TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Pusat dan Daerah mendukung inisiatif PT Angkasa Pura II (Persero) untuk mengimplementasikan konsep general aviation, sebagai daya tarik baru pariwisata Indonesia.
Konsep ini memperbolehkan segala jenis pesawat, di luar pesawat militer dan pesawat sipil reguler (maskapai) menerbangi seluruh wilayah Indonesia. Termasuk pesawat carter, kargo, hingga glider sekalipun. Dengan demikian, seluruh bandara di Indonesia tersentuh dengan general aviation.
Gagasan tersebut disambut baik oleh Menteri Pariwisata Arief Yahya. Ia menyebut kelemahan Indonesia dalam menarik wisatawan asing hanya dari sisi akses. Sementara untuk atraksi budaya dan amenitas perhotelan semuanya sudah memadai.
“Wisatawan asing mau datang ke Indonesia itu 70% menggunakan angkutan udara, jadi harus diakui bahwa kami memiliki keterbatasan akses untuk menjangkau destinasi wisata yang sulit dijangkau dengan moda darat atau laut,” kata Arief Yahya.
Padahal dari sisi kapasitas bandara yang dikelola perusahaan negara seperti Angkasa Pura (AP) II, masih ada excess capacity slot penerbangan, yang bisa dimanfaatkan oleh bandara-bandara yang memiliki destinasi wisata yang indah seperti Banyuwangi.
Pekerja agen penyalur minyak solar (APMS) memindahkan BBM jenis premium dari kapal air tractor ke dalam drum penyimpanan di Bandara Yuvai Semaring, Desa Long Bawan, Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Selasa 13 November 2018. Krayan merupakan Kecamatan yang berbatasan langsung dengan Serawak, Malaysia. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.
“Perusahaan-perusahaan yang tumbuh besar sekarang ini adalah yang mampu mengkapitalisasi excess capacity yang dimilikinya dengan konsep sharing economy. Oleh karena itu saya mendukung upaya AP II untuk menjadi pionir pengelolaan bandara untuk general aviation,” tegasnya.
Senada dengan Arief Yahya, Bupati Azwar Anas juga mengaku tertarik dengan konsep general aviation yang dicetuskan AP II. Menurut Azwar, pengelolaan Bandara Internasional Banyuwangi oleh AP II secara profesional telah membantu daerah yang dipimpinnya, menjadi lebih mudah untuk dikunjungi wisatawan lokal maupun asing.
“General Aviation ini sesuatu yang baru bagi Pemda. Karena Banyuwangi diapit oleh tiga taman nasional yang sangat indah jika dilihat dari atas oleh wisatawan,” kata Azwar Anas.
Ide Awal dan Kesiapan AP II
Sementara itu, President Director AP II Muhammad Awaluddin, mengapresiasi dukungan dari para pejabat Pemerintah Pusat dan Daerah untuk mengembangkan general aviation di Indonesia. Menurut Awaluddin, ide awal pengembangan konsep tersebut adalah agar perusahaan yang dipimpinnya bisa membantu pemerintah menumbuhkan industri pariwisata nasional.
“Presiden Jokowi sendiri telah mencanangkan industri pariwisata sebagai core economy baru negara ini, dengan bantuan dari sektor lain. Untuk itu kami ingin menjadikan Bandara Banyuwangi sebagi proyek percontohan general aviation," ujar Muhammad Awaluddin.
Director of Engineering & Operation AP II Djoko Murjatmodjo menambahkan, perusahaannya sangat siap menjadikan general aviatoon sebagai daya tarik baru wisatawan.
<!--more-->“Selain Banyuwangi, ada beberapa bandara yang dikelola AP II sangat cocok untuk diaplikasikan sebagai general aviation. Seperti di Silangit," imbuh Djoko.
Ia menyontohkan bila ada wisatawan yang punya waktu pendek tapi mau melihat keindahan Danau Toba dan Pulau Samosir, bisa terbang dengan pesawat kecil kesana lalu kembali lagi ke bandara. Menurutnya, Bandara Tanjung Pinang, Aceh, dan Nias pun bisa dikembangkan sebagai bandara general aviation.
"Adanya permintaan seperti ini yang mendorong kami meningkatkan utilisasi bandara untuk mendukung pariwisata” kata Djoko.
Dalam dua tahun terakhir, AP II menurutnya sudah menanamkan investasi Rp250 miliar untuk meningkatkan kapasitas runway agar bisa melayani penerbangan pesawat berbadan besar. Dalam waktu dekat, perseroan akan menambah investasi Rp300 miliar untuk pengembangan terminal.
“Kami ingin Banyuwangi ini jadi bandara khusus untuk wisata. Rencana itu akan lebih lengkap kalau ada daya tarik wisata dari general aviation,” jelasnya.
Kendala Regulasi
Namun, konsep ini masih terbentur regulasi. Direktur Keselamatan, Keamanan dan Standarisasi AirNav Indonesia Yurlis Hasibuan mengingatkan ada beberapa standar keselamatan yang harus dipenuhi dalam menerapkan general aviation.
“Misal, untuk yang ingin melakukan penerbangan malam baik untuk latihan atau wisata harus melengkapi standar kelengkapan pesawat demi menjamin keamanan. AirNav mendukung general aviation, namun regulasinya harus menyesuaikan,” kata Yurlis.
Sementara Marsekal Madya TNI (Purn) Eris Heriyanto, seorang pilot yang menggeluti dunia general aviation mengakui ada banyak destinasi wisata yang bisa dijangkau dengan pesawat kecil. Sehingga rencana AP II untuk mengembangkannya perlu didukung semua pihak.
“Termasuk dari sisi pajak barang mewah yang kalau ditotal dengan biaya lainnya, untuk membeli satu pesawat kecil itu biayanya bisa kena pajak 100% alias dua kali lipat dari harga aslinya. Selain itu operator bandara juga harus memastikan berbagai jenis BBM untuk pesawat kecil tersedia di bandara,” jelas Eris.
Serap Tenaga Kerja
Pendapat lain diutarakan Capt. Dharmadi, Direktur Utama FlyBest Flight Academy. Ia memiliki catatan tersendiri sendiri bila general aviation di terapkan di Indonesia. Ia mengacu pada Amerika Serikat (AS) yang sudah sangat lama merasakan manfaat ekonomi dari general aviation.
“Di AS itu ada 4.000 bandara yang melayani general aviation. Anda tahu berapa jumlah penumpangnya? 166 juta orang!,” kata mantan Presiden Direktur AirAsia Indonesia tersebut.
Dharmadi menyebut penerapan general aviation juga bisa jadi solusi penyerapan tenaga kerja, karena akan banyak dibutuhkan pilot, tenaga ground handling, mekanik, sampai menumbuhkembangkan sekolah-sekolah pilot.
Chairman Aircraft Owners and Pilots Association of Indonesia (AOPA-ID) Imron Siregar mengatakan, gagasan AP II untuk menjadikan general aviation pendorong pariwisata merupakan yang pertama di Indonesia. Ia menyebut, ada 2 juta pekerja terserap dalam program tersebut di AS. Sehingga jika diterapkan di Indonesia bisa lebih tinggi jumlah serapan pekerja ketimbang di AS.
“Semoga tahun depan Indonesia bisa bikin event air rally dengan gagasan awal ini,” kata Imron. Dengan penerapan general aviation, selain profesi yang berhubungan dengan penerbangan, bisnis pariwisata bisa dipastikan tumbuh dan kian banyak menawarkan pilihan, baik event maupun destinasi yang dituju.