Soal Kawasan Wisata Malioboro Tak Boleh Jadi Lokasi Demo, Sultan HB X Dilema
Reporter
Pribadi Wicaksono (Kontributor)
Editor
Ninis Chairunnisa
Kamis, 21 Januari 2021 14:36 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang juga Raja Keraton Sri Sultan Hamengku Buwono X tengah dilema terkait pengaturan objek wisata Yogya, khususnya Malioboro, dalam kaitannya dengan kebebasan berpendapat.
Sebab, saat ini sejumlah kawasan yang banyak dikunjungi wisata di Yogya juga menjadi tempat yang ditetapkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai kawasan vital yang salah satunya dilarang untuk lokasi demonstrasi.
Kemenparekraf diketahui membuat aturan yang melarang aksi demonstrasi yang digelar di beberapa objek vital yang sudah ditentukan melalui Keputusan Menteri Pariwisata Nomor KM.70/UM.001/2016 Tentang Penetapan Objek Vital Nasional di Sektor Pariwisata.
Di Yogya, obyek vital yang ditetapkan seperti kawasan Malioboro, Istana Negara Gedung Agung, Keraton Yogyakarta, Keraton Kadipaten Pakualam dan Kotagede. Jika ada aksi unjuk rasa di kawasan itu, maka harus di radius 500 meter dari pagar atau titik terluar.
Kemudian pada 4 Januari lalu, Sultan menerbitkan aturan turunan dari surat Menparekraf itu berupa Peraturan Gubernur (Pergub) DIY Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat Di Muka Umum Pada Ruang Terbuka.
“Kalau saya tak membuat Pergub itu saya salah karena tak menindaklanjuti surat menteri, tapi setelah membuat Pergub itu saya disomasi karena dianggap tidak demokratis,” ujar Sultan HB X di Yogyakarta, Kamis, 21 Januari 2021.
Sejumlah aktivis di Yogya awal pekan ini memang melayangkan somasi kepada Sultan HB X agar dalam sepekan mencabut Pergub larangan unjukrasa, salah satunya di Malioboro itu. Jika tidak dicabut Sultan, aktivis akan melaporkan Sultan ke Komnas HAM atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia dalam menyuarakan kebebasan berpendapat.
Sultan menuturkan pihaknya justru tak masalah jika sejumlah aktivis memprotes beleid itu. Ia justru berharap protes itu bisa terus berlanjut ke proses hukum, yakni bisa digugat sampai Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) .
“Saya usul (untuk membatalkan Pergub itu), saya di TUN (digugat ke PTUN) saja,” ujar Sultan HB X.
Sebab, Sultan mengaku membuat Pergub itu hanya melaksanakan instruksi dari Menparekraf. “Kalau di PTUN-kan, keputusannya menjadi keputusan pengadilan, apapun hasilnya aku manut (saya ikuti),” kata dia.
Sultan mengaku tak bisa serta merta mencabut sendiri Pergub yang sudah diterbitkannya itu meski mendapat kecamatan aktivis. “Kalau saya cabut Pergub itu sendiri nanti Kementerian Pariwisata nanti menegur, aku kleru meneh (saya salah lagi),” ujarnya.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, Yogi Zul Fadhli, satu anggota elemen yang memprotes Pergub itu mengatakan aturan itu menjadi kado pahit awal tahun dari Sultan HB X. “Pergub ini bisa membahayakan kehidupan demokrasi di Yogya di masa depan," ujarnya.
Selain sebagai kawasan wisata di Yogya, Malioboro juga dikelilingi sejumlah kantor pemerintahan seperti Kantor Gubernur hingga DPRD DIY. Karena itu, setiap kali ada aksi demonstrasi, massa seringkali melintasi kawasan itu karena memang di situ pusat pemerintahan berada.
Pada medio Oktober 2020, aksi demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja yang dipusatkan di DPRD DIY Jalan Malioboro ricuh. Sebuah kafe samping gedung DPRD juga terbakar selain kerusakan menimpa gedung DPRD dan sejumlah armada milik polisi.
Baca juga: PPKM Yogyakarta, Pelanggar Terbanyak Ada di Luar Kawasan Malioboro