TEMPO.CO, Palembang – Genap 7 bulan dari peresmian galeri di Objek Wisata Situs Arkeologi Bukit Seguntang, tempat bersejarah itu tertutup rapat sampai saat ini. Bahkan bangunan baru di depan pintu masuk yang digunakan sebagai galeri, ruang informasi, mushola dan toilet ditumbuhi semak-semak rumput.
Baca juga: Jogja Heboh, Wisatawan Tak Perlu Lagi Tawar Harga
“Memang belum dibuka, kita masih menyiapkan isi galerinya,” ujar Pelaksana Harian Dinas Pariwisata Sumatera Selatan, Aufa S Sarkomi, Kamis 7 Februari 2019.
Dia juga mengatakan, walau sudah diresmikan bangunan di Bukit Seguntang belum diserahterimakan oleh pemerintah pusat ke Dinas Pariwisata Sumatera Selatan.
“Pembangunannya kan menggunakan dana APBN,” lanjutnya.
Sebelumnya, Gubernur Sumatera Selatan saat itu, Alex Noerdin telah meresmikan galeri dan bangunan lainnya hasil revitalisasi situs selama 2 tahun, dari oktober 2016 sampai juni 2018 pada Selasa 26 Juni 2018. Bahkan pada acara peresmian itu, Alex Noerdin mengatakan galeri dan perlengkapan Bukit Seguntang bisa dinikmati sebelum pelaksanaan Asian Games 2018.
Setelah diresmikan 7 bulan lalu, situs Arkeologi Bukit Seguntang belum dibuka untuk umum. Tempo/Ahmad Supardi
Pembangunan itu menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumsel saat itu, Irene Camelyn Sinaga membutuhkan dana sebesar 15 M, menggunakan uang APBN. Khusus tahun 2018, dibantu dana APBN sebanyak 1 M dan APBD sebanyak 1,3 M, total 2,3 M.
“Isi galeri yang masih disiapkan itu dari replika penemuan-penemuan di Bukit Seguntang,” kata Aufa. Disebutkan pula, bahwa rencananya, dalam galeri akan diisi oleh replika arca, prasasti, stupa dan benda kuno lainnya yang dulu ditemukan di Bukit Seguntang.
Memang dulu kala, di daerah Bukit Seguntang ini ditemukan fragmen Arca Bodhisattwa batu, pada arca ini kepalanya digambarkan dengan rambut yang tersisir rapi dengan ikatan pita berhias kuntum bunga. Di bukit ini juga ditemukan fragmen prasasti, reruntuhan stupa berbahan batu pasir dan bata, Arca Kuwera yang bergelar bendahara para dewa itu, juga Arca Budha Wairocana yang merupakan budha yang sering disebut tubuh yang terberkati.
Tak hanya itu, di bukit kecil seluas 16 hektar, setinggi 29-30 meter dari permukaan laut, itu ada penampilan baru pada makam-makam raja Melayu dan juga dari Kerajaan Sriwijaya. Yakni Raja Segentar Alam, Putri Kembang Dadar, Panglima Bagus Kuning, Panglima Bagus Karang, Putri Rambur Selako, Pangeran Radja Batu Api, dan Panglima Tuan Junjungan. Kalau dulu, dipagar dengan dinding kayu beratap seng, serta berkelambu, sekarang kuburan itu terbuka, namun tetap menggunakan kanopi. Tampilan baru lainnya yakni adanya kolam di puncak bukit.
Setelah diresmikan 7 bulan lalu, situs Arkeologi Bukit Seguntang belum dibuka untuk umum. Tempo/Ahmad Supardi
Pemugaran itu penting, kata Aufa, sebab Bukit Seguntang menjadi saksi dan juga menyimpan data saat-saat masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya berdasarkan temuan masa Hindu Budha, juga catatan dari Kitab Sulalatus Salatin. Disebutkan bahwa di Bukit Seguntang inilah asal muasalnya keturunan Melayu yang menyebar sampai ke Singapura hingga Malaysia.
Namun peresmian hasil revitalisasi Situs Arkeolog Bukit Seguntang itu tak disambut antusias arkeolog Sumatera Selatan. Alasannya saat pemugaran, pemerintah tidak memperhatikan Undang-undang Cagar Budaya nomor 11 tahun 2010. Dia memprotes adanya kolam di puncak bukit, batu-batu replika yang dibuat dari semen.
“Seharusnya pembangunan itu bisa dipertanggungjawabkan secara akademis, teknis dan administratif,” kata Arkeolog asal Sumatera Selatan Retno Purwati.
Dia juga mengatakan saat pembangunan tidak ada koordinasi dengan tim ahli, baik dari tim arkeologi maupun sejarawan.“Situs Arkeolog Bukit Seguntang sudah dirusak tahun 1990an, ditambah bangunan baru itu,” tuturnya.
Baca juga: Wisata Sumatera Selatan, Apa Fungsi Kapal Wisata Belantara?