TEMPO.CO, Jayapura - Masyarakat adat di Distrik Nimbokrang, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua Barat, berharap ekowisata pemantauan burung di Rhepang Muaif dapat menjadi wisata percontohan dalam kawasan hutan adat yang pertama di Papua. Ini tentu menambah alternatif bagi wisata Papua Barat.
Alex Waisimon, perwakilan masyarakat adat yang juga inisiator ekowisata pemantauan burung di Rhepang Muaif, dalam siaran persnya, Kamis, 16 November 2017, mengatakan telah dilakukan pemancangan delapan pal batas permanen untuk lokasi yang diusulkan menjadi wilayah kelola hutan adat.
Pemancangan itu dilakukan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Papua bersama pemilik hak ulayat dan WWF Indonesia Program Papua. Menurut Alex, wilayah hutan adat itu meliputi kawasan seluas 19 ribu hektare dan digunakan untuk pengelolaan ekowisata pemantauan burung Rhepang Muaif.
"Kegiatan ekowisata memberikan ruang bagi masyarakat adat untuk mengelola hutannya serta memberikan kesejahteraan dan manfaat ekonomi langsung kepada masyarakat," ujarnya.
Anak Sekolah di Papua. Menggunakan lensa 200mm dan diafragma f/4 . Tempo/Rully Kesuma
Rizal Malik, CEO WWF Indonesia, menuturkan, guna mendukung upaya tersebut, telah dijalankan Program Community Forestry yang bekerja sama dengan Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Kabupaten Jayapura. Bentuknya berupa pendampingan bagi kelompok Isio dalam pengelolaan ekowisata pemantauan burung.
"Pengelolaan kawasan ini menjadi penting bagi pengelolaan masyarakat adat secara berkelanjutan," ucapnya.
Tujuh badan usaha milik negara (BUMN) mendukung pengembangan kawasan ekowisata Bird Watching Isio Hill's yang bertempat di Rhepang Muaif. Ketujuhnya adalah PT Telkom Indonesia, PT Garuda Indonesia, PT Bank BNI Tbk, PT Pembangunan Perumahan, PT Wijaya Karya, PT Bank Mandiri Tbk, dan PT PLN.
ANTARA
Berita lain:
6 Tempat Wisata di Indonesia, yang Bisa Berfoto dengan Paus
Berita Terbaru Wisata Indonesia dan Dunia