Bepergian di Singapura Saat Pandemi, Pakai Token Khusus dan Diawasi Red Ants
Reporter
Antara
Editor
Ninis Chairunnisa
Selasa, 1 Desember 2020 09:51 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sejak pandemi melanda dunia, kegiatan pariwisata hampir mengalami mati suri. Namun beberapa bulan berlalu, sejumlah negara telah mulai bangkit dan kembali menghidupkan perjalanan wisata.
Salah satunya adalah Singapura yang mulai membuka perbatasan untuk keperluan bisnis dan perjalanan penting.
Negara ini pun sudah menyelenggarakan sebuah pameran dagang pariwisata pertama se-Asia Pasifik yang diselenggarakan sejak pandemi Covid-19. Delegasi dari Indonesia pun hadir dan mengisahkan mengenai perjalanan wisata 'percobaan' di Singapura.
Singapura memasuki fase 2 penanganan Covid-19. Pemerintah setempat pun memberlakukan aturan ketat bagi siapapun yang masuk negara itu.
Hal pertama yang perlu dilakukan pelancong adalah melakukan swab PCR di bandara Changi begitu tiba di Singapura. Setelah selesai, mereka akan diberi token TraceTogether sebagai alat pelacak.
Token ini berfungsi untuk mendeteksi ke mana para turis pergi, agar jika ada yang terpapar COVID-19 dan dekat dengan keberadaan mereka bisa langsung dihubungi oleh pemerintah Singapura.
Sebenarnya alat pelacak TraceTogether ini tidak hanya berlaku bagi para turis tapi juga penduduk lokal, bedanya mereka menggunakan aplikasi yang diunduh di ponsel. Setiap masuk atau mendatangi sebuah tempat, baik turis ataupun warga lokal tetap harus memindai barcode di pintu masuk sebagai syarat kunjungan agar mudah dilacak.
Setiap orang di sana pun wajib mengikuti protokol keamanan dan keselamatan yang ada seperti selalu menjaga jarak minimal 1 meter, sebisa mungkin tidak berinteraksi dengan warga lokal, masker tidak boleh dilepas kecuali saat makan dan minum serta selalu bersama dengan kelompok yang telah ditetapkan oleh pihak penyelenggara.
Singapura memiliki petugas khusus bernama Safe Distancing Officer/Ambassador yang selalu siap siaga di berbagai tempat. Mereka mengenakan tanda atau semacam badge berwarna merah di lengannya. Tugas mereka adalah menegur orang-orang yang melanggar protokol kesehatan, tidak hanya turis tapi juga warga lokal. Beberapa petugas malah bisa memberi sanksi atau denda terhadap seseorang ataupun restoran yang kedapatan melanggar aturan.
Para petugas Safe Distancing ini memiliki julukan Semut Merah atau Red Ants karena keberadaannya yang tersebar di seluruh tempat, khususnya daerah ramai. Jadi pernah jangan coba-coba untuk melanggar aturan yang telah ditetapkan jika tidak ingin terkena teguran.
Karena masih situasi pandemi, kondisi sejumlah tempat wisata sepi. Misalnya S.E.A Aquarium, kawasan Chinatown, Indian Heritage Center dan Malay Heritage Center. Hanya penduduk lokal yang hilir-mudik atau menikmati santap siang bersama keluarga.
Pemerintah Singapura sendiri sepertinya sudah siap membuka kembali pariwisatanya untuk turis mancanegara. Dari semua prototipe yang diujikan kepada para turis ini, sebenarnya semua cukup mudah untuk diikuti.
Singapore Tourism Board mengatakan protokol yang diterapkan pada rombongan turis ini belum tentu juga diterapkan pada masa mendatang. Sebab, mereka masih akan terus menyusun peraturan seperti apa yang paling pas dan sempurna untuk wisatawan mancanegara.
"Ini adalah prototipe yang sedangkan dikembangkan, jadi apa yang kita pelajari dari tur ini juga akan dilaporkan dan kita akan improve untuk turis normal, turis Asia untuk masa mendatang," ujar perwakilan STB Indonesia, Mohamed Firhan Abdul Salam beberapa waktu lalu.