TEMPO.CO, Yogyakarta - Kerajinan batik masih menjadi suvenir buruan wisatawan, saat mereka menyambangi Yogyakarta. Selain itu, kerajinan batik juga mudah ditemui di berbagai sentra yang tersebar di Kota Gudeg. Pengrajin batik ada di tiap kabupaten/kota di Yogyakarta dan masih menjaga motif unggulannya masing-masing.
Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) Yogyakarta mencatat industri kerajinan dan batik menjadi salah satu sektor industri yang dapat mengakselerasi perekonomian daerah dan nasional dengan cepat.
"Kekuatan dari industri kerajinan dan batik bersumber dari kreativitas sumber daya manusia yang membuatnya, faktor lainnya adalah bahan bakunya yang relatif banyak tersedia," kata Kepala BBKB Yogyakarta Titik Purwati Widowati Rabu 12 Februari 2020.
Namun, ujar Titik, di era revolusi industri 4.0 yang dihadapi saat ini, industri kerajinan dan batik mendapat tantangan berat untuk berinovasi agar pamornya tak tenggelam.
Menurut Titik, ada beberapa langkah inovasi yang dapat dilakukan pada industri kerajinan dan batik, agar produk-produknya mampu menyesuaikan perubahan yang terjadi pada pasar milenial saat ini.
Langkah pertama, masyarakat khususnya pengrajin perlu berinovasi dengan memanfaatan material baru, eksplorasi olah bentuk, diversifikasi fungsi produk kerajinan dan batik.
Pengunjung mengamati batik yang dijual di Pasar Beringharjo, Yogyakarta, Jumat, 7 Juni 2019. Pasar yang terletak di jantung Kota Yogyakarta itu merupakan salah satu destinasi wisata belanja yang banyak diminati oleh wisatawan untuk berburu oleh-oleh saat libur lebaran. ANTARA/Andreas Fitri Atmoko
Kemudian, langkah kedua dengan cara menginovasi proses produksi. Cara ini memungkinkan batik yang dihasilkan dapat bersaing dari sisi harga jual, kualitas dan nilai tambah seninya.
Pemanfaatan teknologi dan hasil riset yang ada pada lembaga litbang (penilitian dan pengembangan) perguruan tinggi dan industri, yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi produksi industri kerajinan dan batik.
Cara ketiga dengan inovasi bisnis. Cara-cara bisnis baru juga dapat dikembangkan, agar produk industri kerajinan dan batik dapat lebih diterima pasar atau dapat menjangkau ceruk pasar baru yang belum terolah.
Titik mengungkapkan sejak 2016, lembaganya yang menjadi unit litbang Kementerian Perindustrian yang khusus menangani industri kerajinan dan batik, juga menggelar program khusus meningkatkan daya saing komersial, produktifitas, serta potensi ekspor sektor industri batik dan kerajinan.
Caranya melalui pendekatan inovasi yang dinamai Innovating Jogja. Dalam program ini Balai Besar Kerajinan dan Batik membuat kegiatan semacam inkubasi atau inkubator bisnis. Kegiatan ini menyasar start-up berbasis inovasi di bidang kerajinan dan batik, yang digarap dengan sistem kompetisi.
Titik mengatakan program itu diperuntukkan bagi seluruh warga yang berdomisili di DI Yogyakarta dan sekitarnya, yang berusia di bawah 45 tahun.
Peserta hanya wajib memiliki inovasi dan semangat untuk menjadi wirausaha mapan. Lalu diminta mengirimkan ide dan inovasinya di bidang kerajinan dan batik secara online.
Bagi calon peserta yang ide dan inovasinya tersaring secara admistratif akan diminta melakukan presentasi. Lalu dari presentasi tersebut tim penilai akan memilih calon peserta yang akan mengikuti kegiatan bootcamp selama tiga hari dua malam.
Para peserta nyanting bareng itu berasal dari sejumlah instansi yang tergabung dalam Paguyuban Instansi Sukonandi merayakan Hari Batik Nasional. TEMPO/Pribadi Wicaksono
Dalam bootcamp tersebut, akan dilakukan penajaman visi bisnis, workshop rencana bisnis dan rencana kerja melalui pendampingan konsultan.
Finalnya, tim penilai memilih tiga sampai empat ide bisnis yang berhak menjadi tenant inkubator bisnis teknologi Innovating Jogja 2020. Mereka juga mendapatkan fasilitas bahan produksi sebesar Rp20 juta, pendampingan, dan konsultasi bisnis serta akses penggunaan laboratorium produksi di Balai Besar Kerajinan dan Batik.
PRIBADI WICAKSONO