TEMPO.CO , Kupang- Sabtu pagi, 21 Juli 2012, itu sekitar pukul 06.00 WITA, rombongan siswa se-Kabupaten Ende yang mengikuti pelatihan jurnalistik kerja sama dengan Koran Tempo bersiap menelusuri lereng bukit menuju Danau Tiga Warna Kelimutu yang berada di utara Pulau Flores, tepatnya di Desa Pemo, Kecamatan Moni, Kabupaten Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur.
Hujan lebat yang mengguyur Kota Ende tak mengurungkan niat puluhan pelajar dan para guru untuk mengunjungi danau tiga warna. Sekitar dua jam menyusuri jalan berkelok-kelok, jurang dan tebing di sisi-sisinya, serta kondisi jalanan yang kurang begitu mulus di beberapa bagian disertai hujan deras dan kabut tebal yang menyisahkan jarak pandang hanya sekitar dua meter itu, akhirnya rombongan berhasil mencapai gerbang masuk Taman Nasional.
Sebelum memasuki lereng danau, Pak Yosep, guru SMAN I Ende, memberikan sesajen kepada sebuah batu yang disebut warga "Pere konde" , artinya "pagar yang masih terkunci". Karena itu, setiap pengunjung yang datang dan pulang ke danau harus memberikan sesajen berupa apa saja, seperti rokok atau minuman kotak. "Pengunjung harus meminta izin di batu Pere Konde tersebut," kata Paulus Pia, 61 tahun, warga lokal, kepada Tempo.
Paulus pun mengisahkan tentang terbentuknya danau yang memiliki warna merah, hijau, dan putih itu. Mula-mula Kelimutu adalah sebuah gunung. Terbentuknya danau setelah terjadi letusan pertama kali tahun 1830, sehingga muncullah danau berwarna putih atau biasa disebut warga sekitar sebagai Tiwu Ata Mbupu yang menurut kepercayaan masyarakat lokal adalah persinggahan arwah-arwah orang tua.
Sedang terbentuknya dua kawah danau lainnya yang terpisah tebing, di antaranya berwarna hijau, akibat letusan pada tahun 1870. Masyarakat lokal menyebutnya Tiwu Nuwa Muri Ko'o Fai atau danau persemayaman arwah muda-mudi. Terakhir berwarna merah atau dikenal Tiwu Ata Polo, sebuah kawah yang muncul akibat letusan tahun 1869 dan dipercaya sebagai persemayaman arwah orang-orang jahat.
Ketiga danau tersebut memiliki kedalaman yang berbeda. Kedalaman air di danau berwarna merah mencapai 64 meter, hijau 127 meter, sedangkan putih 67 meter. Dulunya warga sekitar menamai danau tiga warna itu "Keli mutiara" atau cahaya. Kelimutu sendiri dinamakan seorang warga negara Belanda yang pernah berkunjung ke daerah itu.
Di atas danau terdapat satu tugu yang disebut warga sebagai tugu Bung Karno. Tempat dibangunnya tugu itu pernah digunakan Bung Karno untuk melakukan semedi melihat masa depan Indonesia. "Dulunya hanya ada tumpukan batu di tempat itu. Sekarang sudah dibangun tugu," katanya.
Menurut kepercayaan warga, jika tiga danau itu berubah menjadi satu warna saja, kemungkinan Indonesia akan dilanda bencana yang luar biasa, terutama di daerah Flores. Hal itu pernah terbukti dengan tsunami yang melanda Kabupaten Sikka tahun 1992 lalu.
Untuk menjaga keramatnya danau tiga warna itu warga sekitar lereng danau tiga warna pun dilarang melakukan aktivitas apa pun, berkebun atau mengambil apa pun, termasuk mengambil bunga, kayu api, tidak boleh membuang buang sembarang, pacaran atau berbuat mesum dan hewan di sekitarnya juga dilarang ditembak. "Jika ada yang melanggar, risiko tanggung sendiri," katanya.
Setiap tanggal 14 Agustus, sebanyak 12 tokoh adat dan kepala suku di daerah akan memberi sesajen di atas puncak danau. Saat itu, menurut Paulus, wisatawan dilarang melintas atau menonton ritual adat. "Hanya orang-orang tertentu yang boleh melintas di daerah itu saat ritual," katanya.
Paulus memanfaatkan ramainya kunjungan wisatawan dengan berdagang di lereng gunung. Dia bersama keluarga berdagang minuman, makanan, serta kain hasil tenunan warga lokal. Paulus telah menekuni pekerjaan itu sejak tahun 1986 lalu. Dia mengaku dagangannya biasanya ramai saat perayaan hari-hari besar, seperti Natal, Lebaran, atau Tahun Baru.
Di hari itu penghasilannya bisa mencapai Rp 1 juta per hari. "Jika hari biasa, paling sedikit hanya Rp 50 ribu, tapi terkadang tidak ada yang membeli," katanya. Berbeda dengan Markus Gawa, seorang pemandu di Kelimutu yang juga salah satu anak pemilik tanah di Kelimutu, telah mengabdikan dirinya sejak 1985 tanpa honor atau gaji.
Pekerjaan itu dilakukan secara sukarela agar bisa diikuti para anak cucu mereka bahwa danau tersebut adalah warisan lelulur yang perlu dijaga dan dirawat secara baik. "Tidak ada gaji atau honor. Saya kerja sukarela saja," katanya.
Sayang kisah yang menarik itu tak bisa dilihat ke tempat wisatanya langsung. Usai berbincang-bincang, hujan, angin serta kabut tebal tak kunjung pergi dari danau tersebut. Suhu dingin yang diperkirakan mencapai 10 derajat itu membuat wisatawan kedinginan sehingga harus mencari perapian untuk menghangatkan badan. Akhirnya rombongan hanya bisa menikmati pesona Danau Kelimutu yang tertutup kabut karena cuaca buruk.
YOHANES SEO
Berita terkait
Pengelolaan Kebun Raya Cibodas Akan Dilelang
20 Agustus 2013
Ada empat lokasi wisata yang memiliki daya tarik tertinggi di kawasan Cianjur, yaitu Kebun Raya Cibodas, Pantai Jayanti, Ziarah Makam Cikundul, dan Waduk Cirata.
Baca Selengkapnya300 Wisatawan Parangtritis Disengat Ubur-ubur
11 Agustus 2013
Ubur-ubur datang bersamaan dengan datangnya musim kemarau
100 Ribu Pengunjung Padati Kawasan Wisata Ancol
9 Agustus 2013
Untuk lebaran tahun ini, Ancol dipadati sekitar 100 Ribu pengunjung.
Baca SelengkapnyaHari Ini, Pengunjung Ragunan Diprediksi Membludak
9 Agustus 2013
Tahun lalu, puncak kunjungan ada di H+2 ketika pengunjung Ragunan mencapai 142.999 orang.
Baca SelengkapnyaBorobudur Lebih Ketat Jelang Idul Fitri
8 Agustus 2013
Pengelola Candi Borobudur juga memasang close circuit television atau kamera CCTV di sejumlah titik di kawasan candi.
Baca SelengkapnyaPayung-payung Cantik Warnai Langit Agueda Portugal
26 Juli 2013
Payung-payung tersebut membuat turis yang berkunjung ke Agueda, Portugal, terkagum-kagum.
Baca SelengkapnyaJatim Park Group Bagi-bagi Tiket Gratis
10 Juli 2013
Promo diberikan untuk menjaga tingkat kunjungan wisata yang menurun saat bulan puasa.
Baca SelengkapnyaLayak Dicoba, Resor Mewah Milik Bos Virgin Air
5 Juli 2013
Untuk menginap di resor mewah ini, Anda harus siap mengeluarkan
biaya sebesar US $ 60 ribu atau sekitar Rp 596 juta per
malamnya. Apa fasilitasnya?
Tantangan Penjelajah Kaldera Tambora
5 Juli 2013
Lama waktu tempuh turun sejauh 2,8 kilometer ini diperhitungkan delapan jam dan pulangnya memerlukan waktu lebih lama, sekitar 12 jam.
Baca SelengkapnyaBBM Naik, Lokasi Wisata Bogor Padat Pengunjung
23 Juni 2013
Riska bahkan sudah menyiapkan uang untuk membeli ole-ole dan biaya makan di restroran untuk keluarganya.
Baca Selengkapnya