Wayang Sasak Tumbuh di Bawah Bayang Kecurigaan

Selasa, 23 Juli 2019 07:07 WIB

Wayang Sasak di Lombok. TEMPO/Supriyantho Khafid

TEMPO.CO, Jakarta - Tak seperti wayang jawa atau wayang bali yang memainkan epos Mahabarata dan Ramayana, wayang sasak memainkan lakon yang bersumber dari Serat Menak. Serat yang menjadi inti cerita dalam itu ditulis sekitar tahun 1717 Masehi, oleh Ki Carik Narawita atas perintah Kanjeng Ratu Mas Balitar, permaisuri Sunan Paku Buwana I, Surakarta.

Serat itu ditulis dalam Bahasa Kawi, bahasa yang juga digunakan dalam pertunjukan Wayang Sasak. Sampai hari ini belum ada bukti-bukti sejarah yang menunjukkan kapan Serat itu sampai ke Lombok untuk dijadikan babon atau sumber cerita Wayang Sasak.

Dalam buku Deskripsi Wayang Kulit Sasak, terbitan Kanwil Depdikbud NTB, 1993, yang di tulis Muhammad Yamin dan kawan-kawannya, terdapat beberapa versi datangnya Wayang Sasak ke Lombok. Mulai dari cerita seorang wali, di Lombok Tengah, Wali Nyatok, saat masih kanak-kanak sempat belajar mendalang ke Jawa bersama seorang kawannya dari Desa Rambitan.

Pada suatu hari, konon Wali Nyatok berangkat ke Jawa setelah Isya dan balik ke Rambitan keesokan harinya sebelum matahari tenggelam. Setelah itu sang wali sudah menceritakan wayang kepada kawan-kawan sepermainannya.

Cerita lainnya, tentang seorang wali, Pangeran Sangupati Urip, yang datang ke Lombok untuk mengobati masyarakat Lombok yang saat itu terkena wabah penyakit menular. Sang pangeran Sangupati kemudian mensyaratkan penduduk Sasak untuk melafalkan dua kalimat syahadat.

Advertising
Advertising

Dalam kisahnya kemudian, wabah penyakit berangur-angsur hilang, dan sebagai ungkapan rasa syukur digelarlah Gawe Mangenjangan. Di puncak acara gawe itu, digelar pertunjukan wayang dengan dalang Pangeran Sangupati.

Made Darundya, Salah seorang dalang Wayang Sasak beragama Hindu, mendalang di rumah seorang warga di Lingsar, Lombok Barat. Kendati merupakan media penyebaran Agama Islam, namun Wayang Sasak, juga dimainkan dalang beragama Hindu dan di tanggep oleh warga Lomok beragama Hindu.TEMPO/Ardhi

Riwayat lainnya, yang menyebut bahwa Wayang dibawa ke Lombok bersamaan dengan masuknya Islam yang dibawa oleh Sunan Prapen, putra Sunan Giri. “Awalnya Sunan Prapen membawa lakon Ramayana dan Mahabrata, tapi karena tidakditerima oleh masyarakat Lombok, lakon itu kemudian diganti dengan Serat Menak,” kata Sadarudin, seorang guru di Mataram yang juga aktif mendalang.

Kendati terdapat beragam versi sejarah datangnya wayang Sasak ke Lombok, akan tetapi seluruh sumber itu merujuk pada satu kesimpulan yang sama, bahwa wayang sasak bersumber dari pulau Jawa dan digunakan untuk menyebarkan agama Islam di Pulau Lombok.

“Alat-alat musik wayang sasak sangat sederhana, bisa dengan mudah dibawa ke mana-mana, sangat berbeda dengan wayang jawa dan wayang bali,” Sadarudin merinci musik wayang sasak hanya terdiri dari dua buah gendang, dan masing-masing satu buah gong, rincik, petuk, kenong dan suling.

Meski menjadi sarana syiar Islam di wilayah mayoritas berpenduduk muslim, wayang sasak tak langsung diterima dengan mudah di Lombok. Tidak semua masyarakat pulau seribu masjid, bisa menerima kehadiran wayang sasak. Terutama warga di Kelurahan Pancor, Kecamatan Selong, Lombok Timur misalnya. “Seumur hidup saya, tidak pernah ada pertunjukan wayang di Pancor ini,” kata Haji Muhammad Azhar (80), Ketua pengurus Masjid At-Taqwa, Pancor.

Menurut Azhar, adalah para tuan guru, termasuk Tuan Guru Kiyai Haji Zainudin Abdul Majid, tokoh pendiri Nahdlatul Wathan (NW)—organisasi Islam terbesar di pulau Lombok—yang melarang pertunjukan wayang di Pancor. “Kalau mau nonton wayang di Selong, di sini tidak ada wayang,” tutur Azhar.

Menurut dia, larangan pertunjukan wayang itu bukan lantaran anggapan bidah, tapi lebih karena kehawatiran timbulnya gesekan akibat pertunjukan wayang hingga larut malam. Setiap gawe hari besar seperti perayaan 17 Agustus, biasanya akan diselenggarakan pasar malam di Kota Selong, di situlah pertunjukan wayang digelar.

Kendati tak pernah ada pertunjukan wayang di Kelurahan Pancor, di wilayah Selong, wayang sasak masih bisa dipertontonkan. Dua kelurahan ini dulunya berbatas sawah sepanjang 2 km, namun kini kedua kelurahan itu tak berbatas lagi.

Sejumlah dalang yang dikonfirmasi, mengaku belum pernah mendalang ke Pancor. Muhmmad Subeki (57), seorang dalang yang masih aktif mendalang di Lombok Timur, mengaku kerap menggelar pertunjukan di berbagai wilayah di Lombok Timur. Khusus untuk Pancor, dia sempat mendalang di perbatasan Kelurahan Pancor dan Selong. “Saya pentas sekali di terminal, perbatasan Selong dan Pancor,” kata Subeki.

Pandangan sebagian masyarakat Lombok bahwa wayang sasak adalah kesenian yang hukumnya bidah, tidak ditampik oleh Tuan Guru Hasanain Juaini, pimpinan Pondok Pesantren Nurul Haramain, Narmada, sekaligus Ketua Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) NTB. Hasanain menganggap pandangan itu muncul karena ketidaktahuan, karena kecurigaan.

“Itu muncul karena satu sama lain tidak saling memahami, karena ketidaktahuan,” katanya. Menurut Hasanain, mereka hanya mereka-reka saja pendapat itu, tidak berdasarkan kenyataannya.” Kondisi saling curiga itu, menurut Hasanain akan diperparah dengan munculnya hoax, kebohongan yang sengaja dibuat.

Berita terkait

Peringatan Kenaikan Tahta ke-20 Raja Keraton Surakarta, Digelar Sederhana Tapi Tetap Khidmat

6 Februari 2024

Peringatan Kenaikan Tahta ke-20 Raja Keraton Surakarta, Digelar Sederhana Tapi Tetap Khidmat

Acara kenaikan tahta Raja Keraton Surakarta dihadiri 300 undangan termasuk pimpinan trah Mataram Islam

Baca Selengkapnya

Wayang Natal Motif Betawi-Dayak Jadi Ikon di Gereja Katedral

24 Desember 2023

Wayang Natal Motif Betawi-Dayak Jadi Ikon di Gereja Katedral

Gereja Katedral Jakarta memamerkan Wayang Natal Nusantara dengan motif Betawi dan Batak yang dipajang di Plaza Maria

Baca Selengkapnya

Guru Besar UNS Soroti Konflik Palestina Israel Lewat Pementasan Wayang

30 November 2023

Guru Besar UNS Soroti Konflik Palestina Israel Lewat Pementasan Wayang

Gubes UNS Agus Purwantoro, menyoroti konflik yang terjadi di Palestina melalui pementasan Wayang Godhong.

Baca Selengkapnya

Asal-usul Hari Wayang Nasional Diperingati setiap 7 November

7 November 2023

Asal-usul Hari Wayang Nasional Diperingati setiap 7 November

Hari Wayang Nasional diperingati setiap tahun pada 7 November

Baca Selengkapnya

Libur Akhir Pekan di Yogyakarta, Ada Jazz Rasa Wayang Orang di Konser More Than Jazz Art

25 Oktober 2023

Libur Akhir Pekan di Yogyakarta, Ada Jazz Rasa Wayang Orang di Konser More Than Jazz Art

Ada kolaborasi antara musik jazz dan seni peran wayang orang yang bakal digelar dalam perhelatan konser More Than Jazz Art Yogyakarta akhir pekan ini.

Baca Selengkapnya

Atlet Disabilitas Indonesia Bawa Wayang di Asian Para Games untuk Tuan Rumah

23 Oktober 2023

Atlet Disabilitas Indonesia Bawa Wayang di Asian Para Games untuk Tuan Rumah

Kontingen Indonesia di Asian Para Games 2023 menyerahkan cendera mata wayang karakter Bima untuk tuan rumah China.

Baca Selengkapnya

Wayang Jogja Night Carnival Akhir Pekan Ini Diserbu Wisatawan, 8.000 Tiket Tribun Habis Terjual

4 Oktober 2023

Wayang Jogja Night Carnival Akhir Pekan Ini Diserbu Wisatawan, 8.000 Tiket Tribun Habis Terjual

Wayang Jogja Night Carnival yang dipusatkan di kawasan Tugu Yogyakarta ini tak berbayar jika pengunjung bersedia menontonnya dari pinggir jalan

Baca Selengkapnya

HUT Kota Yogyakarta 2023, Wayang Jogja Night Carnival Angkat Kisah Pandawa Mahabisekha

27 September 2023

HUT Kota Yogyakarta 2023, Wayang Jogja Night Carnival Angkat Kisah Pandawa Mahabisekha

Tema Pandawa Mahabisekha dalam HUT Kota Yogyakarta mengambil filosofi cerita carangan Mahabarata yang diciptakan Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Baca Selengkapnya

Mengenal Tokoh Wayang Yudhistira yang Disebut Hasto PDIP Mirip Jokowi

16 Agustus 2023

Mengenal Tokoh Wayang Yudhistira yang Disebut Hasto PDIP Mirip Jokowi

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto meyakini Presiden Jokowi merupakan sosok yang memahami falsafah bangsa, seperti tokoh wayang Yudhistira.

Baca Selengkapnya

Kirab Pusaka Malam 1 Suro Keraton Surakarta, Ritual Tapa Bisu sebagai Refleksi Perenungan Diri

20 Juli 2023

Kirab Pusaka Malam 1 Suro Keraton Surakarta, Ritual Tapa Bisu sebagai Refleksi Perenungan Diri

Kirab Pusaka Malam 1 Suro Keraton Surakarta menyertakan 13 pusaka dan lima kebo bule keturunan Kyai Slamet.

Baca Selengkapnya