TEMPO.CO, Solo-Penyelenggaraan kirab Malam 1 Sura di Keraton Kasunanan Surakarta berjalan cukup lancar meski tanpa ada izin dari Raja Paku Buwana XIII. Kirab itu diselenggarakan oleh Lembaga Dewan Adat yang sebenarnya sudah dibubarkan oleh raja beberapa saat sebelum pergantian Tahun Baru Jawa.
Pemerhati budaya MT Arifin menyebutkan bahwa penyelenggaraan kirab itu menjadi salah satu wujud bahwa Dewan Adat masih memiliki eksistensi di Keraton Surakarta. "Dewan Adat mampu membuktikan eksistensi itu melalui penyelenggaraan kirab," katanya saat dihubungi, Selasa 5 November 2013.
Paku Buwana XIII telah mengeluarkan maklumat yang salah satunya berisi mengenai pembubaran Dewan Adat. Lembaga yang dibentuk oleh beberapa adik kandungnya itu dituding sebagai penyebab terjadinya konflik keraton. Selain itu, Paku Buwana XIII juga memutuskan untuk meniadakan kirab Malam 1 Sura.
Meski demikian, Lembaga Dewan Adat masih berkukuh untuk menyelenggarakan kirab. Mereka beralasan bahwa tradisi yang sudah berlangsung turun temurun itu harus tetap terlaksana lantaran telah menjadi tradisi milik masyarakat.
Menurut Arifin, raja memang sulit untuk membubarkan Dewan Adat begitu saja melalui sebuah maklumat. Apalagi, selama ini Dewan Adat secara de facto memang lebih memegang posisi strategis di dalam keraton. "Penyelenggaraan kirab juga jadi bukti bahwa maklumat itu tidak efektif," katanya.
Menurutnya, konflik antara Lembaga Dewan Adat dengan Paku Buwana XIII bersumber pada perebutan kekuasaan. "Masalah yang mengikuti semakin kompleks meliputi kepentingan politik, akses, ekonomi dan sebagainya," katanya.
Dia berharap fasilitasi dan mediasi yang dilakukan oleh pemerintah bisa cukup efektif untuk menyelesaikan konflik di dalam keraton. "Namun pemerintah tidak perlu campur tangan terlalu dalam karena justru bisa memperuncing persoalan," katanya. Alasannya, pihak-pihak yang bersengketa belum tentu memiliki keinginan untuk berdamai.