TEMPO.CO, Jakarta - Ribuan orang berpartisipasi dalam Lampah Budaya Mubeng Beteng pada Minggu 1 September 2019 dini hari. Prosesi ini dilaksanakan guna memeringati pergantian Tahun Baru Islam 1441 H atau Tahun Wawu 1953 dalam Kalender Jawa.
Makna kegiatan ini sarana introspeksi diri atas kesalahan dan kejadian di waktu yang telah berlalu, agar dapat menjadi manusia yang lebih baik di waktu yang akan datang.
Prosesi diawali dengan pembacaan macapat di halaman Bangsal Pancaniti, Kompleks Kamandungan Lor, Keraton Yogyakarta pada Sabtu (31/8) pukul 21.00 WIB.
Selanjutnya, putri sulung Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi didampingi putri dan mantu Dalem lain yakni GKR Condrokirono, GKR Maduretno, KPH Purbodiningrat, dan KPH Notonegoro melepas rombongan tepat pukul 24.00 WIB, diiringi dengan dentingan lonceng Kamandungan Lor sebanyak 12 kali.
Sebelum pelepasan, terlebih dahulu KPH Purbodiningrat menyematkan simping mlathi di telinga para pemegang Dwaja (bendera) masing-masing wilayah di DIY. Adapun bendera tersebut antara lain bendera Merah Putih, bendera Gula Klapa (bendera Kasultanan), dan klebet Budi Wadu Praja (DI Yogyakarta).
Terdapat juga lima bendera yang merepresentasikan kabupaten dan kotamadya, yakni klebet Bangun Tolak (Yogyakarta), Mega Ngampak (Sleman), Podang Ngisep Sari (Gunung Kidul), Pandan Binetot (Bantul), dan Pareanom (Kulon Progo)
Adapun rute yang ditempuh masih sama seperti tahun sebelumnya yakni Kamandungan Lor-Kauman-Ngabean-Pojok Beteng Lor Kulon-Pojok Beteng Kulon-Jl. MT Haryono-Pojok Beteng Wetan-Jl.Brigjen Katamso-Jl.Ibu Ruswo-Alun-alun Utara-Kamandungan Lor. Keseluruhan prosesi kegiatan selesai pada pukul 02.00 WIB.
"Makna lampah dalam tradisi Mubeng Beteng ini sikap prihatin, refleksi diri, bagaimana agar kita sebagai manusia bersikap lebih baik di masa datang," ujar Kanjeng Raden Tumenggung Wijoyo Pamungkas, panitia prosesi Mubeng Benteng itu.
Lewat tradisi ini dipanjatkan pula doa-doa bagi bangsa agar senantiasa diberkahi ketentraman dan kedamaian, “Selalu ada doa untuk bangsa dari tradisi ini. Agar bangsa ini selalu menjaga keutuhan satu sama lain dan tidak mudah terpecah belah," ujarnya.
Dalam laku mubeng beteng itu pun para abdi membentangkan bendera merah putih di barisan terdepan. Secara khidmat ribuan orang berjalan dengan diam mengikuti di belakang.
Para abdi dalem membaca doa dalam acara Mubeng Beteng. Foto: @ibonugro_
Tradisi Mubeng Beteng sejatinya merupakan inisiasi dari Abdi Dalem di masa lalu bersama masyarakat. Tradisi ini telah ditetapkan sebagai salah satu Warisan Budaya Nasional Tak Benda yang dimiliki Yogyakarta sejak tahun 2015.
PRIBADI WICAKSONO