Kalender Jawa, Cara Sultan Agung Menyelaraskan Adat Keraton dan Keislaman

Reporter

Tempo.co

Minggu, 20 Juni 2021 10:10 WIB

Sejumlah Abdi Dalem Keraton Yogyakarta berdoa saat prosesi Grebeg Syawal 1440 H di Masjid Gede Kauman, Yogyakarta, Rabu 5 Juni 2019. Dalam acara yang menjadi simbol sedekah raja kepada rakyatnya itu Keraton Yogyakarta mengeluarkan tujuh gunungan hasil bumi dan diperebutkan oleh warga. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

TEMPO.CO, Jakarta -Kalender atau sistem penanggalan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Tidak saja manusia manusia di masa modern, tapi juga manusia yang hidup di masa lalu yang masih tradisional juga memerlukan kalender sistem penanggalan, pengaturan waktu. Salah satunya adalah kalender Jawa yang hingga kini bahkan masih dipercaya dan digunakan oleh sebagian orang Jawa.

Saat ini negara di seluruh dunia memakai kalender internasional atau yang lebih dikenal kalender dengan sistem penanggalan masehi. Selain itu, banyak juga yang memakai sistem penanggalan dari agama, contohnya Hijriah untuk agama Islam. Di Indonesia, khususnya di Jawa juga terdapat sistem penanggalan yang disebut kalender Jawa.

Kalender Jawa secara resmi dikenalkan oleh Sultan Agung, raja terbesar dari rezim Kerajaan Mataram Islam. Sultan Agung memerintah pada 1613 -1645. Karena itu pula sistem penanggalan ini disebut juga sebagai Kalender Sultan Agungan.

Namun sebenarnya, Kalender Jawa punya akar atau sudah berjalan lama jauh sebekumnya. Karena, Sultan Agung seolah hanya mengislamkan kalender Saka peninggalan Hindu yang sudah lama digunakan di kalangan masyarakat Jawa kala itu.

Masyarakat Jawa yang saat itu sudah memasuki masa Islamisasi, menggunakan kalender Saka yang berdasarkan pergerakan matahari. Akibatnya, perayaan-perayaan adat peninggalan masa lalu, yang diselenggarakan oleh keraton tidak selaras dengan perayaan hari-hari besar Islam.

Advertising
Advertising

Atas dasar itu, Sultan Agung menciptakan sistem penanggalan baru yang memadukan Kalnder Saka dengan Kalender Hijriah yang berdasarkan penanggalan bulan. Sehingga, perayaan adat di keraton selaras dengan perayaan hari-hari besar Islam.

Namun, bila dilacak jauh kebelakang, kalender Jawa diperkenalkan oleh empu Hubayun, pada tahun 911 Sebelum Masehi. Pada tahun 50 SM Raja Sri Mahapunggung Iatau yang akrab disapa Ki Ajar Padang I—melakukan perubahan terhadap huruf atau aksara, serta sastra Jawa.

Di masa kekuasaan Sultan Agung Hanyakrakusuma di Mataram pada abad 17 Masehi, terdapat 3 kalender yang digunakan—Jawa atau Kabudhan (peredaran matahari), Hindu (Saka berdasarkan peredaran matahari), dan Islam (Hijriah berdasarkan peredaran bulan). Selain itu, sebagian wilayah Nusantara sudah diduduki oleh Belanda.

Menyikapi hal tersebut, Sultan Agung menyeragamkan penggunaan kalender Jawa. Pada tahun 1633 Masehi atau 1555 Saka, Sultan Agung mengganti sistem penanggalan Saka yang berdasarkan peredaran matahari dengan sistem penanggalan yang berbasis peredaran bulan.

Demi menjaganya kesinambungan, angka dari tahun Saka tetap ,dipakai dan dilanjutkan, jadi tidak memakai perhitungan dari tahun Hijriah (saat itu tahun 1043 Hijriah). Setelah diberlakukannya kalender Jawa, Sultan Agung membuat dekrit yang mewajibkan penggunaan kalender ini di seluruh wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram.

Menukil dari kanal keratonjogja.id, Tahun Jawa, atau tahun Jawa Islam Sultan Agung, memiliki berbagai macam siklus. Siklus harian yang masih dipakai sampai saat ini adalah saptawara atau siklus tujuh hari atau saptawara.

Saptawara atau padinan meliputi Ngahad (Dite), Senen (Soma), Selasa (Anggara), Rebo (Buda), Kemis (Respati), Jemuwah (Sukra), dan Setu (Tumpak). Siklus tujuh hari ini sewaktu dengan siklus mingguan pada kalender Masehi; Minggu, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat,dan Sabtu.

Lebih lanjut, penanggalan di Kalender Jawa juga terdiri dari pancawara atau siklus lima hari. Pancawara terdiri dari Kliwon (Kasih), Legi (Manis), Pahing (Jenar), Pon (Palguna), dan Wage (Cemengan). Pancawara juga biasa disebut sebagai pasaran.

Siklus penanggalan dalam kalender Jawa ini digunakan oleh pedagang untuk membuka pasar sesuai hari pasaran yang ada. oleh sebab itu, kini banyak dikenal nama-nama pasar yang menggunakan nama pasaran tersebut, seperti Pasar Kliwon, Pasar Legi, Pasar Pahing, Pasar Pon, dan Pasar Wage.

GERION RIO PRANATA

Baca juga: Ini Sebab Hari dan Tanggal Kalender 2021 Sama Seperti 1971 dan 2027

Berita terkait

BMKG Peringatkan Potensi Gelombang Tinggi Hingga 2,5 Meter di Perairan Sumatera, Jawa dan Bali

10 hari lalu

BMKG Peringatkan Potensi Gelombang Tinggi Hingga 2,5 Meter di Perairan Sumatera, Jawa dan Bali

BMKG mengeluarkan peringatan dini potensi gelombang tinggi di perairan seperti Sumatera, Jawa dan Bali pada 25-26 April 2024.

Baca Selengkapnya

Mengenang Mooryati Soedibyo, Alasannya Bersedia Jadi Produser Film Sultan Agung: Tahta, Perjuangan dan Cinta

11 hari lalu

Mengenang Mooryati Soedibyo, Alasannya Bersedia Jadi Produser Film Sultan Agung: Tahta, Perjuangan dan Cinta

Selain menjadi pendiri Mustika Ratu, Mooryati Soedibyo pernah sebagai produser film tentang Sultan Agung. Ini alasannya saat itu.

Baca Selengkapnya

Rekomendasi 7 destinasi Wisata di Bumi RA Kartini Jepara

11 hari lalu

Rekomendasi 7 destinasi Wisata di Bumi RA Kartini Jepara

Jepara asal RA Kartini memiliki beragam potensi destinasi wisata menarik, salah satunya adalah Taman Nasional Karimunjawa.

Baca Selengkapnya

Rayakan Lebaran 12 April 2024, Siapa Jemaah Islam Aboge di Banyumas?

21 hari lalu

Rayakan Lebaran 12 April 2024, Siapa Jemaah Islam Aboge di Banyumas?

Jemaah Islam Aboge di Banyumas baru merayakan lebaran pada Jumat, 12 April 2024, sehari setelah Idul Fitri yang ditetapkan Kemenag. Siapakah mereka?

Baca Selengkapnya

Sejarah dan Filosofi Ketupat, Makanan yang Identik dengan Lebaran

25 hari lalu

Sejarah dan Filosofi Ketupat, Makanan yang Identik dengan Lebaran

Ketupat memiliki sejarah yang panjang selain identik dengan hari raya Idul Fitri atau Lebaran.

Baca Selengkapnya

Terkini: ASDP Sebut Arus Mudik Laut dari Jawa ke Sumatera Mulai Landai, Sekjen PWI Pusat Klarifikasi Rilis Dewan Kehormatan PWI Pusat

25 hari lalu

Terkini: ASDP Sebut Arus Mudik Laut dari Jawa ke Sumatera Mulai Landai, Sekjen PWI Pusat Klarifikasi Rilis Dewan Kehormatan PWI Pusat

PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Indonesia Ferry (Persero) atau ASDP Indonesia Ferry mencatat arus mudik dari Jawa menuju Sumatera mulai

Baca Selengkapnya

ASDP Catat Arus Mudik Laut dari Jawa ke Sumatera Mulai Landai

25 hari lalu

ASDP Catat Arus Mudik Laut dari Jawa ke Sumatera Mulai Landai

ASDP Ferry Indonesia mencatat arus mudik dari Jawa menuju Sumatera mulai landai.

Baca Selengkapnya

Ario Bayu Didapuk Jadi Ketua Komite FFI 2024-2026, Ini Film-Film yang Pernah Dibintanginya

29 hari lalu

Ario Bayu Didapuk Jadi Ketua Komite FFI 2024-2026, Ini Film-Film yang Pernah Dibintanginya

Ario Bayu ditetapkan menjadi Ketua FFI telah memerankan banyak karakter dari beragam film layar lebar. Berikut sebagian filmografinya.

Baca Selengkapnya

Ario Bayu Ditetapkan sebagai Ketua Komite FFI 2024-2026 Gantikan Reza Rahadian, Ini Profilnya

29 hari lalu

Ario Bayu Ditetapkan sebagai Ketua Komite FFI 2024-2026 Gantikan Reza Rahadian, Ini Profilnya

Tidak lagi dijabat oleh Reza Rahadian, kini, Ketua Komite FFI selanjutnya dijabat aktor Ario Bayu. Begini profilnya.

Baca Selengkapnya

51 Kilogram Sabu Diselundupkan Pakai Mobil Boks Minuman Kemasan

24 Februari 2024

51 Kilogram Sabu Diselundupkan Pakai Mobil Boks Minuman Kemasan

"Modus operandi PR dan GDA adalah menyamarkan sabu dalam mobil boks seakan-akan mereka berjualan minuman kemasan," ujar Kapolda Jawa Tengah.

Baca Selengkapnya