Geopark Natuna Minim Diketahui Masyarakat Setempat, Ternyata Ini Sebabnya

Reporter

Yuni Rohmawati

Editor

Yunia Pratiwi

Rabu, 15 Mei 2024 11:30 WIB

Batuan granit terhampar di perairan kawasan situs geologi Alif Stone Park di Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Kamis 12 November 2020. Keberadaan sejumlah situs geologi, seperti 'Alif Stone Park', Senubing, Pantai Bamak, Tanjung Datuk, Batu Kasah, dan sejumlah situs lainnya membuat Natuna saat ini Geopark Nasional oleh Komite Nasional Geopark Indonesia (ADHOC) dan diusulkan untuk masuk ke dalam 'Global Geopark Network' (GGN) UNESCO. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

TEMPO.CO, Natuna - Kabupaten Natuna yang terletak di Kepulauan Riau, pada tahun 2018 terdaftar sebagai Geopark Nasional atau sebuah wilayah geografi yang memiliki warisan geologi dan keanekaragaman geologi yang bernilai tinggi.

Geopark ini juga dikembangkan dengan tiga pilar utama, yaitu konservasi, edukasi dan pengembangan ekonomi lokal. Diharapkan dapat berkontribusi pada pelestarian lingkungan dan kesadaran nilai-nilai keanekaragaman hayati dan budaya.

Hal itu dinilai karena banyaknya kekayaan dan keindahan alam tersembunyi yang ada di Natuna. Mulai dari Gunung Ranai, Pulau-pulau dengan berbagai cerita di dalamnya, pantai, hingga Batu Granit tua yang berumur ratusan juta tahun.

Meski begitu, Wakil Bupati Kabupaten Natuna, Rodhial Huda mengatakan masyarakat belum banyak yang mengetahui tentang Geopark ini. Pemerintah daerah pun masih menggencarkan sosialisasi dan edukasi.

Geopark ini, kata Rodhial, bukan didaftarkan oleh masyarakat secara langsung. Tapi oleh pemerintah dengan tujuan utama adalah branding nama Natuna di kancah Internasional sebagai soft diplomasi daerah maritim Indonesia.

Advertising
Advertising

"Dulu sejarah itu, bagaimana cara diplomasi maritim supaya orang tahu miliknya Indonesia, makanya didaftarkan Geopark ke Nasional, baru nanti ke UNESCO, biar orang tahu, Natuna milik Indonesia," kata Rodhial saat ditemui di kediamannya pada Senin, 12 Mei 2024.

Sebab, Natuna yang dikenal dengan kekayaan hasil laut yang melimpah, ditambah dengan berbagai jenis ikan-ikan yang dijual dengan harga yang cukup mahal itu berada di kawasan selatan laut China yang dilabeli sebagai Laut China Selatan.

"Sebetulnya, China tidak pernah mendiplomasikan kawasan Laut China Selatan itu milik mereka, mereka hanya memasukkannya ke dalam passport saja, tapi kalau nantinya generasi mereka tidak paham sejarah, pastinya mereka mengklaim bahwa itu milik mereka," kata Rodhial.

Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap geopark, nantinya akan menjadi tugas utama pemerintah daerah untuk terus mengedukasi masyarakat terkait hal itu. Bahkan ia mengatakan, Kabupaten Natuna telah membuat organisasi khusus Geopark.

"Pemerinah daerah bekerja untuk membantu melesstarikan lingkungan di Natuna," katanya.

Diketahui, geopark di Natuna sendiri ada beberapa Geosite salah satunya Gunung Ranai, Pulau Senoa, Pulau Sedanau, Pulau Setanau, dan Pantai Batu Kasah.

Pilihan editor: Bupati Natuna Akui Harga Tiket ke Natuna Mahal, Promosi Pariwisata Harus Digencarkan

Berita terkait

Bekas Tambang Emas Kontroversial di Jepang Kini jadi Situs Warisan Dunia UNESCO

1 jam lalu

Bekas Tambang Emas Kontroversial di Jepang Kini jadi Situs Warisan Dunia UNESCO

Tambang Pulau Sado Jepang pernah menjadi penghasil emas terbesar di dunia yang beroperasi selama 400 tahun sebelum ditutup pada 1989.

Baca Selengkapnya

Tren Selfie saat Traveling Ancam Situs Warisan Dunia, UNESCO Beri Peringatan

1 hari lalu

Tren Selfie saat Traveling Ancam Situs Warisan Dunia, UNESCO Beri Peringatan

Tren selfie menyimpan kenangan dari setiap perjalanan, namun lebih penting menjaga keselamatan diri dan tempat yang dikunjungi.

Baca Selengkapnya

Perpustakaan Nasional dapat Penghargaan dari UNESCO

4 hari lalu

Perpustakaan Nasional dapat Penghargaan dari UNESCO

Perpustakaan Nasional Indonesia mendapat penghargaan dari UNESCO berdasarkan rekomendasi dari juri internasional yang terdiri dari para ahli.

Baca Selengkapnya

Cerita dari Nelayan Natuna: Saat Tidak Tangkap Ikan, Mereka Sediakan Jasa Wisata ke Pulau Senoa

6 hari lalu

Cerita dari Nelayan Natuna: Saat Tidak Tangkap Ikan, Mereka Sediakan Jasa Wisata ke Pulau Senoa

Ramli juga mengantarkan wisatawan yang hendak ke Pulau Senoa, Natuna, ketika sedang tidak mencari ikan.

Baca Selengkapnya

Cerita Nelayan Natuna: Melaut Enak dan Aman Zaman Susi Pudjiastuti

7 hari lalu

Cerita Nelayan Natuna: Melaut Enak dan Aman Zaman Susi Pudjiastuti

Nelayan Natuna mengatakan hasil tangkapan saat Susi Pudjiastuti jadi menteri lebih banyak daripada saat ini.

Baca Selengkapnya

Rumah Detensi Ranai di Natuna Kosong 2 Tahun karena Tak Ada Nelayan Asing yang Ditangkap

7 hari lalu

Rumah Detensi Ranai di Natuna Kosong 2 Tahun karena Tak Ada Nelayan Asing yang Ditangkap

Penangkapan nelayan asing yang mencari ikan biasanya dilakukan oleh TNI Angkatan Laut dan Bakamla. Rumah Detensi Imigrasi Ranai sudah lama kosong.

Baca Selengkapnya

Imigrasi Ranai Kerja Sama dengan Intelijen Berbagai Instansi untuk Awasi WNA di Natuna

8 hari lalu

Imigrasi Ranai Kerja Sama dengan Intelijen Berbagai Instansi untuk Awasi WNA di Natuna

Saat ini Imigrasi Ranai mencatat ada lima WNA yang berada di Natuna, satu di antaranya merupakan tenaga kerja asing.

Baca Selengkapnya

Imigrasi Ranai Terbitkan 1.070 Paspor Periode Januari-Agustus 2024 untuk Masyarakat di Natuna

9 hari lalu

Imigrasi Ranai Terbitkan 1.070 Paspor Periode Januari-Agustus 2024 untuk Masyarakat di Natuna

Jumlah penerbitan paspor oleh Imigrasi Ranai sudah 91 persen.

Baca Selengkapnya

Petugas Imigrasi Ranai Periksa Kapal Pengangkut Ikan Asal Hong Kong di Natuna

9 hari lalu

Petugas Imigrasi Ranai Periksa Kapal Pengangkut Ikan Asal Hong Kong di Natuna

Petugas dari Kantor Imigrasi Kelas II Ranai memeriksa paspor Anak Buah Kapal (ABK) dari kapal pengangkut ikan asal Hong Kong di perairan Natuna.

Baca Selengkapnya

Udinus Hibahkan Robot Gamelan Bernama Sekar kepada Goethe-Institut

13 hari lalu

Udinus Hibahkan Robot Gamelan Bernama Sekar kepada Goethe-Institut

Robot Sekar dihibahkan setelah melihat banyak gamelan di Unesco, namun tak ada yang mampu memainkannya.

Baca Selengkapnya