Suku Tuhoe Menjaga Hutan dengan Konsep Ekowisata

Reporter

Terjemahan

Editor

Ludhy Cahyana

Selasa, 9 Juni 2020 14:23 WIB

Hutan hujan Te Urewera dikelola oleh Suku Tuhoe. Mereka menerapkan ekowisata dan pariwisata berkelanjutan. Foto: @following.kt

TEMPO.CO, Jakarta - Kabut putih melayang di semak-semak yang mengapit satu-satunya jalan menuju Te Urewera, salah satu hutan hujan paling terpencil di Selandia Baru. Kabut yang kerap turun itu, membuat Suku Tuhoe dijuluki “Children of the Mist” oleh ahli etnografi Elsdon Best pada tahun 1890-an.

Mereka memiliki tradisi lisan kuno yang menghubungkan Suku Tuhoe dengan Hine-pkohu-rangi, sang ibu kabut.

Berjalan makin dalam ke Te Urewera dari jalan tanah yang diapit semak, wisatawan akan menyadari eloknya hutan hujan terbesar di Pulau Utara, Selandia Baru. Te Urewera membentang sepanjang 2.127 km persegi di perbukitan terjal, danau biru kehijauan yang luas, dan sungai yang mengalir deras serta berjeram.

Seturut BBC, pada tahun 2014, undang-undang pertama di dunia mengakhiri kepemilikan pemerintah Selandia Baru atas Taman Nasional Te Urewera. Peraturan itu juga membuat pemeritah mengakui hutan hujan tersebut memiliki entitas hukum sendiri dan orang-orang dari Suku Tuhoe sebagai wali sahnya.

Saat ini, Tuhoe - yang berjumlah sekitar 40.000, dengan sekitar 7.000 tinggal di lembah-lembah Sungai Te Urewera dan pembukaan hutan - secara hukum bertanggung jawab atas perawatan hutan hujan. Mereka melindungi situs yang berharga melalui praktik kuno Maori yang dikenal sebagai kaitiakitanga, yang secara kasar dapat diterjemahkan sebagai “perwalian” dan merupakan cara mengelola lingkungan berdasarkan pandangan dunia Maori.

Advertising
Advertising

Kaitiakitanga melibatkan hubungan erat antara manusia dan alam. Manusia secara alami berposisi melindungi atau kekuatan hidup, dari hutan, sungai dan danau – semuanya di bawah perawatan mereka. Dalam prakteknya, Suku Tuhoe memantau kesehatan hutan, danau dan sungai melalui pengamatan dan pengumpulan data, penanaman pohon asli, pengendalian hama seperti possum dan rusa, serta menjaga kesehatan stok ikan penting seperti tuna sungai atau belut.

Air terjun Korokoro yang lokasinya berjarak 45 menit dari Danau Waikaremoana di tengah hutan hujan Te Urewera. Foto: @walkinglegendsnz

Kepala Suku Tuhoe, Tamati Kruger mengatakan kepada Jacqui Gibson dari BBC, bahwa semakin banyak orang datang ke Te Urewera untuk berburu, memancing, dan mendaki di sekitar Danau Waikaremoana – danau ikonik di Te Urewera – makin berat pula tanggung jawab menjaga hutan hujan.

Meskipun Suku Tuhoe menyambut pengunjung, tantangannya, katanya, adalah mengelola jumlah wisatawan dan dampak pariwisata terhadap lingkungan, sambil mengambil alih pemeliharaan bekas taman nasional, setelah hampir 70 tahun dikelola pemerintah.

"Bagi banyak pengunjung Te Urewera, yang mereka tahu hanya sistem taman nasional," kata Kruger. Menurut Kruger, wisatawan hanya ingin pelesiran. Masuk taman nasional dengan membayar untuk mendapatkan layanan. Serta membayar untuk penginapan, kemudian pulang. Kruger meminta wisatawan tak lagi memakai pendekatan tersebut dalam wisata alam.

Ia meminta wisatawan untuk sepenuhnya mengubah pendekatan itu. Alih-alih melihat alam sebagai seperangkat sumber daya yang terpisah untuk dikelola dan digunakan, kami meminta orang untuk melihat Te Urewera sebagai sistem kehidupan yang menjadi sandaran orang lain untuk bertahan hidup, budaya, rekreasi, dan inspirasi.

"Ini tentang berhubungan dengan Te Urewera sebagai identitasnya sendiri dalam arti fisik, lingkungan, budaya dan spiritual," ujarnya.

Sebagai kaitiaki (penjaga), begitulah cara Suku Tuhoe memelihara Te Urewera, dengan menjadikannya bagian dari kehidupan. Jadi, wisatawan harus bersiap untuk melakukan hal-hal yang berbeda di hutan hujan Te Urewera.

"Mungkin ini bukan tentang mendapatkan foto terbaik dirimu di dekat air terjun atau kesepakatan pamungkas dalam perjalanan berburu. Mungkin ini tentang bertemu penduduk setempat, tinggal bersama kami, mempelajari beberapa sejarah kami dan mendengar beberapa cerita dan nilai-nilai yang membentuk gaya hidup kami."

Kabin yang digunakan para wisatawan menginap di tengah hutan hujan Te Urewera. Foto: @jacquigibson_

Ekowisata dan Pariwisata yang Berkelanjutan

Dengan Te Urewera sekarang dibuka kembali untuk pelancong domestik pasca-lockdown, pemandu wisata di seluruh hutan hujan menawarkan kesempatan mempelajari budaya lokal. Di Taneatua, di pusat permukiman Suku Tuhoe yang terletak di pintu masuk utara Te Urewera, pengunjung dapat melaksanakan walking tour dengan pemandu yang menceritakan sejarah suku, budaya, dan pengantar pendekatan lingkungannya.

Wisatawan bisa menginap di marae (tempat pertemuan tradisional Maori) dan mengikuti ritual tradisional bagi mereka yang ingin tingga sementara. Pilihan lainnya, adalah berjalan-jalan di semak belukar dengan pemandu Tuhoe, yang mengajarkan tanga kanga lokal (protokol) bagi pengunjung yang ingin menikmati hutan hujan Te Urewera dengan cara yang berbeda.

Mereka yang memasuki Te Urewera diharuskan melakukan mihi whakatau, sebuah ritual yang dirancang untuk mentransisikan pendatang baru dari dunia sehari-hari, ke dunia spiritual hutan hujan .

Setelahnya, para pengunjung pun bisa mencicipi mencicipi madu, pengalaman bersantap buatan sendiri, petualangan berburu dan menunggang kuda.

Menurut pemandu wisata Hinewai McManus, sedikit orang Selandia Baru yang datang ke Te Urewera ingin memahami budaya suku dan hubungan dengan alam. Yang lebih umum adalah pengunjung dari Eropa (Jerman dan Belanda, khususnya), Cina dan Amerika Serikat, mereka justru ingin mendapatkan inspirasi kehidupan dari Suku Tuhoe. Mereka ingin melepaskan ketegangan dari tekanan hidup modern, dengan mempelajari kebijakan lokal.

McManus memimpin ritual penanaman pohon, untuk menghormati Tane Mahuta - Dewa Hutan. Ritual itu kerap dilaksanakan, yang diikuti para wisatawan. Dari ritual menanam pohon itu, telah ditanam 12.000 batang pohon, yang ditranslokasi sejak Proyek Restorasi Hutan Hujan Te Urewera pada 2008.

Wisatawan diharapkan tak sekadar berlibur tapi mempelajari nilai-nilai Suku Tuhoe dalam menjaga alam. Foto: @hawkesbaynz

“Ini tentang menumbuhkan pasokan oksigen global, mengimbangi limbah karbon, meningkatkan habitat dan makanan yang tersedia untuk burung-burung asli kami. Tetapi orang-orang juga tertarik pada sisi spiritual. Mereka ingin tahu mengapa suku saya merasa sangat menghormati lingkungan. Apakah hanya karena kami tinggal di sini atau ada sesuatu yang lebih dari itu?"

Brenda Tahi, pemandu Tuhoe, dan pemilik Tur Madu Manawa, yakin ada lebih dari itu. “Kami menghormati lingkungan karena tpuna (leluhur) kami dan pengetahuan tentang kelestarian dan hidup bersama alam yang diturunkan kepada kami,” katanya. "Tetapi kami juga menghormati alam karena kami ingin hidup di antara alam dan alam membutuhkan bantuan kami sekarang."

Dia menjelaskan bisnis keluarganya adalah contohnya. Perusahaan tersebut memproduksi madu pohon asli dari 1.000 sarang, yang berlokasi di seluruh Te Urewera. Madu-madu dari lebah liar itu telah dipanen hampir selama 200 tahun, yang dikenal sebagai te nanao miere.

“Madu menjadi makanan yang dipuja bagi rakyat kami, ketika lebah madu diperkenalkan ke Selandia Baru pada tahun 1830-an. Nenek moyang kami memanennya dengan cara yang berbeda, memanjat pohon, menggunakan ember. Menjaga lebah adalah bagian integral dari komitmen kami untuk menjaga ekosistem asli kami di Te Urewera, ”katanya.

“Lebah-lebah membantu menyerbuki begitu banyak spesies tanaman kami. Tetapi bertani madu juga tentang kemandirian ekonomi dan memberi orang-orang kami alasan untuk tinggal atau kembali ke Te Urewera.”

Tur Madu Manawa menawarkan pengunjung sensasi memanen madu lebah liar di tengah hutan. Pengunjung diajak berkuda memasuki hutan, memeriksa sarang lebah Manawa. Mereka juga diajak berpiknik di tepi sungai, mengunjungi situs bersejarah, dan malamnya mendirikan kemah di tepi sungai di bawah bintang-bintang. Hebatnya, semuanya terangkai dalam kegiatan memanen madu.

Madu Manawa diambil dari lebah liar di hutan hujan Te Urewera. Memanennya dirangkaikan menikmati hutan hujan dalam wisata alam. Foto: @manawahoneynz

Setelah makan malam, wisatawan disajikan minuman dari jeruk nipis panas dan teh madu. Tahi menjelaskan bahwa ia merancang Tur Madu Manawa untuk membantu pengunjung menjalin ikatan dengan tempat Te Urewera. Tahi ingin para peserta tur, senang mendengar derasnya sungai, menghirup udara segar dan bersih dari hutan hujan. Dengan hidangan daging, sayur, buah, dan madu langsung dari alam.

Berita terkait

Menlu Selandia Baru Sebut Hubungan dengan Cina "Rumit"

1 hari lalu

Menlu Selandia Baru Sebut Hubungan dengan Cina "Rumit"

Menlu Selandia Baru menggambarkan hubungan negaranya dengan Cina sebagai hubungan yang "rumit".

Baca Selengkapnya

Desain Unik Skywalk Terpanjang di Dunia yang Baru Dibuka di Langkawi

7 hari lalu

Desain Unik Skywalk Terpanjang di Dunia yang Baru Dibuka di Langkawi

Langkawi menyuguhkan objek wisata baru berupa skywalk dengan desain untuk

Baca Selengkapnya

Pasangan Lansia di Selandia Baru Tewas Diseruduk Domba

16 hari lalu

Pasangan Lansia di Selandia Baru Tewas Diseruduk Domba

Pasangan suami istri lanjut usia di Selandia Baru tewas setelah diseruduk domba jantan di sebuah peternakan. Oleh polisi, domba itu ditembak mati.

Baca Selengkapnya

Selandia Baru Memperketat Penerbitan Visa, Angka Migrasi Capai Rekor

27 hari lalu

Selandia Baru Memperketat Penerbitan Visa, Angka Migrasi Capai Rekor

Selandia Baru akan memperketat penerbitan visa untuk membendung laju migrasi yang tinggi.

Baca Selengkapnya

TNI Sebut Selandia Baru Serahkan Pembebasan Pilot Susi Air ke Pemerintah

40 hari lalu

TNI Sebut Selandia Baru Serahkan Pembebasan Pilot Susi Air ke Pemerintah

Pemerintah Selandia Baru mengakui kedaulatan Indonesia di Papua. Mereka meminta KKB pimpinan Egianus Kogoya segera melepaskan Philip.

Baca Selengkapnya

9 Negara Teraman untuk Solo Traveling Perempuan dari Srilanka hingga Selandia Baru

44 hari lalu

9 Negara Teraman untuk Solo Traveling Perempuan dari Srilanka hingga Selandia Baru

Beberapa negara dikenal relatif aman dan mudah dijelajahi bagi perempuan yang mencari petualangan dengan solo traveling

Baca Selengkapnya

Selandia Baru Larang Rokok Elektrik Sekali Pakai

46 hari lalu

Selandia Baru Larang Rokok Elektrik Sekali Pakai

Selandia Baru akan akan melarang penjualan rokok elektrik sekali pakai untuk menurunkan angka perokok usia muda.

Baca Selengkapnya

Negara dengan Durasi Puasa Paling Pendek Hingga Terpanjang di Dunia

48 hari lalu

Negara dengan Durasi Puasa Paling Pendek Hingga Terpanjang di Dunia

Perbedaan letak geografis masing-masing negara mempengaruhi durasi puasa.

Baca Selengkapnya

Menteri Luar Negeri Selandia Baru Ucapkan Selamat ke Prabowo Subianto atas Hasil Pemilu

51 hari lalu

Menteri Luar Negeri Selandia Baru Ucapkan Selamat ke Prabowo Subianto atas Hasil Pemilu

Menteri Luar Negeri Selandia Baru mengucapkan selamat kepada Prabowo Subianto atas hasil pemilu.

Baca Selengkapnya

Indonesia dan Selandia Baru Jajaki Kerja Sama Produk Halal

52 hari lalu

Indonesia dan Selandia Baru Jajaki Kerja Sama Produk Halal

Indonesia dan Selandia Baru menjajaki kerja sama produk halal, sebagai salah satu cara untuk mencapai target perdagangan bilateral.

Baca Selengkapnya