Di Korea Utara, Kapal Mata-Mata AS Dijadikan Destinasi Wisata
Reporter
Terjemahan
Editor
Ludhy Cahyana
Selasa, 28 April 2020 14:44 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam sejarah, tak ada kapal perang Angkatan Laut Amerika Serikat yang ditawan musuh dalam jangka waktu lama. Namun Korea Utara berhasil melakukannya, bahkan menjadikannya destinasi wisata.
USS Pueblo merupakan kapal mata-mata Angkatan Laut Amerika Serikat yang beroperasi di Semenanjung Korea selama pecah Perang Korea. Kapal era Perang Dingin itu pensiun, sayangnya tak berada di Pearl Harbour sebagai museum, tapi berada di Pyongyang, Ibu Kota Korea Utara, bagaimana kisahnya?
USS Pueblo ditangkap pada tahun 1968, kapal mata-mataitu jadi satu-satunya kapal Angkatan Laut AS yang ditawan oleh pemerintah asing. USS Pueblo difungsikan sebagai kapal pengumpul intelijen yang ditangkap oleh Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) pada 23 Januari 1968.
Dinukil dari History, penangkapan Pueblo menciptakan "Pueblo Crisis", yang merupakan salah satu insiden besar dalam Perang Dingin tetapi tidak banyak diketahui. Insiden ini setara dengan temuan penempatan rudal nuklir di Kuba oleh Uni Sovyet yang memicu Krisis Rudal Kuba pada 1962.
Krisis Pueblo cepat menguap karena seminggu kemudian, Amerika Serikat menyerang secara besar-besaran Vietnam, yang memicu Perang Vietnam yang berkepanjangan. Dan USS Pueblo dilupakan.
Pada saat penangkapan, Korea Utara menyatakan bahwa kapal telah masuk ke perairan teritorial mereka. Tetapi Amerika Serikat menyatakan bahwa kapal itu berada di perairan internasional. Jarak antara USS Pueblo dengan pantai Korea Utara mencapai 16 mil laut.
Pueblo awalnya didekati oleh pemburu kapal selam dan merasa nasionalismenya ditantang, kru merespons dengan mengibarkan bendera Amerika Serikat. Kapal DPRK malah kian agrasif. Mereka memerintahkan USS Pueblo untuk mundur atau ditembaki.
USS Pueblo berusaha untuk putar haluan tetapi diserang oleh kapal selam, tiga kapal torpedo, dan dua pesawat tempur MiG-21. Merasa dijepit, USS Pubelo yang bukan kapal tipikal perusak itu, menyerah dijepit dari laut dan udara.
Kapal itu dilabuhkan di Wonsan dan para kru dipindahkan ke kamp-kamp tawanan perang (PoW). Dalam tawanan, mereka disiksa dan dibiarkan kelaparan. Saat foto untuk propaganda, para awak kapal diam-diam memberi kode jari pada foto. Hal itu membuat militer Korea Utara meningkatkan penyiksaan terhadap mereka. Setelah dibebaskan mereka, disitir dari Atlas Obscura, beberapa kru menyatakan bahwa mereka telah kelaparan dan disiksa secara teratur ketika berada di tahanan Korea Utara.
Komodor Lloyd M. Bucher, Komandan USS Pueblo, disiksa dan kerap dihadapkan kepada regu tembak dengan peluru kosong, sebagai upaya untuk memaksanya mengaku. Cara otu tak mempan untuk membuka mulut Bucher.
Akhirnya Korea Utara mengancam akan mengeksekusi awak USS Pueblo di depannya, dan Bucher mengalah. Pada tanggal 23 Desember 1968 — tepat 11 bulan setelah ditawan — para kru dibawa dengan bus ke perbatasan DMZ dengan Korea Selatan. Mereka diperintahkan untuk berjalan ke selatan melintasi “Jembatan Tanpa Kembali.”
USS Pueblo secara resmi tetap menjadi kapal yang ditugaskan oleh Angkatan Laut Amerika Serikat. Namun saat ini ditambatkan di sepanjang Sungai Taedong di Pyongyang. Ini adalah satu-satunya kapal Angkatan Laut AS yang hingga saat ini jadi "tawanan" dan difungsikan sebagai museum perang.
Tur secara resmi dilakukan oleh pemandu militer yang menyebut orang Amerika sebagai “Imperialis Agresor, ”dan sebuah video propaganda diperlihatkan sebelum dimulainya tur, jika pengunjung masih ragu.
Seperti sebagian besar situs yang menarik di Korea Utara, kunjungan ke USS Pueblo harus diatur secara resmi. Wisatawa boleh mengambil foto, namun tak diizinkan dari dermaga.