Kala Ksatria Dayak Kenalkan Jemalung di Kota Budaya

Reporter

Editor

Pruwanto

Sabtu, 26 November 2016 23:33 WIB

TEMPO.CO, Yogyakarta -Batang kayu Mahoni sepanjang dua meter itu sudah 60 persen berubah wujud. Kulit kayunya sebagian hilang dikerok meninggalkan daging kayu yang berwarna putih. Lekukan-lekukan hasil tatahan membentuk ukiran yang mengingatkan pada Totem, patung kayu beronamen kepala bertingkat yang khas buatan suku Asmat di Papua.


“Ini namanya Jemalung," kata Damianus Agau Hirang, 23 tahun saat ditemui usai pembukaan Pekan Budaya Dayak Nasional II di gedung Jogja Expo Center Yogyakarta, Kamis, 24 November 2016 sore. "Tiang yang berukir. Ornamennya khas Dayak.”


Agau, panggilan akrab mahasiswa semester VII Jurusan Seni Kriya Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini, seorang diri membuat Jemalung. Di atas hamparan karpet merah, Agau mengasah beberapa mata tatah. Tangannya lincah, memegangi tatah yang seolah menari dan mengubah gelondongan menjadi kayu berukir khas ornamen Kalimantan. Butuh waktu tiga hari bagi Agau untuk mengubah kayu gelondongan sepanjang 2-3 meter itu membentuk ukiran yang ia harapkan.


Kayu mahoni tak jamak dipakai untuk membuat Jamalung. “Mestinya pakai kayu Ulin yang hanya ada di hutan Kalimantan," kata dia. Tapi kayu Ulin tak gampang diperoleh di Jawa. Padahal Kayu Ulin sangat pas dengan penempatan Jemalung.


Jemalung biasanya dipajang di depan maupun pekarangan rumah. Sehingga bahan dasarnya harus kuat terhadap perubahan cuaca. Kayu ulin dan kayu besi memenuhi kelebihan tadi.


Advertising
Advertising

Bagi masyarakat Dayak, seperti Agau, Jemalung merupakan penanda strata sosial penghuni rumah. Mereka yang memajang adalah kepala suku, pimpinan agama, ataupun ksatria. Tiang berukir yang menjadi penanda lainnya adalah Bluntang. Mereka yang memajangnya di depan rumah adalah seorang pemburu.


Beda Jemalung dan Bluntung ada pada ukirannya. Bluntung tak memakai ornamen kepala, tapi ornamen binatang buruan kesukaan si pemburu. “Misalnya, ornamen pemburu yang sambil memanggul binatang,” kata Agau yang asli Suku Dayak Bahau dari Ulu Mahakam, Kalimantan Timur.


Ornamen yang dibentuk pun tak sembarangan dipilih. Butuh ritual khusus. Si pengukir akan mendapat wangsit yang dipercaya berasal dari leluhurnya lewat mimpi atau bisikan. Lalu, diujudkan dalam bentuk ukiran. Tanpa wangsit, si pengukir akan membuat ornamen yang sama seperti Jemalung yang dibuat leluhur sebelumnya. Ornamen baru diubah setelah generasi penerus mendapatkan wangsit baru.


Kegiatan nguri-uri kebudayaan khas Dayak tak hanya dilakukan Agau melalui seni ukir kayu. Atribut yang ia kenakan pun khas tanah kelahirannya. Bertelanjang dada, dengan penutup kepala yang dihiasi bulu burung Enggang berwarna hitam putih.


Agau memanjangkan lubang tindik telinganya. Kini lubang tindik itu sudah berdiameter tiga sentimeter. Sepasang anting berbentuk cincin dari tembaga bergelantungan di lubang tindik kedua telinganya. Dalam tradisinya, panjang lubang tindik lelaki tak boleh sampai menyentuh pundak. Lubang tindik yang sampai pundak diyakini menyulitkan laki-laki menari ataupun berburu. Lain halnya bagi perempuan. Lubang tindik telinga menggambarkan kecantikan. Semakin panjang, makin tinggi tingkat kecantikan si perempuan.


Kekhasan lain yang dikenakan Agau adalah anting kayu Ulin dan tanduk rusa yang runcing pada kedua ujungnya. Anting dari kayu Ulin dan tanduk rusa menembus sisi atas kedua telinganya. Warga Dayak Kalimantan bisa menyebut sisi atas telingan itu sebagai mubung ngapang atau puncak telinga.


"Biasanya disematkan pada ksatria yang telah melakukan Ngayau," kata Agau. "Kalau sekarang hanya atribut saja."


Ngayau adalah tradisi berburu kepala manusia yang dilakukan suku Dayak ratusan tahun silam. Lantaran rentan menimbulkan perselisihan, tradisi itu dilarang lewat Musyawarah Damai Perjanjiaan Tumbang Anoi pada 1874. Pemuda itu juga mempunyai tattoo bunga terong berwarna hitam di bawah kedua pundaknya dan ornamen khas Dayak di dadanya. Warga Dayak menganggap dua tattoo itu sebagai perlambang kegagahan dan kewibawaan.


Kelekatannya pada budaya asal menjadi salah satu alasan Agau diikutkan dalam Pekan Budaya Dayak Nasional II. Menurut Sekretaris Jenderal Masyarakat Adat Dayak Nasional Yacobus Kumis, Pekan Budaya Dayak Nasional II yang digelar pada 24-27 November 2016 di Yogyakarta itu memang melibatkan mahasiswa asal Kalimantan sebagai penyelenggara. Tercatat ada sekitar 1.500 mahasiswa asal Kalimantan di Yogyakarta.


"Biar mahasiswa ini ditempa untuk mencintai budayanya. Kalau hanya menonton, tidak meresapi," kata dia. Pekan budaya ini berbeda dari perhelatan pertama empat tahun lalu di Gedung Gelora Bung Karno, Jakarta. Kala itu pemerintah daerah di Kalimantan terlibat dalam penyelenggaraannya.


PITO AGUSTIN RUDIANA

Berita terkait

Aktivis Laporkan Pj Wali Kota Yogyakarta ke Gubernur DIY hingga Ombudsman, Ini Alasannya

8 hari lalu

Aktivis Laporkan Pj Wali Kota Yogyakarta ke Gubernur DIY hingga Ombudsman, Ini Alasannya

Koalisi Pegiat HAM dan Anti Korupsi melaporkan Pj Wali Kota Yogyakarta Singgih Rahardjo ke Gubernur DIY, Mendagri, KPK dan Ombudsman

Baca Selengkapnya

Gubernur Sumbar Apresiasi Festival Rakyat Muaro Padang

14 hari lalu

Gubernur Sumbar Apresiasi Festival Rakyat Muaro Padang

Festival yang menggelar beragam atraksi budaya diyakini mampu menghasilkan dampak positif untuk perekonomian.

Baca Selengkapnya

Hari Kartini, Yogyakarta Diramaikan dengan Mbok Mlayu dan Pameran Lukisan Karya Perempuan

15 hari lalu

Hari Kartini, Yogyakarta Diramaikan dengan Mbok Mlayu dan Pameran Lukisan Karya Perempuan

Para perempuan di Yogyakarta memperingati Hari Kartini dengan lomba lari dan jalan kaki, serta membuat pameran lukisan.

Baca Selengkapnya

Wali Kota Padang Mensyukuri Suksesnya Festival Rakyat Muaro Padang

18 hari lalu

Wali Kota Padang Mensyukuri Suksesnya Festival Rakyat Muaro Padang

Sederet pertunjukan seni budaya dipertontonkan selama tiga hari. Diharapkan generasi muda bisa melestarikan warisan budaya.

Baca Selengkapnya

Tak Hanya Malioboro, Tiga Kampung Wisata di Yogyakarta Ini juga Dilirik Wisatawan saat Libur Lebaran

19 hari lalu

Tak Hanya Malioboro, Tiga Kampung Wisata di Yogyakarta Ini juga Dilirik Wisatawan saat Libur Lebaran

Tiga kampung wisata di Kota Yogyakarta ini paling banyak didatangi karena namanya sudah populer dan mendapat sederet penghargaan.

Baca Selengkapnya

Mengintip Wahana Baru di Taman Pintar Yogyakarta saat Libur Lebaran

30 hari lalu

Mengintip Wahana Baru di Taman Pintar Yogyakarta saat Libur Lebaran

Dua alat peraga baru di Taman Pintar Yogyakarta di antaranya multimedia berupa Videobooth 360 derajat dan Peraga Manual Pump.

Baca Selengkapnya

Viral Karcis Parkir Resmi Ditempeli Tambahan Biaya Titip Helm, Dishub Kota Yogyakarta Bakal Bertindak

34 hari lalu

Viral Karcis Parkir Resmi Ditempeli Tambahan Biaya Titip Helm, Dishub Kota Yogyakarta Bakal Bertindak

Dalam foto yang beredar, terdapat tambahan karcis tidak resmi untuk penitipan helm yang membuat tarif parkir di Yogyakarta membengkak.

Baca Selengkapnya

BMKG Yogyakarta Keluarkan Peringatan Cuaca Ekstrem, Wisatawan Perlu Waspada saat ke Pantai

54 hari lalu

BMKG Yogyakarta Keluarkan Peringatan Cuaca Ekstrem, Wisatawan Perlu Waspada saat ke Pantai

Seorang wisatawan asing asal Hungaria juga dilaporkan sempat terseret ombak tinggi saat sedang melancong di Pantai Ngandong, Gunungkidul, Yogyakarta.

Baca Selengkapnya

Yogyakarta Tutup TPA Piyungan, Bagaimana Pengelolaan Sampah Destinasi Wisata Itu di Masa Depan?

8 Maret 2024

Yogyakarta Tutup TPA Piyungan, Bagaimana Pengelolaan Sampah Destinasi Wisata Itu di Masa Depan?

Penutupan TPA Piyungan diharapkan bakal menjadi tonggak perubahan dalam pengelolaan sampah di Yogyakarta.

Baca Selengkapnya

Sokong Wisata Berkualitas, Yogyakarta Bentuk Ekosistem Kota Kreatif

6 Maret 2024

Sokong Wisata Berkualitas, Yogyakarta Bentuk Ekosistem Kota Kreatif

Yogyakarta memiliki unsur 5K yaitu Kota, Korporasi, Komunitas, Kampung dan Kampus, yang jadi modal mewujudkan Yogyakarta sebagai Kota Kreatif.

Baca Selengkapnya