Ikan Bekasem, Kuliner Muludan Khas Keraton Cirebon
Editor
Istiqomatul Hayati
Jumat, 18 Januari 2013 15:17 WIB
TEMPO.CO, Cirebon- Aroma menusuk tajam langsung tercium saat tutup guci setinggi sekitar 40 cm dibuka. Di dalamnya terlihat sesuatu berwarna cokelat kekuningan. "Ini ikan bekasem," kata RA Isye Natadiningrat, permaisuri Keraton Kasepuhan, Cirebon, Jawa Barat.
Disebut bekasem karena pengolahannya melalui proses fermentasi. Sebanyak 25 kg ikan laut jenis besar, seperti kakap, tongkol, tenggiri, dan ikan laut berukuran besar lainnya dikumpulkan. Setelah dibersihkan dan dipotong-potong lebih kecil, ikan-ikan itu dimasukkan ke dalam guci lalu dicampur dengan nasi putih, gula, dan garam.
"Proses pembuatan sudah dilakukan sejak sebulan lalu, " katanya. Tepatnya pada 20 Desember lalu atau pada 5 Sapar, penanggalan Jawa.
Guci ditutup serapat mungkin. "Harus benar-benar kedap udara, sehingga proses fermentasi berjalan sempurna," kata Isye. Agar rapat, mulut guci ditutup dahulu menggunakan kertas tebal. Setelah guci menutup rapat, ditutupi kembali dengan abu gosok. Selanjutnya, guci ditutup kembali menggunakan kertas-kertas tebal.
Sebanyak dua guci yang dipakai adalah guci kuno peninggalan putri Ong Tien Nio. Putri Ong Tien adalah istri Sunan Gunung Jati yang masih keturunan Tionghoa. Selama proses fermentasi, guci disimpan di ruang Pungkuran Dalem Arum Keraton Kasepuhan.
Setelah sebulan difermentasi, “Akhirnya hari ini guci dibuka," kata Isye, Jumat, 18 Januari 2013.
Setelah dibuka, ikan kemudian dicuci. Lalu dikeringkan di atas tampah yang sudah dialasi dengan batang-batang padi. "Supaya airnya cepat kering," katanya. Setelah itu barulah ikan diolah kembali. Di antaranya dengan digoreng.
Ikan bekasem ini nantinya akan digunakan sebagai salah satu lauk bersama nasi jimat di malam puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 12 Maulud atau 24 Januari mendatang di Keraton Kasepuhan.
Ada lagi tradisi unik dalam pembuatan ikan bekasem. Pembuatnya haruslah wanita yang sudah menopouse. Tradisi itu masih dijaga hingga sekarang.
Sementara itu, Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat mengungkapkan ikan sebagai laut nasi jimat merupakan gambaran kehidupan masyarakat Cirebon yang berada di daerah pesisir. "Kami pun selalu diingatkan untuk memanfaatkan sekaligus menjaga potensi alam yang ada di sekeliling kita," kata Arief.
IVANSYAH