang menggemari sejarah ataupun petualangan. Selain kicau burung dan angin yang menggoyang pepohonan eucalyptus, satu-satunya suara yang kemungkinan terdengar di Stasiun Karantina adalah suara kaki yang menyaruk kerikil di seputar Stasiun Karantina.

AUSTRALIAN WAR MEMORIAL | BBC

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Direktorat Jenderal Pajak dan Australia Kerja Sama bidang Pertukaran Informasi Cryptocurrency

1 hari lalu

Indonesia dan Australia Memperluas Kemitraan di Bidang Pajak pada Senin, 22 April 2024. Sumber: dokumen Kedutaan Besar Australia di Jakarta
Direktorat Jenderal Pajak dan Australia Kerja Sama bidang Pertukaran Informasi Cryptocurrency

Kesepakatan kerja sama ini dirancang untuk meningkatkan deteksi aset yang mungkin memiliki kewajiban pajak di kedua negara.


Australia Luncurkan Fase Baru Program Investing in Women

2 hari lalu

Pemerintah Australia pada 23 April 2024, meresmikan fase baru Program Investing in Women. Sumber: dokumen Kedutaan Besar Australia
Australia Luncurkan Fase Baru Program Investing in Women

Program Investing in Women adalah inisiatif Pemerintah Australia yang akan fokus pada percepatan pemberdayaan ekonomi perempuan di Indonesia


PM Australia Sebut Elon Musk Miliarder Sombong Gara-gara Tolak Hapus Unggahan di X

2 hari lalu

CEO SpaceX dan Tesla, dan Pemilik Twitter, Elon Musk. REUTERS/Gonzalo Fuentes
PM Australia Sebut Elon Musk Miliarder Sombong Gara-gara Tolak Hapus Unggahan di X

Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menyebut Elon Musk sebagai miliarder sombong karena tak mau menghapus unggahan di media sosial X.


Kemendag Dorong Ekspor Buah Manggis ke Australia, Butuh Penyedia Jasa Iradiasi

2 hari lalu

Selama empat tahun Badan Karantina Kementerian Pertanian tidak bisa mengekspor buah manggis ke Tiongkok
Kemendag Dorong Ekspor Buah Manggis ke Australia, Butuh Penyedia Jasa Iradiasi

Kemendag mendorong ekspor buah sebagai implementasi perjanjian Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA).


4 Fakta Tentang Kasus Penusukan di Sydney: Mengincar Wanita hingga Seorang Bayi Jadi Korban

3 hari lalu

Korban penusukan di Australia. Istimewa
4 Fakta Tentang Kasus Penusukan di Sydney: Mengincar Wanita hingga Seorang Bayi Jadi Korban

Berikut fakta-fakta soal kasus penusukan di Mall Bondi Sidney pekan lalu yang menghebohkan Australia.


Kegagalan di Piala Asia U-23 2024 Tak Akan Ganggu Prospek Pemain Muda Australia

3 hari lalu

Pelatih Australia U-23 Tony Vidmar . Foto : AFC
Kegagalan di Piala Asia U-23 2024 Tak Akan Ganggu Prospek Pemain Muda Australia

Tony Vidmar mengaku tersingkirnya Timnas Australia U-23 di Piala Asia U-23 2024 tak akan mengganggu prospek jangka panjang para pemain.


Massa Berkumpul di Bondi Beach Kenang Para Korban Serangan Penusukan di Mal Bondi Sydney

3 hari lalu

Polisi memasuki Gereja Assyrian Christ The Good Shepherd  bersama seorang pendeta setelah serangan pisau terjadi saat kebaktian pada Senin malam, di Wakely, di Sydney, Australia, 17 April 2024. REUTERS/ Jaimi Joy
Massa Berkumpul di Bondi Beach Kenang Para Korban Serangan Penusukan di Mal Bondi Sydney

Setelah serangan penusukan yang merenggut 6 orang, ratusan orang berkumpul untuk mengenang para korban dengan menyalakan lilin dan menyanyikan himne


Elon Musk Berdebat dengan Pemerintah Australia Soal Konten Penikaman Uskup di Sydney

3 hari lalu

CEO SpaceX dan Tesla, dan Pemilik Twitter, Elon Musk. REUTERS/Gonzalo Fuentes
Elon Musk Berdebat dengan Pemerintah Australia Soal Konten Penikaman Uskup di Sydney

Pemilik media sosial X Elon Musk menolak untuk menghapus konten media sosial tentang insiden penikaman uskup di Sydney, menentang perintah komisaris sensor Australia.


Australia-Indonesia Kerja Sama Bidang Iklim, Energi Terbarukan dan Infrastruktur

3 hari lalu

Seremoni program Kemitraan Australia-Indonesia untuk Iklim, Energi Terbarukan dan Infrastruktur, yang akan menggabungkan modal pemerintah dan swasta untuk mempercepat investasi, 19 April 2024. Sumber: dokumen Kedutaan Besar Australia di Jakarta
Australia-Indonesia Kerja Sama Bidang Iklim, Energi Terbarukan dan Infrastruktur

Australia lewat pendanaan campuran mengucurkan investasi transisi net zero di Indonesia melalui program KINETIK


Kemendag Dorong Produk Pertanian Indonesia Masuk Pasar Australia, Manggis Paling Diminati

4 hari lalu

Seorang pembeli memilih buah Manggis yang dijajakan masyarakat di jalan nasional menuju Banda Aceh, di kawasan Meureudu, Kec. Simpang Tiga, Kab. Pidie, Aceh. Selasa (10/7). ANTARA/Rahmad
Kemendag Dorong Produk Pertanian Indonesia Masuk Pasar Australia, Manggis Paling Diminati

Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Atase Perdagangan RI di Canberra berupaya mendorong para pelaku usaha produk pertanian Indonesia memasuki pasar Australia.