TEMPO.CO, Jakarta - Okonomiyaki, boleh saja disebut bakwan goreng mewah ala Jepang. Turis Amerika dan Eropa menyebutnya pancake. Bila warga Indonesia menyebutnya bakwan goreng, karena komposisinya yang menggunakan bahan tepung terigu yang diencerkan dengan air atau dashi, ditambah kol, telur ayam, makanan laut atau daging babi dan digoreng di atas penggorengan datar yang disebut teppan.
Okonomiyaki salah satu jenis masakan teppanyaki yang bisa dimakan begitu saja. Bisa juga difungsikan sebagai lauk teman nasi putih. Soal isian, silakan, sekreatif Anda. Sebab, dalam bahasa Jepang pun, okonomiyaki, terdiri dari dua suku kata: okonomi berarti "suka-suka" dan yaki berarti "panggang" atau digoreng. Jadi, sesuai namanya lapisan atas (topping) okonomiyaki bisa disesuaikan dengan selera.
Kuliner ini, bisa didapati dalam dua gaya: ala Kansai dan Hiroshima. Bedanya, okonomiyaki ala Kansai cara membuatnya irisan kol dicampur dengan adonan seperti sewaktu membuat puyonghai. Sementara gaya Hiroshima (Hiroshimayaki) irisan kol hanya ditebarkan di atas adonan yang dituang di atas penggorengan, seperti membuat pancake.
Di sepanjang Sungai Tenma Hiroshima, terdapat banyak penjaja makanan. Dan okonomiyaki salah satunya. Kedai pembuat kudapan satu ini, sebagaimana kedai lainnya. Memiliki tirai, tergantung setengah pintu. Itu menunjukkan kedai buka.
Burung Merpati beterbangan di atas Peace Memorial Park, dengan latar Monumen Bom Atom, pada saat upacara peringatan 70 tahun jatuhnya bom atom di Hiroshima, 6 Agustus 2015. Bom Atom membunuh sekitar 140.000 penduduk. Bom atom itu membuat okonomiyaki meraih popularitasnya hingga kini. REUTERS/Toru Hanai
Begitu masuk, wisatawan bisa mendengarkan teriakan "irashaimasen" (selamat datang) dan tamu dipersialan duduk menghadap meja hotplate persegi panjang besar.
Dalam pembuatan okonomiyaki, koki akan menuangkan adonan encer di atas teppan. Karena ini di Hisroshima, setelah adonan dituang, dengan cekatan koki menaruh gunungan kubis, tauge, dan daging. Juga ditambahkan mi ramen yang sudah matang. Atraksi selanjutnya, adonan itu dibolak-balik dan digulung. Lalu, hoopla! Jadilah okonomiyaki hangat yang pas untuk mengisi perut dalam suasana dingin.
Tapi itu, belum selesai. Koki lalu memecah dua butir telur ke atas panggangan. Telur itu didadar, dan di atasnya diberi taburan daun bawang hijau cincang, serpihan bonito kering, dan rumput laut nori. Lalu ia bicara dengan keras namun ramah, "Itadakimasu (Selamat makan)!"
Okonomiyaki seperti menjadi identitas Hiroshima, menukil Insider. Okonomiyaki bahkan populer pula seluruh Jepang, khususnya di wilayah Kansai (Osaka, Kyoto dan Kobe, dan di Hiroshima) sekitar 300 km di pantai Laut Pedalaman dari Osaka. Kalau menyebut okonomiyaki ikon Hiroshima tak berlebuhan.
Pasalnya, kota itu memiliki restoran okonomiyaki per kapita terbanyak dibanding daerah lain. Di wilayah Okonomimura berupa jajaran gedung empat lantai di pusat kota Hiroshima, terdapat 25 restoran okonomiyaki yang masing-masing dengan variasinya sendiri.
Variasi itu membuat wisatawan mendapat banyak pilihan. Misalnya tidak suka daging babi? Bisa mencoba isian kerang di kedai sebelahnya. Bila menyukai okonomiyaki untuk vegetarian, bisa mendatangi kedai lainnya. Di Pulau Miyajima, hanya 10 menit perjalanan dengan feri melintasi Hiroshima Bay, beberapa tempat, seperti restoran Yosakoi di pinggir laut, melayani anagoyaki: okonomiyaki dengan irisan anago (conger eel), yang jadi hidangan signature pulau itu.
Prinsip “suka-suka” membuat okonomiyaki juga dihidangkan di rumah-rumah dengan berbagai versi. Okonomiyaki seperti adat istiadat bagi warga Hiroshima. Mereka punya alasan lain untuk bangga dengan hidangan lokal mereka: itu adalah makanan yang memicu kebangkitan kota pasca-bom.
Bahan-bahan untuk membuat okonomiyaki. Foto: @o_mangetsu
Prototipe awal okonomiyaki Hiroshima pertama kali muncul pada periode sebelum Perang Dunia Kedua. Dikenal sebagai "issen yoshoku" – yang dibuat meniru pancake Barat, yang masuk ke Jepang pada era Meiji. Makanan yang dijual murah, dalam bentuk pancake tipis dengan bawang merah dan serpihan ikan kering atau udang, tetapi terbukti sangat populer di kalangan anak-anak.
Pada tanggal 6 Agustus 1945, sebuah bom atom dijatuhkan di Hiroshima, langsung mengubah kota menjadi gurun gosong. Sebagai akibat dari kengerian ini, para penyintas - yang menghadapi kekurangan makanan akut - harus puas dengan makanan apa pun yang mereka dapat temukan. Mereka yang selamat, memunguti lempengan-lempengan besi dari puing-puing dan menggunakannya sebagai kompor darurat untuk memasak yoshoku, makanan favorit sebelum perang, menggunakan tepung dan apa pun yang bisa mereka dapatkan.
Ketika rekonstruksi kota, kedai-kedai makanan dan tempat makan murah lainnya bermunculan di Hiroshima. Mereka tak melupakan makanan pada era kesengsaraan itu, dan kedai-kedai menjual yoshoku. Banyak kios jalanan ini terkonsentrasi di pusat kota Shintenchi, tempat kompleks Okonomimura sekarang berdiri.
Mereka mulai menambahkan bahan apa pun yang tersedia - seperti kubis, telur, ramen atau mie soba dan makanan laut lokal - untuk menjadikan yoshoku sebagai makanan yang lebih substansial --yang dapat menopang masyarakat setempat, ketika mereka membangun kembali kehidupan mereka, dan kota mereka.
Para koki menyiapkan okonomiyaki di atas teppan. Foto: @geoinlondon
Pendekatan pick-and-mix baru untuk bahan-bahan ini adalah bagaimana hidangan mendapatkan nama yang lebih tepat: okonomiyaki, yang berarti "apa pun yang Anda suka, bakar". Pada akhir 1950-an, itu telah menjadi populer di antara semua kelas sosial dan kelompok umur, simbol yang dihargai dari ketahanan dan vitalitas masyarakat setempat.
Jika suatu saat Anda bertandang ke Hiroshima, Anda akan mencium bau okonomiyaki, bahkan jika tak mencicipinya sekalipun. Setiap satu blok, yang wisatawan jalani, selalu disambut aroma hangat dan ramah yang mengalir keluar dari pintu dan jendela, meresapi udara dengan manisnya yang lezat. Aroma itu bisa menghibur tapi sekaligus membuat perut kian keroncongan.