Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Chitradurga, Saksi Perang Paling Berdarah di India Selatan

Reporter

Editor

Ludhy Cahyana

image-gnews
Benteng Chitradurga selama 300 tahun mengalami perang yang konstan di India Selatan. Foto: Kushal P K/Wikimedia
Benteng Chitradurga selama 300 tahun mengalami perang yang konstan di India Selatan. Foto: Kushal P K/Wikimedia
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Bertandang ke Bangalore ibu kota negara bagian Karnataka, India, jangan hanya singgah ke Hampi, situs ibu kota Kerajaan Wijayanagara – yang merupakan kota terbesar di dunia pada abad ke-14. Tapi, kunjungi pula Chitradurga Ford atau Benteng Chitradurga.

Benteng yang dibangun pada tahun 1500-an, itu sejatinya memiliki sejarah yang lebih tua lagi. Chitradurga, berada di Deccan, sebutan untuk wilayah yang meliputi India Selatan: Andhra Pradesh, Karnataka, Kerala dan Tamil Nadu. 

Baca Juga:

Meskipun telah lama ditinggalkan dan banyak bangunannya menjadi reruntuhan, namun benteng ini terus dikunjungi wisatawan dunia. Selama 300 tahun, benteng ini memegang peranan politik yang penting di wilayah Deccan. Dibangun mula-mula oleh Suku Nayaka, namun sejatinya Benteng Chitradurga memiliki ikatan dengan periode awal dalam sejarah India.

Ukiran dari dekrit Kerajaan Ashoka yang berasal dari abad ke-3 SM telah ditemukan di benteng. Bahkan, terdapat ukiran mengenai perang legendaris yang dijelaskan dalam epos Mahabharata antara pahlawan Bhima dan iblis pemakan manusia, Hidimbasura.

Suku Nayaka sempat kehilangan benteng itu, saat Kerajaan Wijayanagara memperluas wilayah kerajaannya. Namun saat serbuan pasukan muslim dari India Utara, dan melemahkan Kerajaan Wijayanagar, benteng itu kembali bisa direbut oleh Suku Nayaka pada 1600-an. Suku Nayaka kemuadian melanjutkan kekuasaan mereka di wilayah itu, dan memperluas benteng lebih jauh. 

Baca Juga:

Pada puncak pemerintahan Suku Nayaka, Benteng Chitradurga memiliki 18 kuil, 19 gerbang, 38 pintu masuk posterior, 35 pintu masuk rahasia, beberapa reservoir dan gudang, dan 2.000 menara penjaga. Benteng itu, menjadi saksi beragam pertempuran besar di India Selatan yang intens. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Benteng itu berhasil memukul mundur arus penyerbu yang terus menerus sampai tahun 1779, hingga akhirnya jatuh ke tangan Sultan Haidar Ali dari Kerajaan Mysore. Anak Haidar Ali, Sultan Fateh Ali Tipu, yang meneruskan perjuangan ayahnya melawan Inggris, akhirnya kalah. Benteng Chitradurga akhirnya jatuh di bawah kendali Inggris. 

Di bawah kendali Inggris, Benteng Chitradurga berganti nama Chitaldoorg, dan digunakan untuk benteng pertahanan dan pusat komando pasukan Inggris di India Selatan. Kini, benteng itu istirahat dalam damai. Tembok-temboknya tak lagi menahan gempuran Meriam.

 Chitradurga Fort merupakan benteng yang jadi saksi pertempuran paling berdarah di India Selata. Foto: Sanjay Godbole/Wikimedia

Benteng Chitradurga kini menjadi tengara Kota Chitradurga. Bahkan, benteng itu menjadi ikon di Karnataka, sebagai pemersatu suku-suku yang berbahasa Kannada di India Selatan. 

Bagi mereka yang ingin bertandang ke Benteng Chitradurga, benteng itu terbuka dari fajar hingga senja. Sayangnya, benteng itu tak memiliki akses untuk difabel, karena memiliki banyak lereng curam. Biaya masuk mencapai 5 Rupee bagi warga lokal, sementara wisatawan mancangera membayar 100 Rupee.

Iklan


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada