TEMPO.CO, Sleman - Berkunjung ke obyek Wisata Rumah Domes di Desa Sengir, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, tak sekedar piknik. Ada edukasi yang ditawarkan saat melihat rumah-rumah berbentuk kubah di sana.
Arsitektur rumah domes yang ada di destinasi ini dibuat tak hanya tahan gempa, tetapi tahan angin dan tahan api. “Kalau ada angin kencang yang namplek (menghantam) dinding domes akan dibelokkan,” kata anggota Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Rumah Wisata Domes saat ditemui, Rabu, 3 Oktober 2018 siang lalu.
Hal itu dimungkinkan lantaran struktur bangunan domes yang berbentuk kubah berdinding melingkar. Bangunan ini juga tahan api karena dari pondasi hingga atap terbuat dari beton.
“Kalau ada kebakaran, yang terbakar sebatas perabotnya. Bangunannya tidak,” kata Aan.
Untuk melihat sejarah pembangunan rumah domes bisa berkunjung ke galeri yang ada di sana. Galeri yang juga berbentuk kubah itu berisi aneka foto ketika proses pembangunan rumah domes berlangsung.
Selain itu ada sejumlah foto yang mengabadikan momen Kampung Nglepen yang sebagian ambles akibat gempa bumi 5,9 skala Richter pada 27 Mei 2006 silam. Dari situlah cikal bakal Rumah Wisata Domes berdiri yang kemudian disebut Kampung New Nglepen itu.
Aan mengisahkan, usai gempa, sebanyak 71 kepala keluarga dari Kampung Nglepen mengungsi. Lantaran tanah labil, bangunan baru tak diperbolehkan dibangun di sana.
Relokasi pun menjadi solusi bagi warga yang semula bertempat di lahan kas desa bekas perkebunan tebu. Atas bantuan pengusaha asal Dubai, Muhammad Ali Albar yang bekerja sama dengan Domes for The World Foundation, berdirilah kampung domes ini.
Rumah-rumah itu dibangun September 2006 dan selesai pada April 2007. Tempat ini lalu enjadi desa wisata. Jumlahnya ada 71 unit rumah, 9 unit fasilitas umum, seperti kamar mandi, mushola, aula, galeri, dan sekretariat pokdarwis. “Setiap 12 rumah dibangun satu domes untuk MCK,” kata Aan.
Tiap domes berukuran tinggi 4, luas 6 meter dan lebar 7 meter. Untuk rumah tinggal terdiri dua lantai, dua kamar tidur, dan dapur. Setiap bangunan berpintu dan berjendela kayu. Untuk mushola dan aula tanpa sekat dan tidak bertingkat. “Biar aula dan mushola memuat banyak orang,” kata Aan.
AGUSTIN RUDIANA (Sleman)