Dari Hulu ke Hilir, Festival Kopi Indonesia
Editor
Kodrat setiawan
Senin, 17 September 2012 04:51 WIB
TEMPO.CO , Ubud: Menyadari beragam manfaat dari kopi, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif kembali menyelenggarakan Festival Kopi Indonesia atau Indonesian Coffee Festival. Acara kali ini mengambil tempat di Museum Puri Lukisan, Ubud, Gianyar, Bali, 15-17 September 2012.
Dalam penyelenggarakan ini, Kemenparekraf bekerja sama dengan beberapa pihak seperti Pemerintah Kabupaten Gianyar, Puri Ubud, Asosiasi Kopi Spesial Indonesia, Komunitas Kopi, dan Blogger Kopi.
Ketua Panitia Festival Kopi Indonesia Ellyanthi Tambunan menyatakan kesempatan kali ini adalah saat yang tepat untuk seluruh pihak yang berkecimpung dalam kopi bertemu. “Dari hulu sampai hilir, mulai dari petani kopi sampai investor, akan bertemu di sini untuk saling bertukar informasi,” kata dia.
ICF kedua ini juga dimaksudkan untuk menjadikan Indonesia sebagai kiblat kopi dunia. Agrowisata kopi juga diyakini sebagai destinasi pariwisata dunia.
Puluhan pengusaha kopi dari seluruh Indonesia berkumpul di sini. Mereka juga memiliki kesempatan untuk memasarkannya kepada pengunjung. Karena, satu merek kopi mendapat satu gerai dari panitia.
Pengunjung bisa merasakan langsung rasa kopi melalui tester yang diberikan. Mereka pun bisa langsung membeli untuk dibawa pulang.
“Dari data yang kami kumpulkan, kebutuhan kopi di Indonesia mencapai 121.107 ton per tahun. Sementara, masyarakat dunia mengkonsumsi kopi 165,9 ton tiap harinya,” ujar Ellyantti.
Berdasarkan data itu pula, luas perkebunan kopi di Indonesia mencapai 1,3 juta hektare. Tersebar di Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, NTT, Selawesi Selatan, hingga Papua.
Sebagian perkebunan kopi ini telah dikembangkan sebagai kawasan agrowisata kopi yang banyak diminati wisatawan mancanegara dan domestik.
Peneliti Senior dari Pusat Penelitian Kopi dan Kokain Indonesia di Jember, Surip Mawardi, mengungkapkan bahwa produksi kopi Indonesia secara keseluruhan saat ini berada sejajar dengan Kolombia.
“Dulu Indonesia posisi kedua setelah Brasil (sekarang Vietnam). Sekarang di urutan 3 atau 4, saling salip dengan Kolombia,” kata dia. Posisi ini dilihat dari jumlah produksi dan kualitasnya.
Setelah melalui musim panen terakhir tahun ini, Surip memperkirakan Indonesia akan menghasilkan 700 ribu ton biji kopi. Hal ini, dinyatakan jauh lebih baik daripada tahun 2010-2011, yang hanya menghasilkan 400 hingga 500 ribu ton.
“Hasil ini sangat terbantu dengan cuaca sepanjang tahun, dimana curah hujannya cukup dan tidak berlebih seperti tahun-tahun lalu,” kata spesialis cita rasa kopi ini. Sayangnya, Indonesia masih tergolong memprihatinkan dari teknologinya.
Lantas bagaimana dengan hasil kopi lokal Bali? “Kualitas kopi Bali bagus,” kata Surip. Kualitas kopi, bagi dia, tentu tidak lepas dari cita rasanya yang seimbang.
Bahkan, dia sempat mendengar cerita, bahwa ada kopi yang terjual dengan harga US$ 5,3 per kilonya di tingkat petani. “Di New York saja, harga kopi premium US$ 3.8,” kisahnya.
Sedangkan untuk kuantitas, pun tidak begitu memprihatinkan. Bali menghasilkan kopi arabika sekitar 4.000 ton per tahunnya dengan 800 kilogram tiap satu hektare. Sedangkan robusta 7.000-8.000 ton.
KETUT EFRATA
Berita lain:
Jokowi: Rombongan Semut Menang 20 September Ini
Prince William Bersumpah Lindungi Kate Middleton
Serang dan Bertahan Jelang Debat Kedua Foke-Jokowi
Usai Wali Kota Termuda, Basher ''Incar'' Menteri
Jokowi: Lebih Ganteng Foke Karena Ada Kumisnya