Dengan Pancing Kedo-Kedo, Suku Bajo Menjaga Kelestarian Laut

Reporter

Selasa, 11 April 2017 07:56 WIB

Seorang warga menggunakan perahu Jollloro di Pualu Jinato, Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate, Selayar, Sulsel, 27 Oktober 2014. Penduduk di daerah tersebut dari tiga kelompok etnik yaitu suku Bajo, Bugis dan Buton. TEMPO/Iqbal Lubis

TEMPO.CO, Jakarta - Nelayan Suku Bajo di Desa Mola, Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, tetap menggunakan kedo-kedo saat menangkap ikan. "Alat pancing ini dipakai sejak jaman kakek-nenek kami dulu,” kata kata Ketua Kelompok Nelayan Kedo-kedo Sanggeh Kami Hartono, 45 tahun, Senin, 11/4.


Baca: Kunjungi Wakatobi, Susi Usulkan Revitalisasi Kampung Suku Bajo


Alat ini terbuat dari benang sutra, marlo, dan benang emas. Dahulu kedo-kedo terbuat dari serabut kelapa. Saat ini tinggal satu kelompok Suku Bajo yang terdiri atas 14 nelayan yang masih berkaitan saudara di Mola yang mempertahankan kedo-kedo untuk menangkap ikan.


“Ini ramah lingkungan, kami pakai untuk menangkap ikan di wilayah karang," kata Hartono. Ikan yang mereka tangkap, antara lain, ikan sunu merah atau tung sing, ikan putih, sunu hitam, moraba, kakap hingga barakuda.


Dengan cara tangkap ini, menurut dia, penghasilan bersih yang diperoleh cukup lumayan. “Bisa mencapai Rp40 juta hingga Rp50 juta per tahun atau sekitar Rp4 juta per bulan.”

Pendapatan ini, katanya, sebenarnya mengalami penurunan dibanding 2010. Saat itu sudah banyak yang mulai menggunakan kompresor dan potasiun untuk menangkap ikan. Jika sebelum 2010 per hari bisa mendapat hingga empat ekor ikan dengan ukuran enam kilogram (kg), kini hanya mendapat dua ekor saja. Harganya Rp110 ribu hingga Rp195 ribu per kg sesuai jenis ikan.


Advertising
Advertising

Baca: Cerita Menteri Susi Blusukan di Wakatobi

Menurut Fasilitator WWF Indonesia di Wangi-wangi sekaligus pendampingan di Kelompok Sanggeh, Kami Samran, saat ini memang sulit mengajak nelayan Bajo lainnya untuk ikut bergabung dalam kelompok ini. “Padahal dengan ikut dalam kelompok ada kepastian untuk melaut,” kata dia.


Kepastian itu diperoleh karena bahan bakar dan alat tangkap tersedia saat kondisi keuangan mereka belum ada. Keuntungan lain adalah nelayan akan mendapat posisi tawar untuk penetapan harga ikan dari pengepul.

"Karenanya kita coba dekati lagi ke mereka. Sejauh ini ada empat kelompok yang terbentuk dengan berbagai jumlah anggota, dan mereka menggunakan cara-cara ramah lingkungan untuk menangkap ikan," ujar dia.

Selain Kedo-kedo, juga ada cara tangkap yang merupakan kearifan lokal yang ramah lingkungan seperti nonoke, ulur-ulur, dan mbuang-mbuang.


ANTARA

Berita terkait

Teluk Kendari Akan Dikembangkan Seperti Kawasan Wisata Ancol Jakarta

7 Februari 2023

Teluk Kendari Akan Dikembangkan Seperti Kawasan Wisata Ancol Jakarta

Langkah pengembangan Teluk Kendari itu merupakan bagian dari rencana kegiatan strategis mengenai penanganan Teluk Kendari.

Baca Selengkapnya

Hari Nusantara 2022, Mewujudkan Ekonomi Biru untuk Indonesia Lebih Kuat

13 Desember 2022

Hari Nusantara 2022, Mewujudkan Ekonomi Biru untuk Indonesia Lebih Kuat

Hari Nusantara 2022 bertema "Penguatan Ekonomi Maritim Melalui Kolaborasi Investasi Berkelanjutan untuk Indonesia Bangkit Lebih Kuat" dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebagai ketua pelaksana. Acara ini berlangsung pada 10-14 Desember 2022 di Wakatobi, Sulawesi Tenggara.

Baca Selengkapnya

Potensi Wisata Bendungan Ladongi yang Diresmikan Jokowi, Bisa Main Perahu Naga

29 Desember 2021

Potensi Wisata Bendungan Ladongi yang Diresmikan Jokowi, Bisa Main Perahu Naga

Bendungan Ladongi berkapasitas 45,9 juta meter kubik dengan luas lahan 222 hektare.

Baca Selengkapnya

Pesona Pasir Timbul di Buton Tengah yang Raih Penghargaan Destinasi Terpopuler

25 Mei 2021

Pesona Pasir Timbul di Buton Tengah yang Raih Penghargaan Destinasi Terpopuler

Wisata pasir timbul itu merupakan semacam daratan yang timbul di tengah laut.

Baca Selengkapnya

50 Homestay Dibangun di Pulau Labengki Sulawesi Tenggara

25 April 2018

50 Homestay Dibangun di Pulau Labengki Sulawesi Tenggara

Pemerintah Kabupaten Konawe Utara bekerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia membangun 50 homestay di Pulau Labengki.

Baca Selengkapnya

Dengan Aplikasi Marina Buddies, Turis Diajak Merawat Wakatobi

12 April 2017

Dengan Aplikasi Marina Buddies, Turis Diajak Merawat Wakatobi

WWF-Indonesia mengajak pelaku sektor pariwisata turut aktif mengawasi wilayah konservasi perairan Wakatobi dengan aplikasi Marine Buddies.

Baca Selengkapnya

Prancis akan Bangun Akuarium Raksasa di Teluk Kendari

31 Maret 2017

Prancis akan Bangun Akuarium Raksasa di Teluk Kendari

Prancis melalui Pemerintah Kota La Rochelle membantu pemerintah Kota Kendari membangun akuarium raksasa di kawasan Teluk Kendari.

Baca Selengkapnya

Dibuka, Feri Rute Baru di Wakatobi  

27 Februari 2017

Dibuka, Feri Rute Baru di Wakatobi  

Kementerian Perhubungan berencana membuka rute baru kapal feri lintas Wanci-Kaledupa-Tomia-Binongko, Kabupaten Wakatobi.

Baca Selengkapnya

Ada Wahana Wisata Di Kompleks Pemrosesan Sampah

2 Januari 2017

Ada Wahana Wisata Di Kompleks Pemrosesan Sampah

Untuk mengubah stigma bahwa TPA sampah itu selalu identik dengan
kotor, busuk, dan lain sebagainya.

Baca Selengkapnya

Tim Kesenian Wakatobi Meriahkan Festival Budaya Jeju Korsel  

25 Mei 2016

Tim Kesenian Wakatobi Meriahkan Festival Budaya Jeju Korsel  

Tim kesenian dan kebudayaan Kabupaten Wakatobi diundang Pemerintah Provinsi Jeju untuk memeriahkan Festival Budaya Jeju pada November 2016.

Baca Selengkapnya