Keunikan Kelenteng Sing Bie di Denpasar, Tampilkan Akulturasi Tionghoa dan Bali

Reporter

Antara

Senin, 23 Januari 2023 14:36 WIB

Padmasana Hindu dan gedung persembahyangan umat Konghucu di Kelenteng Sing Bie, Denpasar, Bali, Minggu (22/1/2023). ANTARA/Ni Putu Putri Muliantari

TEMPO.CO, Jakarta - Kelenteng Sing Bie adalah salah satu kelenteng yang menjadi tempat ibadah Tahun Baru Imlek bagi masyarakat Tionghoa di Denpasar Bali. Selain menjadi tempat sembahyang yang khusyuk, kelenteng itu menjadi cukup populer karena keunikannya yang memadukan budaya Tionghoa dan Bali.

Kelenteng yang berada di kawasan Pecinan Jalan Gajah Mada itu dikelola oleh I Wayan Gunawan dan Tio Sung Tao, pasangan suami-istri keturunan Tionghoa yang kini lebih dikenal dengan nama Jero Gede Kuning dan Jero Sung. Jero Gede merupakan sebutan bagi seorang pemangku atau rohaniawan dalam agama Hindu.

Akulturasi Tionghoa-Bali

Jero Gede menceritakan bahwa nama kelenteng Sing Bie berasal dari nama kakeknya. Saat masuk area kelenteng, pengunjung dapat melihat langsung perpaduan budaya Tionghoa dan Bali, yakni terdapat ruangan pemujaan bagi umat Konghucu yang berdampingan dengan padmasana atau tempat sembahyang umat Hindu.

"Ada ruangan berhimpitan dengan padmasana, tapi ini tidak terpisah, seperti di Pura Besakih ada Pura Dalem Balingkang kisah Kang Xing Wei yang menikah dengan Raja Jayapangus, jadi tidak bisa terlepas," kata Jero Gede.

Advertising
Advertising

Pada ruang persembahyangan bagi umat Konghucu, terdapat sarana upacara Hindu seperti canang, dupa dan buah-buahan. "Ini tempat kami lebih mengusung Siwa-Buddha, Buddhanya lengkap ada Dewi Kwan Im, Dewa Kwan Kong dan dewa uang atau rezeki, sedangkan di Siwa-nya ada Ratu Gede Nusa, Bunda Ratu Subandar, dan Bhatara Segara," kata Jero Gede.

Di dalam ruang suci berukuran sekitar 3x4 meter terdapat rupang atau patung-patung sakral yang mewujudkan Dewa Kwan Kong dan Dewi Kwan Im, ditambah topeng sebagai wujud Dalem Sidakarya, Ratu Gede, patung Bhatara Rambut Sedana dan simbol pemujaan lainnya. Selain itu, di sana terdapat barong sai dan liong (barong naga) di mana sepasang barong sai berwarna hitam dan putih disakralkan di dalam ruangan.

Awal mula Kelenteng Sing Bie ramai

Jero Gede mengatakan kelenteng itu dibentuk pada 2015 meskipun pemujaan Dewi Kwan Im lebih dulu sejak 10 tahun sebelumnya. Ia mendapat wahyu setelah berkomunikasi dengan penglingsir Hindu di Bali.

"Awalnya bahtera rumah tangga kami diberikan ujian secara ekonomi dan internal. Akhirnya, kami mencari tahu ke penglingsir dan diberi petunjuk diharuskan menjalankan tradisi seperti mebayuh dan mewinten, hingga berjalannya waktu akhirnya sampai di tahap menjadi Jero Gede," kata Jero Gede.

Salah satu prosesi Hindu, yaitu Dwi Jati juga sempat dilakukan Jero Gede dan istrinya di Kabupaten Karangasem pada 2013. Dwi Jati merupakan upacara penyucian diri yang dilakukan untuk menjadi sulinggih atau brahmana, kasta tertinggi dalam agama Hindu.

Setelah itu, masyarakat mulai datang ke Kelenteng Sing Bie untuk meminta petuah dan wejangan Jero Gede Kuning. Seluruh patung pemujaan di sana mereka dapat dari umat yang datang.

"Ada semacam bisikan harus melinggihkan (menempatkan) apa saja di sini, dan patung rupang itu satupun tidak ada yang kami beli, umat yang memberikan misalnya mereka tahu melalui mimpi," kata Jero Gede.

Imlek di Kelenteng Sing Bie

Sejak 2019, antusiasme masyarakat Bali untuk turut merayakan Tahun Baru Imlek dengan bersembahyang di Kelenteng Sing Bie meningkat. Masyarakat yang datang tak hanya berasal dari etnis Tionghoa atau beragama Konghucu, namun dari berbagai agama.

Hari ini akan dilakukan pawai dari sejumlah kelenteng, salah satunya Kelenteng Sing Bie sejak pukul 15.00 Wita hingga puncak perayaan Tahun Baru Imlek dilakukan di pelataran Pasar Badung. "Imlek sendiri sebenarnya perayaan pergantian musim dari musim hujan ke musim semi. Besok sekitar pukul 17.00 Wita akan dilakukan kirab, berbagi makanan, dan pentas puncaknya," kata Jero Sung.

Selain Imlek, Jero Sung dan suami tetap menjalankan prosesi Hindu, seperti piodalan yang jatuh enam bulan sekali di Hari Suci Saraswati. Saat itu, masyarakat juga ramai datang tak terbatas pada agama yang dianut.

Pelaksanaan piodalan juga dijadikan momentum untuk membersihkan rupang-rupang di dalam bangunan kelenteng sehingga prosesnya dilakukan setahun dua kali saat menjelang Saraswati, bukan Imlek. Keragaman itu yang menjadi daya tarik Kelenteng Sing Bie. Banyak umat yang datang langsung menyampaikan bahwa pemujaan di Kelenteng Sing Bie tergolong lengkap dan beragam.

Baca juga: Perayaan Imlek, Begini Asal Mula Istilah Kelenteng dan Ragam Jenisnya

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram http://tempo.co/. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Kejati Bali Belum Temukan Korban Lain dalam Kasus Pemerasan Bendesa Adat Bali

1 jam lalu

Kejati Bali Belum Temukan Korban Lain dalam Kasus Pemerasan Bendesa Adat Bali

Kejati Bali menyatakan masih mendalami kasus pemerasan yang diduga dilakukan Bendesa Adat Bali.

Baca Selengkapnya

Tradisi Mepamit yang dilakukan Mahalini Sebelum Menikahi Rizky Febian, Ini Artinya

2 jam lalu

Tradisi Mepamit yang dilakukan Mahalini Sebelum Menikahi Rizky Febian, Ini Artinya

Pasangan penyanyi Rizky Febian dan Mahalini Raharja dikabarkan menggelar tradisi secara adat di Bali pada Ahad, 5 Mei 2024 sebelum pernikahan.

Baca Selengkapnya

Nusa Dua Bali jadi Tuan Rumah World Water Forum, Bakal Ada Pawai Budaya

5 jam lalu

Nusa Dua Bali jadi Tuan Rumah World Water Forum, Bakal Ada Pawai Budaya

World Water Forum akan dilangsungkan di dua venue di Nusa Dua Bali, The Westin Resort Nusa Dua dan Bali Nusa Dua Convention Center.

Baca Selengkapnya

Dugaan Bendesa Adat Memeras Pengusaha Rp 100 Miliar, Kejati Bali Akan Periksa 10 Saksi dalam Sepekan

1 hari lalu

Dugaan Bendesa Adat Memeras Pengusaha Rp 100 Miliar, Kejati Bali Akan Periksa 10 Saksi dalam Sepekan

Penyidik Kejati Bali telah memeriksa dua saksi kasus dugaan pemerasan oleh bendesa adat Berawa itu pada Senin, 6 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Zero Delta Q Akan Jadi Gagasan Indonesia di World Water Forum ke-10, Apa Itu?

2 hari lalu

Zero Delta Q Akan Jadi Gagasan Indonesia di World Water Forum ke-10, Apa Itu?

Indonesia akan mengusulkan penerapan kebijakan Zero Delta Q sebagai solusi pengendalian banjir dalam World Water Forum ke-10.

Baca Selengkapnya

Usai Bendesa Adat Tersangka Pemerasan, Kejati Bali Buka Peluang Koordinasi dengan Majelis Desa Adat

2 hari lalu

Usai Bendesa Adat Tersangka Pemerasan, Kejati Bali Buka Peluang Koordinasi dengan Majelis Desa Adat

Kejati Bali membuka peluang berkoordinasi dengan Majelis Desa Adat Bali usai menetapkan Bendesa Adat Berawa sebatersangka pemerasan investor.

Baca Selengkapnya

Bendesa Adat Tersangka Pemerasan Investor, Kejati Bali Bakal Periksa Pihak Lain

3 hari lalu

Bendesa Adat Tersangka Pemerasan Investor, Kejati Bali Bakal Periksa Pihak Lain

Kejati Bali akan mengembangkan penyidikan perkara tersangka berinisial KR, Bendesa Adat yang memeras investor agar mendapat rekomendasi.

Baca Selengkapnya

Selain Mepamit, Rizky Febian dan Mahalini Jalani Upacara Adat Ini Sebelum Menikah

3 hari lalu

Selain Mepamit, Rizky Febian dan Mahalini Jalani Upacara Adat Ini Sebelum Menikah

Rizky Febian dan Mahalini menjalani beberapa rangkaian prosesi adat menjelang pernikahannya. Begini penjelasan dari pihak label musiknya.

Baca Selengkapnya

Bareskrim Polri Bongkar Pabrik Narkoba di Bali, 3 WNA Ditangkap

3 hari lalu

Bareskrim Polri Bongkar Pabrik Narkoba di Bali, 3 WNA Ditangkap

Polisi kembali membongkar pabrik narkoba.

Baca Selengkapnya

Kejati Bali Buka Peluang Kembangkan Kasus Pemerasan Bendesa Adat ke Investor Lain

3 hari lalu

Kejati Bali Buka Peluang Kembangkan Kasus Pemerasan Bendesa Adat ke Investor Lain

Kejaksaan Tinggi membuka peluang mengembangkan kasus dugaan pemerasan Bendesa Adat di Bali.

Baca Selengkapnya