TEMPO.CO, Jakarta - Suku-suku Badawi (Bedouin/Badui) suku asli jazirah Arab, wilayah pengembaraannya hingga Gurun Negev, wilayah di selatan Israel. Negev meliputi wilayah seluas 13.000 km2 atau sekitar 55 persen dari luas wilayah Israel.
Kota terbesar di Negev, berada di sisi perbatasan utara, tepatnya di Kota Beersheba. Batas selatannya adalah Teluk Aqaba dan kota wisata Eilat. Terdapat sejumlah kota-kota yang sedang dikembangkan, antara lain Dimona, Arad dan Mitzpe Ramon, dan juga banyak desa-desa kecil suku Badui, termasuk Rahat dan Tel as-Sabi.
Desa-desa kecil itu memiliki seni sulaman dan tenun yang nyaris hilang, karena belum dipromosikan dan dipasarkan dengan baik. Sejak 2013, pemerintah Israel, turun tangan melestasikan seni itu, untuk meningkatkan keuangan dan posisi perempuan Badui. Mereka dibina dan diberi permodalan dengan membuat kerajinan dengan tujuan komersial.
Program yang dinamai Negev Desert Embroidery and Weaving, menjadikan desa-desa Badui secara resmi dinyatakan sebagai situs wisata. Program tersebut mengubah kerajinan perdagangan yang sebelumnya kecil menjadi situs warisan budaya nasional.
Negev Desert Embroidery and Weaving berpusat di sekitar permukiman Lakiya di dekat Be'er-Sheva, Israel. Di Lakiya, kerajinan tenun dan sulaman dipajang untuk dipamerkan kepada wisatawan. Seni sulaman dan bordir yang dipamerkan diproduksi di rumah-rumah. Bahkan, wisatawan bisa menyaksikan langsung proses menenun dan menyelam di rumah-rumah mereka.
Keterampilan seni tersebut diwariskan dari beberapa generasi dan dipelajari oleh para wanita Badui. Untuk meningkatkan kemampuan para pengrajin, Negev Desert Embroidery and Weaving juga mengadakan lokakarya, bagi siapa saja yang tertarik untuk mempelajari seni kuno tersebut. Sulaman itu menghasilkan dompet, pakaian, hingga hiasan dinding. Hasilnya, tentu kembali kepada para wanita pengrajin.
Seni tenun dan sulam Badui memiliki motif garis yang tegas. Foto: Polly Neill/Pinterest
Tenun gurun yang dipamerkan kepada wisatawan, merupakan kerajinan skala yang jauh lebih besar – hasil produksi beberapa desa. Dari sisi produksi, para pengrajin menggunakan metode tradisional yang menggunakan alat yang lebih besar. Sedangkan pewarnaan kain tenun menggunakan pewarna yang diimpor dari Inggris dan kain yang dipintal dari bulu unta, kambing, dan rambut domba. produk-produknya didekorasi dengan garis-garis tegas bergaya Badui.
Komersialisasi seni tenun dan sulam wanita Badui tersebut, menjadi oase kesetaraan gender dalam masyarakat Badui. Asumsinya, para wanita itu tak memiliki pekerjaan untuk menambah pemasukan bagi keluarga.